Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla mengatakan sebagian besar masyarakat Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina supaya dapat merasakan kebahagiaan ketika berkunjung ke negara tersebut.
JK mengatakan hal itu di hadapan Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Ibrahim Shtayyeh dalam acara ramah tamah memperingati 33 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Palestina di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (25/10) malam.
Dalam acara tersebut, JK juga menyampaikan harapannya agar perundingan perdamaian di Palestina berjalan lancar dan sukses karena perdamaian merupakan kunci utama untuk mencapai kemerdekaan di negara itu.
"Ketika saya masih muda, banyak demonstrasi mendukung kemerdekaan Palestina. Tapi, kita harus pelajari lagi bahwa tidak butuh demonstrasi untuk merdeka, tapi perlu solusi perdamaian untuk itu," tegasnya.
Dia mengatakan masyarakat Indonesia tidak mempermasalahkan jika Palestina merdeka. Kemerdekaan itu merupakan hasil dari usaha yang dilakukan rakyat Palestina. JK juga menambahkan bahwa tanpa kepala negara, maka pemerintahan akan berjalan kurang baik.
Turut hadir dalam acara ramah tamah tersebut, yaitu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, mantan menteri Luar Negeri Alwi Abdurrahman Shihab, serta aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid.
Shtayyeh melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Indonesia setelah dirinya dilantik sebagai perdana menteri.
Sebelumnya, dalam pernyataan pers di Jakarta, Selasa (25/10), Shtayyeh berharap Indonesia tidak menjadi mediator dalam konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel. Shtayyeh yakin Indonesia berada di pihak Palestina.
"Apa yang kami butuhkan dari Indonesia bukanlah menjadi mediator, dan Indonesia tidak akan menjadi mediator karena Indonesia berada di pihak Palestina," kata Shtayyeh.
Indonesia selalu berpihak pada perdamaian dan keadilan bagi Palestina, katanya. Sehingga, Indonesia selalu mendukung hak-hak rakyat Palestina untuk memiliki negaranya sendiri dan agar Palestina diakui sebagai negara berdaulat sesuai perjanjian perbatasan 1967.
Shtayyeh menegaskan bahwa masalah utama dalam konflik kedua negara tersebut bukan tentang mediasi, melainkan niat Israel yang tidak ingin mengakhiri pendudukan ilegal atas Palestina.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2022