Direktur Eksekutif Institute For Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai upaya penyisiran pelanggan listrik rumah tangga 450 VA yang akan dilakukan pemerintah merupakan langkah awal guna mewujudkan penyaluran subsidi yang tepat sasaran.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk menyisir data penerima subsidi listrik pelanggan golongan 450 VA. Pasalnya, pelanggan kurang mampu yang menerima subsidi listrik selama ini dinilai belum akurat.
Tercatat pelanggan golongan daya 450 VA mencapai 24,49 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 9,3 juta pelanggan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sementara sisa 15,19 juta pelanggan tidak masuk dalam DTKS.
Kendati demikian, opsi tersebut masih dikaji dan didiskusikan pemerintah dengan Komisi VII DPR RI.
Menurut Fabby, penyisiran data pelanggan memang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan untuk pelanggan 900 VA beberapa tahun lalu.
Ia menambahkan, tarif listrik golongan 450 VA juga tidak pernah naik sejak bertahun-tahun lalu. Sementara jumlah pelanggannya pun cukup tinggi, mencapai 24 juta.
"24 juta itu sekitar 30 persen dari total pelanggan rumah tangga PLN, mungkin lebih. Maka, memang perlu dilakukan rasionalisasi," katanya.
Fabby menuturkan, selain soal golongan penerima, rasionalisasi juga meliputi soal tarif. Menurut dia, perlu dilihat apakah tarif yang diberlakukan untuk golongan rumah tangga saat ini masih layak atau tidak secara keekonomian.
Saat ini tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga 450 VA yakni sebesar Rp415/kWh.
"Tarif Rp400 per kWh itu jauh lebih murah dari gorengan, padahal dampak 1 kWh listrik itu luar biasa, bisa menjalankan handphone (ponsel) berjam-jam sementara harganya lebih murah dari gorengan," katanya.
Namun, meski perlu ada penyesuaian tarif, Fabby mengingatkan, penetapan tarifnya tetap harus memperhatikan beban yang harus dikeluarkan masyarakat kategori miskin.
"Jadi menurut saya, sudah saatnya melakukan penyesuaian tarif untuk 450 VA tapi memang harus dihitung karena masyarakat miskin itu penghasilannya rendah, tidak stabil, beban yang lain juga meningkat. Maka pemerintah perlu berhati-hati dalam memutuskan hal tersebut," pungkas Fabby.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021