Siang itu seluruh hadirin tertegun melihat paparan dari periset asal UI, Candra Kirana. Dengan dialeknya yang tenang dan berisi, dia memaparkan keunikan 1 desa di ujung Kabupaten Merangin. Bukan tentang siapa nama kadesnya, camatnya ataupun bupatinya yang dia ceritakan. Dia menceritakan  keseharian warga salah satu desa di pelosok Kabupaten Merangin yang membuatnya sangat terkesan bukan kepalang. Bersama tim kecil, Candra Kirana pun akhirnya memutuskan diri untuk melakukan riset yang mendalam selama 3 tahun belakangan. Hasilnya, ada ilmu kuno yang mengajarkan bagaimana hidup berdampingan alam. Melalui tangan dinginnya, Batang Terendam dari Merangin tersebut mulai bisa diterjemahkan secara ilmiah.

Selasa siang (19/4), Pusat Studi Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah (PS PPKD) Universitas Jambi menggelar kegiatan Workshop Penelitian pada salah satu Hotel di bilangan Kebun Jeruk, Kota Jambi. Hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Rektor Perencanaan Kerjasama dan Sistem Informasi, Prof. Dr. rer.nat. Rayandra Asyhar, M.Si, Ketua LPPM Universitas Jambi Dr. Ade Oktavia MM, Perwakilan dari 13 Pusat Studi di Universitas Jambi, Delegasi Pemerintah Provinsi Jambi serta NGO riset lingkungan dan humaniora. Adapun secara daring workshop juga diikuti puluhan peserta dari dalam dan luar negeri.

Selama 2 jam digelar, terdapat 2 judul kajian yang menjadi topik utama yaitu Returning Ecological Balance in Traditional Agroforest Economies, Harnessing Local Wisdom, Digitalization and Big Data: Case Study on Village Forest Landscape in Merangin District, Jambi Province, Indonesia. Topik pertama ini dikupas langsung oleh Candra Kirana, Dosen UI sekaligus pimpinan Sekar Kawung Fondation dan turut dibantu dalam paparan oleh Dr.Muhammad Riswansyah, Koordinator PS PPKD.

Sedangkan judul yang kedua, adalah How to Build International Research and Collaboration Connection. Adapun judul kedua ini dikupas oleh Dr. Moch. Indrawan. Saat ini beliau merupakan Research Saintist on Reseach Center for Climate Change, University of Indonesia

Secara umum, Workshop digelar dengan latar belakang kompleksitas pembangunan ekonomi yang dewasa ini memiliki banyak implikasi lain yang juga tak bisa dianggap kecil dampaknya. Lebih lanjut, kontradiksi antara pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara dan swasta hampir tak bisa terpisahkan dengan isu rusak-nya lahan, kemiskinan masyarakat setempat serta konflik tenurial. 

Di sisi lain, ada masyarakat adat yang sedari dulu telah hidup berdampingan dengan alam, kian kemari juga mulai terkikis karena persoalan ekonomi. Candra Kirana dan tim pun berusaha menyelami kembali kearifan lokal yang pernah ada disana, dimana para nenek moyang mereka secara turun temurun mengelola hutan adat yang ada di desa mereka. Dari sana mereka bisa beradaptasi dengan banyaknya stok tumbuhan pangan yang melimpah.

"Kita menggunakan metode penelitian dan pengembangan secara partisipatif lapangan. Kita ikut serta dengan kehidupan masyarakat disana dan menghubungkan dengan konsep-konsep pengetahuan sains yang kita miliki," kata Candra Kirana.

Metode tersebut biasa dikenal dengan metode PAR (Participatory Action Research), menghubungkan antara data yang di himpun, value masyarakat, sejarah, budaya dan keilmuan modern. Hasilnya, mereka punya local wisdom yang sudah paten. 

Melalui cerita dan seloko adat, mereka menyalurkan konsep-konsep hidup dengan terus menjaga alam. Mana pohon yang boleh dan tidak ditebang, serta sederet  cara-cara adat seperti waktu tanam, ritual dan nilai-nilai hikmah yang membuat alam tetap lestari dan mereka hidup sejahtera. Tugas dari periset adalah memberikan value chain agar mereka tetap bisa hidup menjaga alam namun terus sejahtera dengan menghasilkan produk-produk terbaik dari alam yang mereka jaga. Adat mereka wajib dijaga baik-baik.

"Hanya mereka yang  bisa menjaga alam, kita wajib banyak belajar dari mereka," ungkap Candra Kirana. 

Adapun pada Dr.Moch Indrawan lebih menekankan tentang kolaborasi riset. Menurutnya, banyak sekali peluang-peluang funding riset yang bisa membantu para akademisi dan ilmuan di tanah air dalam memecahkan masalah melalui pendekatan riset baik dalam negeri maupun dunia internasional.

Riset tentang local wisdom dari Merangin tersebut belum usai. Riset direncanakan akan terus berlangsung hingga 2024, seiring dengan banyaknya data yang harus digali sedetil mungkin dan sekomplit mungkin.

Salah satu peserta yang juga koordinator pusat studi hukum Universitas Jambi, Dr. Dony Yusra juga menyimpulkan urgensi hukum adat yang harus kian diperkuat untuk masalah lingkungan ini.

"Terbukti yang mampu menjaga alam (hutan) adalah hukum adat dan orang-orang adat itu sendiri. hukum positif tidak sanggup untuk menjaganya," pungkas Dony yang makin yakin tentang tesisnya untuk memperkuat keberadaan hukum adat.

Pewarta: Muhammad Hanapi

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022