Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengantisipasi potensi peningkatan peredaran gelap narkoba pada masa kegelapan ekonomi (resesi) yang diprediksi terjadi di pertengahan tahun depan.

Menurut Brigjen Pol Krisno H Siregar, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, di Jakarta, Kamis, saat dunia mengalami resesi tidak memberikan pengaruh apa pun terhadap bisnis gelap narkoba justru diprediksi tetap meningkat.

“Jadi bisnis narkoba itu kalau kami melihat saat COVID-19 saja tidak turun, resesi tidak turun. Artinya tidak berpengaruh kalau terjadi COVID-19 dan resesi,” ujar Krisno.

Berdasarkan hasil pengungkapan yang dilakukan Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, dan pengamatan di luar negeri, produksi narkoba tetap banyak dari negara sumbernya. Sementara di Indonesia masih banyak terjadi peredaran gelap dan penyalahguna narkoba dikarenakan tingkat prevalensi yang tinggi.

“Jadi sejatinya tingkat potensi penyalahguna itu harus diturunkan,” kata Krisno.

Hal ini, kata Krisno, menjadi ancaman saat perekonomian melambat, daya beli masyarakat turun, berpotensi terjadi tingkat kriminalitas. Berkaca pada saat COVID-19 terjadi, berdasarkan data pengungkapan tindak pidana narkoba tahun 2019-2020 mengalami peningkatan dari sisi jumlah barang bukti dan juga tersangka. Begitu juga di tahun 2021-2022 yang masih diwarnai pandemi COVID-19, angka pengungkapan masih tinggi.

Berdasarkan data operasi gabungan yang dilakukan oleh Dittipidnarkoba Bareskrim Polri dan Bea Cukai, sepanjang 2022 sampai 8 Oktober telah dilakukan pengungkapan narkoba sebanyak 4,8 ton dengan penindakan sebanyak 746 penindakan dan tersangka 336 orang. Capaian ini sudah di atas capaian tahun 2021 hingga akhir Desember sebanyak 4,5 ton.

Data tahun 2020-2021 disebutkan pengungkapan kasus narkoba menurun secara kuantitas, tetapi meningkat secara kualitas, tercatat ada 127 kasus pengungkapan dengan tersangka 233 orang, sedangkan tahun 2020 sebanyak 104 kasus dengan 228 tersangka.

Sementara itu, untuk jenis narkotika pertama yang paling banyak disita yakni sabu-sabu. Terjadi peningkatan jumlah barang bukti sabu-sabu yang disita, tahun 2020 sebanyak 627.977,20 gram, sedangkan pada tahun 2021 sebanyak 1.674.951,48 gram. Terjadi kenaikan 166 persen.

Kemudian narkotika jenis ganja, tahun 2021 disita sebanyak 799.166,40 gram, naik sebesar 124 persen dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebanyak 357.214,56 gram.

Posisi ketiga jumlah barang bukti yang meningkat, obat keras, tahun 2020 sebanyak 1.704 butir, tahun 2021 melonjak tajam menjadi 48.188.000 butir.

“Kalau prediksinya harusnya jika berbanding lurus resesi dengan tidak mampu orang memberi saya tidak bisa nyatakan. Yang bisa saya katakan apa yang telah terungkap bahwa COVID-19 tidak berpengaruh, tentunya perputaran uang seharusnya di masa COVID itu terganggu juga, nyatanya malah meningkat, ini anomali,” katanya lagi.

Krisno mengatakan Dittipidnarkoba Bareskrim Polri selalu bersiap siaga dalam mengantisipasi ancaman tersebut sesuai perintah Kapolri untuk melakukan prediktif.

Sikap prediktif itu, kata dia, tidak seperti pemadam kebakaran. Penyidik Polri bermain di hulu dengan memaksimalkan peran intelijen.

“Jadi prediktif itu adalah sebelum (narkoba) menyebar kami sudah menghantamnya di pintu-pintu masuk tadi (pelabuhan/perairan). Kalau sudah menyebar, nanti kami bisa berbuat (operasi) seperti yang kami lakukan di Bandung (menyasar tempat peredaran) itu,” katanya pula.

Upaya lainnya, kata Krisno, adalah bukan dengan penegakan hukum saja yang diutamakan, tetapi strateginya adalah membuat daya tangkal atau pencegahan. Mereka yang terlibat penyalahguna atau pencandu diobati, dan diseminasi informasi bahaya narkoba.

“Kalau cuma tangkap-tangkap gini upaya pencegahan tidak dilakukan melalui penyebaran atau diseminasi informasi bahaya narkoba. Kalau yang sakit (pencandu) tidak disembuhkan itu sia-sia,” ujarnya pula.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022