Jakarta (Antaranews Jambi) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menemukan uang sebesar Rp2,8 miliar terkait kasus suap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018.
"Saat itu diduga telah terjadi penyerahan uang sebesar Rp2,8 miliar dari PT SBN yang merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari kepada Wali Kota Kendari melalui beberapa pihak perantaran," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka, yaitu Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah (HAS), Wali Kota Kendari 2017-2022 Adriatma Dwi Putra (ADR), Asrun (ASR) ayah dari Adriatma juga mantan Wali Kota Kendari dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara serta swasta yang juga mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawati Faqih (FF).
"Tim KPK saat itu terus mendalami dugaan suap tersebut, melalui serangkaian kegiatan tim di lapangan dan atas informasi dari masyarakat dan organisasi masyarakat sipil di Kendati, tim berhasil menemukan lokasi disembunyikannya uang tersebut," ucap Basaria.
Basaria pun menjelaskan kronologi terkait pergerakan uang Rp2,8 miliar yang diduga dilakukan atas perintah Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra.
Setelah terjadi penarikan uang Rp1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari oleh staf PT SBN pada Senin (26/2), uang itu dibawa ke sebuah tempat milik pengusaha HAS, Direktur PT SBN.
"HAS diduga menambahkan Rp1,3 miliar sehingga uang menjadi Rp2,8 miliar dan mengemasnya dalam sebuh kardus," kata Basaria.
Uang tersebut kemudian pada Senin (26/2) malam diserahkan kepada W untuk dibawa ke lapangan, yaitu tempat yang telah disepakati antara HAS dengan ADR.
"Di tempat yang disepakati tersebut, W memindahkan kardus uang dari mobilnya ke mobil K perantara lainnya. Kejadian sekitar pukul 23.00 WITA, lampu mobil dimatikan," kata dia.
Selanjutnya, K kemudian membawa uang tersebut ke rumah I yang merupakan orang dekat ADR di Kendari.
"I yang sedang berada di Jakarta saat itu menghubungi S yang sedang berada di rumah dan meminta S untuk menerima kardus berisi uang tersebut. K dan S kemudian mengganti kardus pembungkus uang tersebut dengan kardus lain dan memasukkan kardus berisi uang itu ke dalam kamar I," kata Basaria.
Atas perintah ADR, Basaria mengungkapkan uang tersebut tetap disimpan di dalam kamar I hingga tim menemukannya pada Rabu (7/3) sekitar pukul 11.00 WITA.
"Tim kemudian mengamankan uang pecahan Rp50 ribu senilai total Rp2.789.300.000 tersebut dan sebuah mobil yang digunakan K untuk membawa uang tersebut. Saat ini, mobil disita dan dititipkan di Polda Sultra untuk kebutuhan pembuktian dalam penanganan perkara," ungkap Basaria.
Dalam konferensi pers tersebut, tim KPK juga memperlihatkan barang bukti uang senilai Rp2.789.300.000 yang telah dimasukkan ke dalam troli.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan pihaknya akan mendalami kembali fakta-fakta soal adanya selisih dari uang suap tersebut.
"Jadi, estimasinya waktu itu Rp2,8 miliar setelah kami hitung di depan pihak-pihak yang menguasai uang itu dan setelah dihitung dengan mesin penghitung nilainya memang masih selisih Rp1,7 juta. Ini bisa disebabkan oleh banyak hal karena memang ada perpindahan uang yang sejak awal memang ada beberapa bagian yang kurang lembar-lembarnya atau penyebab-penyebab lain. Fakta-fakta itu tentu akan kami dalami lagi," ucap Febri.***
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018
"Saat itu diduga telah terjadi penyerahan uang sebesar Rp2,8 miliar dari PT SBN yang merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari kepada Wali Kota Kendari melalui beberapa pihak perantaran," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka, yaitu Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah (HAS), Wali Kota Kendari 2017-2022 Adriatma Dwi Putra (ADR), Asrun (ASR) ayah dari Adriatma juga mantan Wali Kota Kendari dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara serta swasta yang juga mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawati Faqih (FF).
"Tim KPK saat itu terus mendalami dugaan suap tersebut, melalui serangkaian kegiatan tim di lapangan dan atas informasi dari masyarakat dan organisasi masyarakat sipil di Kendati, tim berhasil menemukan lokasi disembunyikannya uang tersebut," ucap Basaria.
Basaria pun menjelaskan kronologi terkait pergerakan uang Rp2,8 miliar yang diduga dilakukan atas perintah Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra.
Setelah terjadi penarikan uang Rp1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari oleh staf PT SBN pada Senin (26/2), uang itu dibawa ke sebuah tempat milik pengusaha HAS, Direktur PT SBN.
"HAS diduga menambahkan Rp1,3 miliar sehingga uang menjadi Rp2,8 miliar dan mengemasnya dalam sebuh kardus," kata Basaria.
Uang tersebut kemudian pada Senin (26/2) malam diserahkan kepada W untuk dibawa ke lapangan, yaitu tempat yang telah disepakati antara HAS dengan ADR.
"Di tempat yang disepakati tersebut, W memindahkan kardus uang dari mobilnya ke mobil K perantara lainnya. Kejadian sekitar pukul 23.00 WITA, lampu mobil dimatikan," kata dia.
Selanjutnya, K kemudian membawa uang tersebut ke rumah I yang merupakan orang dekat ADR di Kendari.
"I yang sedang berada di Jakarta saat itu menghubungi S yang sedang berada di rumah dan meminta S untuk menerima kardus berisi uang tersebut. K dan S kemudian mengganti kardus pembungkus uang tersebut dengan kardus lain dan memasukkan kardus berisi uang itu ke dalam kamar I," kata Basaria.
Atas perintah ADR, Basaria mengungkapkan uang tersebut tetap disimpan di dalam kamar I hingga tim menemukannya pada Rabu (7/3) sekitar pukul 11.00 WITA.
"Tim kemudian mengamankan uang pecahan Rp50 ribu senilai total Rp2.789.300.000 tersebut dan sebuah mobil yang digunakan K untuk membawa uang tersebut. Saat ini, mobil disita dan dititipkan di Polda Sultra untuk kebutuhan pembuktian dalam penanganan perkara," ungkap Basaria.
Dalam konferensi pers tersebut, tim KPK juga memperlihatkan barang bukti uang senilai Rp2.789.300.000 yang telah dimasukkan ke dalam troli.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan pihaknya akan mendalami kembali fakta-fakta soal adanya selisih dari uang suap tersebut.
"Jadi, estimasinya waktu itu Rp2,8 miliar setelah kami hitung di depan pihak-pihak yang menguasai uang itu dan setelah dihitung dengan mesin penghitung nilainya memang masih selisih Rp1,7 juta. Ini bisa disebabkan oleh banyak hal karena memang ada perpindahan uang yang sejak awal memang ada beberapa bagian yang kurang lembar-lembarnya atau penyebab-penyebab lain. Fakta-fakta itu tentu akan kami dalami lagi," ucap Febri.***
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018