Dinas Perhubungan Kota Batam Kepulauan Riau mencatat taksi konvensional dan taksi dalam jaringan, selalu terjadi kegaduhan di tempat-tempat umum hampir setiap pekan.
"Ini bukan kejadian sekali. Sudah berulang kali sejak 2017, sejak dikeluarkan aturan khusus taksi daring. Terjadi kegaduhan hampir tiap pekan," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam, Rustam Efendi di Batam, Kamis.
Kegaduhan antara pengendara taksi itu terjadi di tempat vital seperti bandara dan pelabuhan internasional, sehingga dikhawatirkan dapat mencoreng citra kota tujuan pariwisata itu.
Ia mengatakan Dishub hanya bisa menengahi saja, setiap ada kegaduhan antartaksi. Karena kebijakan mengenai itu menjadi wewenang pemerintah provinsi, bukan pemerintah kota.
Selama ini, Pemkot Batam bersama Polresta Barelang telah berupaya menengahi masalah taksi dengan membuat daftar lokasi yang terlarang bagi taksi daring menjemput penumpang.
Daftar itu disusun berdasarkan kesepakatan bersama berbagai pihak.
"Kemarin dari pihak kami bersama Kapolresta membuat kearifan lokal berupa 'red zone' titik jemput dan antar. Ada 47 titik, misalnya di pelabuhan tidak boleh taksi daring mengambil penumpang," kata dia.
Sayangnya, masih kerap terjadi pelanggaran, sehingga terjadi pertikaian.
Pemkot Batam meminta Pemprov Kepri membuat kebijakan yang lebih formal terkait nasib kedua taksi itu, agar tidak terus bertikai.
"Saya berharap pemprov beri ketegasan. Kami harap ada kebijakan permanen terhadap regulasi taksi," kata dia.
Sementara itu, pengemudi taksi daring, Arya, juga berharap ada ketegasan, demi memberikan rasa nyaman kepada masyarakat yang menggunakan taksi daring.
"Hanya Batam yang mengalami seperti ini. Kasihan penumpang kalau resah terus," kata dia.
Ia mengatakan pihaknya selalu berupaya mematuhi aturan "red zone" dan menghargai tempat pangkalan taksi konvensional.
"Kami juga enggak mengerti masalahnya apa," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019
"Ini bukan kejadian sekali. Sudah berulang kali sejak 2017, sejak dikeluarkan aturan khusus taksi daring. Terjadi kegaduhan hampir tiap pekan," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam, Rustam Efendi di Batam, Kamis.
Kegaduhan antara pengendara taksi itu terjadi di tempat vital seperti bandara dan pelabuhan internasional, sehingga dikhawatirkan dapat mencoreng citra kota tujuan pariwisata itu.
Ia mengatakan Dishub hanya bisa menengahi saja, setiap ada kegaduhan antartaksi. Karena kebijakan mengenai itu menjadi wewenang pemerintah provinsi, bukan pemerintah kota.
Selama ini, Pemkot Batam bersama Polresta Barelang telah berupaya menengahi masalah taksi dengan membuat daftar lokasi yang terlarang bagi taksi daring menjemput penumpang.
Daftar itu disusun berdasarkan kesepakatan bersama berbagai pihak.
"Kemarin dari pihak kami bersama Kapolresta membuat kearifan lokal berupa 'red zone' titik jemput dan antar. Ada 47 titik, misalnya di pelabuhan tidak boleh taksi daring mengambil penumpang," kata dia.
Sayangnya, masih kerap terjadi pelanggaran, sehingga terjadi pertikaian.
Pemkot Batam meminta Pemprov Kepri membuat kebijakan yang lebih formal terkait nasib kedua taksi itu, agar tidak terus bertikai.
"Saya berharap pemprov beri ketegasan. Kami harap ada kebijakan permanen terhadap regulasi taksi," kata dia.
Sementara itu, pengemudi taksi daring, Arya, juga berharap ada ketegasan, demi memberikan rasa nyaman kepada masyarakat yang menggunakan taksi daring.
"Hanya Batam yang mengalami seperti ini. Kasihan penumpang kalau resah terus," kata dia.
Ia mengatakan pihaknya selalu berupaya mematuhi aturan "red zone" dan menghargai tempat pangkalan taksi konvensional.
"Kami juga enggak mengerti masalahnya apa," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019