Situasi tenang mewarnai DKI Jakarta dan sekitarnya dengan cuaca cerah di Sabtu pagi dan hujan pada siang hari sontak pecah setelah muncul informasi hilangnya salah satu pesawat yang dioperasikan PT Sriwijaya Air.

Informasi ini cepat sekali menyebar melalui beragam platform komunikasi mengalahkan semua isu terutama wabah virus corona dan vaksin. Rencana Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan perpanjangan PSBB di Ibu Kota juga teralihkan sejenak.

Semua pandangan publik terarah kepada hilangnya pesawat komersial itu. Di sisi lain, pengerahan seluruh sumber daya sedang dilakukan untuk menemukannya.



Di tengah rasa ingin tahu publik, Kementerian Perhubungan segera menyampaikan informasi yang membenarkan bahwa pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak (Kalimantan Barat) dengan nomor penerbangan SJ 182 hilang kontak pada Sabtu (9/10) pukul 14.40 WIB.

“Telah terjadi ‘lost contact’ pesawat udara Sriwijaya rute Jakarta-Pontianak dengan ‘call sign’ SJ 182. Terakhir terjadi kontak pada pukul 14.40 WIB,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto kepada ANTARA di Jakarta.
 
Petugas menunjukkan kabel dan serpihan yang diduga milik pesawat Sriwijaya Air di Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021). ANTARA/HO-Aspri.


Keberadaan pesawat itu tengah dalam investigasi dan pencarian oleh Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Koordinasi langsung dilakukan dengan berbagai pihak, baik Kepolisian, TNI maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pesawat bernomor registrasi PK CLC jenis Boeing 737-500 itu hilang kontak pada posisi 11 nautical mile di utara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, setelah melewati ketinggian 11.000 kaki dan pada saat menambah ketinggian di 13.000 kaki.

Kepulauan Seribu
Berdasarkan informasi dari Basarnas, pesawat itu hilang kontak di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu. Setelah diidentifikasi, tim penyelamat langsung dikirim ke lokasi itu.

Bupati Kepulauan Seribu Junaedi menyebutkan ada pesawat jatuh di perairan sekitar Pulau Laki, Kelurahan Pulau Tidung, Kepulauan Seribu Selatan pada Sabtu.

Info itu diperoleh dari nelayan bubu yang melihat ada benda jatuh di laut sekitar perairan Pulau Lancang dan Pulau Laki. Getaran jatuhnya pesawat sampai ke permukiman Pulau Lancang.

Junaedi menerima informasi dugaan pesawat jatuh sekitar pukul 14.30 WIB. Selanjutnya tim gabungan dari aparatur Kelurahan Pulau Pari, Banbinsa, Damkar, Satpol tim SAR dibantu nelayan menyisir sekitar Pulau Lancang dan Pulau Laki.

Lurah Pulau Pari, Mahtum menyampaikan informasi lebih rinci lagi. Tim gabungan sudah menemukan serpihan pesawat yang jatuh di perairan Pulau Laki.



Tim gabungan masih melakukan pencarian korban penumpang. Bahkan pencarian terus dilakukan hingga malam hari meski banyak kendala, baik fisibilitas maupun cuaca.

Ke Laut
Jatuhnya pesawat di laut di Indonesia dan terjadi pada momentum pergantian tahun mengingatkan publik akan peristiwa serupa beberapa tahun lalu. Dalam dua dekade terakhir, tiga pesawat komersial jatuh ke laut, satu di antara terjadi pada awal tahun, satu di akhir tahun dan satu menjelang akhir tahun.

Pertama, pesawat Boeing 737-400 milik maskapai AdamAir hilang kontak saat berada di atas perairan antara Majene (Sulawesi Barat) dan Kalimantan pada Senin (1/1/2007). Pesawat yang membawa 96 penumpang dan enam kru itu terbang dari Surabaya menuju Manado (Sulawesi Utara).

Pencarian intensif hingga melibatkan sejumlah KRI, sejumlah helikopter Basarna dan kapal Marry Sears dari Amerika Serikat (AS) serta kapal pencari negara lain termasuk dari Singapura. Akhirnya ditemukan puing dan serpihan pesawat.

Sedangkan kotak hitam (black box) dan "Flight Data Recorder" serta "Voice Data Recorder" (FDR/VDR) baru ditemukan pada 27 Agustus 2007. Benda itu ditemukan di kedalaman 1.800 meter dan 2.000 meter dengan posisi koordinat 03.41.0359 derajat Lintang Selatan dan 118.08.8592 derajat Bujur Timur.

Kedua, pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura jatuh di perairan Selat Karimata, Belitung Timur, pada Ahad (28/12/2014). Tak ada yang selamat tetapi tim gabungan menemukan serpihan dan jasad korban.



Ketiga, pesawat Lion Air JT 610 jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada 26 Oktober 2018. Pesawat nahas tersebut terbang dari Jakarta menuju Pangkal Pinang (Kepulauan Bangka Belitung).

Menunggu Keajaiban
Jatuhnya pesawat di laut kali ini menjadi lembaran pada catatan dunia penerbangan nasional dan internasional memasuki Tahun Baru 2021. Musibah ini terjadi di tengah wabah virus corona (COVID-19) yang sedang naik jumlah korbannya dengan angka di atas 10 ribu dalam dua hari terakhir.
 

Juga terjadi di saat musim hujan sedang meniti tangga puncak curah hujan. Curah hujan yang tinggi menimbulkan ancaman musibah banjir di sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah beberapa kali menyampaikan informasi bahwa musim hujan ini diiringi "La Nina". Dengan "La Nina", musim hujan diwarnai curah hujan yang tinggi sehingga potensial menimbulkan banjir.

Musibah lainnya seperti angin kencang (puting beliung) dan longsor juga patut menjadi perhatian. Musim hujan kali ini juga diwarnai meletusnya Gunung Merapi.

Dalam situasi yang diliputi bencana itulah, SJ 182 hilang kontak. Pencarian oleh tim gabungan akan membuktikan benarkah serpihan di perairan sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang itu puing Sriwijaya Air SJ 182?

Kalau bukan, kemana pesawat itu? Semua akan terjawab dari pencarian oleh tim gabungan.

Kalau bicara keajaiban, maka kejadian pesawat "nyasar" pernah terjadi ketika Adam Air tujuan Makassar (Sulawesi Selatan) mendarat Bandara Tambolaka di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 11 Februari 2006.

Karena itu, kepastian akan diperoleh jika beragam barang penumpang dan sisa badan pesawat serta kotak hitam--yang berwarna orange--telah ditemukan. Selama sisa-sisa properti belum lengkap, masih ada kemungkinan lain kendati kemungkinan itu kecil dan lebih pada faktor keajaiban.

Itulah sebabnya--demi kemanusiaan serta menjaga perasaan keluarga penumpang dan kru--alangkah baiknya semua pihak menahan diri dulu dengan tidak terburu-buru menyimpulkan. Itu karena ada kemungkinan lain kendati kecil dan keluarga penumpang serta kru tentu sedang berharap ada keajaiban.



Mengedepankan perasaan keluarga korban adalah bagian dari empati serta simpati yang perlu terus diwujudkan di tengah beragam musibah dan bencana alam maupun bencana non alam.

Dalam pusaran musibah dan bencana, siapa saja bisa menjadi korban. Karena itu, semua perlu waspada, mawas diri dan menahan diri karena pergantian tahun sering diwarnai bencana serta musibah.

Pewarta: Sri Muryono

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021