Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPA) mendorong agar siswi di Bengkulu yang dikeluarkan dari sekolah terkait video Palestina agar mendapatkan konseling serta tidak dikeluarkan dari sekolah.
Retno mengatakan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah telah melanggar hak asasinya untuk memperoleh pendidikan, apalagi mengingat kasus yang viral menimbulkan potensi akan sulit diterima di sekolah lain. Oleh karena itu untuk memenuhi hak atas pendidikannya maka, KPAI mendorong Dinas Pendidikan memenuhi hak siswi tersebut.
Baca juga: KPAI: Siswi Bengkulu pembuat video Palestina kehilangan hak pendidikan
KPAI sendiri telah berkoordinasi dengan Pemberdayaan Perempuan Pelindungan Anak Bengkulu dan mendapatkan informasi bahwa siswi itu telah berusia 19 tahun sehingga KPAI tidak memiliki kewenangan atas kasus tersebut. Kewenangan KPAI adalah mereka yang berusia anak atau dalam rentang usia sampai 18 tahun.
Namun demikian, Retno menegaskan KPAI berkonsentrasi dengan pemenuhan hak atas pendidikan karena status MS yang seorang pelajar.
Dia mengatakan bahwa sanksi terhadap siswi itu seharusnya bukan dikeluarkan, mengingat MS telah meminta maaf, mengakui kesalahannya, dan menyesali perbuatannya. Jadi seharusnya siswi itu diberi kesempatan memperbaiki diri karena masa depannya masih panjang.
"KPAI juga memperoleh informasi bahwa MS mengalami masalah psikologis akibat dampak dia dikeluarkan oleh pihak sekolah, bahkan takut bertemu orang lain. Oleh karena itu, KPAI mendorong MS dibantu konseling oleh UPTD P2TP2A agar mendapatkan rehabilitasi psikologis," ujarnya.
Dalam keterangannya, Retno mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Komnas Perempuan untuk mendorong pemenuhan hak pendidikan atas siswi itu. Dia berharap kasus itu menjadi pembelajaran bagi orang tua yang diharapkan dapat mengedukasi dan mengawasi penggunaan media sosial anak.
Baca juga: Gubernur Bengkulu minta siswi yang hina Palestina harus tetap sekolah
Baca juga: Polisi minta setop perundungan terhadap siswi yang hina Palestina
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021