Sejumlah petani yang ditemui di kawasan pedalaman dan pinggir Jalan Lintas Kalimantan di Kaltara, Sabtu, membantah mereka telah bakar lahan untuk membuka areal pertanian.

Dilaporkan di Tanjung Selor, Sabtu sejumlah petani yang ditemui di pedalaman Sungai Kayan, tempatnya di Desa Antutan Bulungan membantah bakar lahan karena petani membuka lahan dengan menyemprotkan racun rumput (herbisida) dalam membuka lahan.

Sebagian petani menggunakan mandau dan mesin rumput untuk membuka lahan.

Petani tersebut mengakui bahwa sudah beberapa tahun terakhir pihak pemerintah kabupaten sudah mensosialisasikan tentang larangan membuka lahan dengan pembakaran.

Hal senada disampaikan petani di pinggir jalan Lintas Kalimantan antara Tanjung Selor-Pimping.

Tetapi ada beberapa kawasan tampak bekas terbakar, menurut mereka bisa jadi terbakar karena ada warga yang membuat puntung rokok.

Berdasarkan kajian pakar kehutanan, bahwa kawasan hutan sekunder lebih rawan terbakar saat kemarau karena lantai hutan tidak lembab lagi.

Justru lantai hutan yang hanya tinggal semak itu seperti sekam yang menanti pemetik api baik oleh ulah manusia atau secara alami karena gesekan ranting saat kemarau.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kemarin menyatakan hanya ada 12 titik panas (hot spot) di Kaltara sedangkan provinsi lain puluhan hotspot sehingga kabut asap di Kaltara diduga adalah kiriman.

Justru ada tudingan bahwa banyak perusahaan perkebunan membuka lahan (land clearing) dengan pembakaran karena secara ekonomis sangat murah.

Jika membuka lahan secara manual maka butuh dana Rp10 juta per hektare, yakni bayar operator dan sewa alat berat, serta BBM namun dengan pembakaran hanya butuh satu botol minyak tanah.


 

Pewarta: Iskandar Zulkarnaen

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019