Memasuki sepekan bencana tanah longsor di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, akibat siklon tropis Seroja, hingga Ahad (11/4), upaya pencarian terhadap sisa korban yang hilang masih terus berlanjut.
Ada tiga desa yang porak poranda di Kecamatan Ile Ape Timur, tepatnya di Desa Waimatan, Desa Lamawolo, dan Lamagute yang dihubungkan oleh Jalan Trans Lembata di lereng gunung.
Camat Ile Ape Timur, Niko Watun, mengonfirmasi tidak kurang dari 300 penduduk setempat diungsikan setelah sebagian besar rumah mereka rusak diterjang tanah bercampur lahar dingin yang rontok dari atas bukit.
Sebanyak 108 unit rumah rusak dilaporkan berada di Desa Lamawolo dan 29 rumah di Desa Waiwatan. Sedangkan di Lamagute hanya sebagian kecil yang rusak ringan.
"Yang paling parah di Desa Waiwatan, bangunan rumahnya memang sedikit tapi korbannya paling banyak. Saat ini sudah 18 dari total 26 penduduk yang sebelumnya hilang, telah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Sisanya masih dicari," kata Niko.
Tiga penduduk yang dilaporkan meninggal dunia lainnya ada di Desa Lamawolo. Sementara di Lamagute dilaporkan nihil.
Sebagian besar penduduk masih menempati bangunan pengungsian di kantor-kantor kecamatan serta bangunan sekolah di lokasi aman.
Baca juga: Sita memburu jasad korban bencana di daerah longsor Lembata
Baca juga: 18 dari 26 penduduk lereng gunung Ile Ape ditemukan meninggal
Karakteristik wilayah
Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata berjarak kurang dari satu jam perjalanan bila ditempuh menggunakan transportasi kapal cepat dari Dermaga Waiwerang Kota, Kabupaten Flores Timur menuju Pelabuhan Lembata.
Kapal melakukan perjalanan membelah selat Gunung Api Ile Boleng yang terkenal rawan terjadi kecelakaan saat melintasi di area arus Watowoko.
Kesaksian beberapa nelayan menyebutkan bahwa Watowako adalah pusaran air di permukaan laut yang muncul di antara dua gunung api, Ile Boleng dan Ile Ape. "Banyak juga korbannya. Kapal disedot ke dalam laut dan tidak ada bekasnya. Karena di dasar itu ada semacam lubang dari Gunung Ile Boleng yang menyedot air laut," kata warga Adonara Timur, Hamid (41).
Perjalanan darat dari Pelabuhan Lembata sampai ke Kecamatan Ile Ape Timur ditempuh sekitar 1 jam dari pusat kota di Kelurahan Lewoleba Timur.
Permukiman penduduk di tiga desa terdampak bencana berada di lereng bukit kaki Gunung Api Ile Ape yang tersusun pada struktur konstruksi terasering di sejumlah lereng bukit dekat pantai.
Akses Jalan Trans Lembata di beberapa titik bencana longsor tampak mengalami kerusakan akibat tertimpa batu dan tertutup tanah. Terparah berada di Waimatan.
Tanah longsor mengubur rumah penduduk setebal lebih kurang tiga sampai enam meter di sisi tikungan jalan yang membentuk lembah. Area longsor diperkirakan mencapai luas lapangan bola.
Sebagian material bangunan warga sampai terhempas ke lereng bukit, sebagian besar lainnya tertimbun tanah menyisakan atap dan tembok yang hancur.
Waimatan berada pada dataran yang cukup tinggi, sehingga menjadikan perkampungan penduduk setempat sebagai kawasan desa tadah hujan.
Konstruksi atap rumah didesain menampung curah hujan yang dialirkan menuju ke bak penampungan. Bila dilanda kemarau, warga sekitar mengandalkan air bersih dari olahan laut yang ada di perbatasan kota.
Sulit bagi pendatang untuk memperoleh sambungan internet di perkampungan nelayan itu. Penduduk Waimatan mengandalkan sinyal ponsel lewat alat khusus yang disediakan PT Telkom.
Baca juga: Kepala Basarnas pantau pencarian korban banjir lahar hujan di Lembata
Baca juga: Presiden Jokowi Shalat Jumat di Masjid Babul Jannah Lembata NTT
Bencana alam
Yeremias Patong (19), masih mengingat betapa mengerikan bencana tanah longsor yang melanda Waiwatan pada Ahad (4/4) sekitar pukul 01.30 WITa.
"Saat itu kami baru saja merayakan malam Paskah dari kampung sebelah sekitar jam 19.00 sampai 21.00 Wita. Tiba-tiba dengar suara gemuruh dari gunung," katanya.
Saat itu sebagian penduduk sudah dalam posisi siaga, sebab Camat Niko sudah lebih dulu menyebar peringatan dini ancaman tanah longsor lewat WhatsApp Group masing-masing penduduk desa.
"Berhubung curah hujan dan angin nonstop, maka disampaikan kepada para kades untuk tetap imbau warga berhati-hati di jalan serta dilarang melaut dan warga di dekat area kali disarankan mengungsi ke tempat aman menjaga ada banjir lahar dingin dari gunung," demikian peringatan dini yang disampaikan camat setempat.
Yeremia membenarkan bahwa mayoritas penduduk Waimatan memilih tetap berada di rumah sebab perkampungan mereka tidak berada di jalur sungai maupun kawasan rawan longsor.
"Kami tetap tidur di rumah. Satu kampung ini semuanya saudara saya. Ada paman dan bibi juga," kata Yeremias.
Menurut dia, bencana itu berlangsung dalam hitungan detik. Tidak ada peluang bagi mereka yang tidur untuk menyelamatkan diri.
Beruntung pelajar SMA itu lebih dulu berlari dari atap ke atap rumah tetangganya hingga sampai di lereng bukit yang dirasa aman.
"Saat itu desa kami sunyi. Cuma suara gemuruh saja. Tidak saya dengar keluarga saya yang minta tolong. Mereka seperti dikubur begitu saja," katanya.
Jalan Trans Lembata sepanjang 200 meter ambruk menimpa bangunan penduduk. Akses jalan ditutup bagi seluruh aktivitas perjalanan.
Saat ini sebanyak 18 penduduk yang ditemukan meninggal telah bersemayam di pusara massal Tempat Pemakaman Umum (TPU) Wangatoa yang berada di perbatasan kota Lembata.*
Baca juga: Korps Marinir TNI AL dirikan posko kesehatan di Lewoleba Lembata
Baca juga: Anjing pelacak dukung pencarian korban bencana di Adonara dan Lembata
Oleh Andi Firdaus
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021