Tepat setahun lalu, pada Sabtu 21 Oktober 2019, fenomena ekstrem terjadi di langit Kumpeh Kabupaten Muarojambi yang berubah warna menjadi merah jingga akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di sejumlah desa di kawasan itu.

Namun berbeda dengan 22 September 2020 ini, kawasan daerah tersebut tak ada lagi kebakaran hutan dan lahan, sebaliknya lahan di sana kerap basah karena diguyur hujan.

Warga daerah itu yang sempat 'ketar-ketir' kebakaran hutan dan lahan terjadi pada musim kemarau kali ini, sementara ini mereka merasa lega dan aman karena hujan membasuh daerah itu.

Kembali ke pengalaman setahun lalu, penulis saat itu menjadi bagian yang merasakan dan saksi merahnya langit di Kumpeh .

Menggunakan sepeda motor matik kecil, yang dalam beberapa pekan itu menemani perjalanan ke kawasan kebakaran lahan, menyusuri jalan dari Jambi ke Kumpeh hingga ke Desa Puding.

Tepatnya di Desa Puding, Pulau Mentaro dan di Desa Arang-Arang berbaur bersama personel TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni serta relawan yang tengah melakukan upaya pemadaman karhutla.

Hari yang semula terang kendari berasap tebal, mulai pukul 10.00 WIB mulai meredup, dan memasuki pukul 12.00 WIB suasana di daerah itu sudah memerah jingga. Para pengendara menyalakan lampu depan untuk menerangi jalan yang gelap. Warga di sekiar lokasi itupun tidak ada yang beraktifitas di luar dan menyalakan lampu di dalam rumah.

Hal itu berlangsung lebih dari empat jam, tepatnya pukul 16.30 WIB baru kembali terang, berganti ke waktu jelang malam.

Saat itu menganggap warga setempat sudah  biasa  terjadi di daerah kerhutla. Namun ternyata kejadian seperti itu bagi warga juga baru pertama kali terjadi sampai separah itu.

Kebakaran hutan dan lahan di kawasan itu tengah hebat-hebatnya melanda beberapa lahan kosong dan lahan perkebunan sawit di daerah itu. Pembasahan lahan yang dilakukan oleh tim gabungan yang berjibaku sepanjang hari, namun keringnya udara dan hembusan angin kencang memburu daerah panas kobaran api membuat karhutla sulit dihadang.

Konon sejumlah alat berat milik sejumlah perusaahan yang diperbantukan saat itu ikut terbakar, juga sejumlah kendaraan operasional perusahaan perkebunan  juga terbakar dan tak sempat diselamatkan karena, kepulan asap dan api seperti mengejar para personel pemadam kebakaran.

Saya yang saat itu berada di Desa Puding dan ikut masuk ke dalam lokasi kebakaran dengan langit merah jingga. ikut menyaksikan kobaran api yang berwarna keemasan dan merah dibarengi kepulan asap pekat. Suara gemeretak pohon dan sawit yang terbakar berbaur dengan gemuruh kobaran api saat itu.

Diantar oleh petugas BPBD dan Polres Muarojambi, coba memasuki ke dalam jalan kebun sawit yang terbakar tak sampai ke dalam, karena keburu merasakan hembusan hawa panas menerpa wajah dan kejaran asap hitam pekat.

Di tengah kondisi itu, tim pemadam dibantu peralatan alat berat terus menggali kanal, memadamkan api dengan pompa air untuk membasahi lahan agar tidak terbakar api.

Sementara di sisi lain, sejauh mata memandang saat itu areal perkebunan sawit menghitam karena bekas terbakar beberapa hari sebelumnya. Bahkan ruas jalan yang beberapa bagiannya diperkeras dengan kayu gelondongan juga ada yang terbakar.

Sepuluh hari dari kejadian itu, kemudian turun hujan di wilayah Jambi yang cukup intensif sehingga menghentikan kobaran karhutla di sana.

Itu sepenggal pengalaman setahun lalu. Sekali lagi tepat setahun lalu pada saat hebat-hebatnya karhutla membakar kawasan gambut di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muarojambi.


Hujan membasuh

Kondisi itu sangat berbeda dengan Selasa, 22 September 2020, hari ini. Lokasi rawan kebakaran hutan dan lahan di daerah itu kondusif. Guyuran hujan membasuh kawasan Jambi, intensitasnya  sudah sering turun.

BMKG Sultan Thaha Jambi menyebutkan musim kemarau tahun 2020 ini di Jambi termasuk kemarau basah. Artinya hujan sesekali turun, tidak kering seperti tahun lalu. Akhir September 2020 ini merupakan musim perobahan musim dari kemarau ke penghujan.

Sementara itu musim penghujan di Jambi diprakirakan BMKG akan masuk pada dasarian kedua Oktober 2020. Dengan kondisi tersebut maka dipastikan karhutla bisa diminimalisasi.

Meski tahun ini hujan masih kerap membasuh tanah Jambi, namun kesiagaan Satgas Karhutla di Provinsi Jambi tetap maksimal. Pemprop Jambi, Polda Jambi, Korem 042/Gapu serta perusahaan perkebunan di daerah itu sinergi untuk melakukan antisipasi.

Polda Jambi telah mengembangkan aplikasi 'Asap Digital' untuk melakukan deteksi karhutla mendeteksi titik api, disamping dukungan satelit SUOMI NPP dan Terra Aqua dari BMKG serta Lapan. Aplikasi Asap Digital didukung dan sinergi dengan infrastruktur tower dari Telkomsel Indonesia yang membangun tower di sejumlah titik rawan karhutla khususnya di kawasan lahan gambut.

Sementara BPBD Provinsi Jambi juga mendapat bantuan dua unit helikopter water boombing yang didatangkan dari Jakarta. Selain itu sejumlah perusahaan perkebunan besar di Jambi juga memiliki helikopter sejenis.

Dua helikopter water bombing dalam beberapa pekan terakhir memang hilir mudik melakukan ratusan kali pengeboman air di lokasi titik panas, sehingga kebakaran bisa diantisipasi. Salah satunya sinergi yang difasilitasi Asap Digital yang pusat komandonya di Mapolda Jambi.

Di sisi lain, patroli karhutla ke sejumlah lokasi hutan dan kawasan rawan juga dilakukan tim gabungan yang dilakukan secara intensif oleh TNI, Polri, BPBD dan Manggala Agni sebagai leader di lapanga, bersinergi dengan berbagai program desa hutan dari warga dan perusahaan perkebunan.

Seiring hujan di Jambi, helikopter itupun tidak terlalu sering mengudara karena lahan sudah terbasahi secara alami.

Namun terlepas dari fenomena karhutla yang lebih kondusif pada tahun 2020, tahun inipun masyarakat Jambi tetap harus bermasker. Bila setahun lalu masker digunakan untuk mencegah hirupan asap dan debu karhutla, pada tahun 2020 ini masyarakat wajib memakai masker untuk mencegah penularan virus COVID-19 yang tengah melanda dunia, termasuk di Indonesia.

Semoga langit merah jingga dan jerebu asap karhutla 2019 tidak terulang lagi, serta pandemi COVID-19 segera berakhir sehingga warga tidak perlu lagi mengenakan masker.

Bila tahun lalu cukup pakai masker saat ke luar rumah, sekarang harus bermasker dan disiplin menerapkan protokol kesehatan yakni cuci tangan sesering mungkin, jaga jarak serta mengurangi aktifitas di keramaian untuk mencegah penularan virus itu.













 

Pewarta: Syarif

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020