Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia, M. Jusuf Kalla, diundang khusus oleh Kementerian Luar Negeri Finlandia, untuk berkunjung (bernostalgia) ke Koningstedtin, Kartano, tempat dilakukannya negosiasi damai Aceh 18 tahun silam (2005).
Bersama Hamid Awaludin (ketua delegasi pemerintah RI) dan Malik Machmud (ketua delegasi GAM) dalam perundingan negosiasi damai Aceh, Jusuf Kalla menyaksikan ruang-ruang yang dipakai selama perundingan. Mulai ruang utama tempat perundingan utama, ruang istirahat masing-masing delegasi, ruang makan, dapur, ruang lobi hingga halaman yang berhutan lebat, tempat Hamid Awaludin berjalan seorang diri, melaporkan segala perkembangan negosiasi ke Jusuf Kalla di Jakarta.
Di hutan-hutan bawah pohon itulah Pak Hamid selalu berjalan mondar mandir, menelepon Pak Jusuf Kalla. "Saya hanya menyaksikannya dari jauh," kata Malik Mahmud.
Selain itu, di belakang gedung tersebut, ada kali kecil yang mengalirkan air yang sangat jernih. "Di pinggir kali itulah saya selalu berjalan bersama Malik Machmud, untuk memecahkan kebuntuan dalam perundingan di ruangan. Mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari, selaku mediator dalam perundingan damai Aceh, duduk di teras belakang, menyaksikan kami berdua berjalan mondar mandir di tepi kali," kata Hamid Awaludin.
Begitu perundingan alot dalam ruangan, Ahtisaari selalu menyela dengan kalimat: “Barangkali Pak Hamid dan Pak Malik membutuhkan udara segar di luar ruangan. Ada baiknya kedua pimpinan delegasi meregangkan otot-otot kaki mereka di luar.”
"Ini adalah tanda dan taktik Ahtisaari untuk mencairkan suasana dengan cara meminta kami berdua saling melobi di luar ruangan," papar Hamid.
Taktik tersebut sangat mujarab. Segala yang membatu dalam ruangan, bisa cair seketika, tutur Hamid lagi.
Kepada petugas kementerian Luar Negeri Finlandia yang mengantar rombongan Jusuf Kalla, Hamid menjelaskan sangat detail mengenai ruangan-ruangan yang sangat bersejarah dan menyentuh hatinya selama kunjungan.
Hamid mampu mengulas balik ruangan, tempat Ahtisaari selalu memintanya bertemu hanya berdua, mengatur strategi pembicaraan dalam ruang negosiasi. Ahtisaari acapkali tiba-tiba menghentikan percakapan dalam ruangan dengan mengatakan: “Barangkali Pak Hamid butuh minum teh kesukaannya, Earl Grey. Saya tidak boleh melarang keinginan seseorang untuk menikmati kesenangannya. Apalagi Pak Hamid adalah Menteri Hak Asasi Manusia. Ayo kita minum teh berdua di ruangan saya,” kata Hamid.
Ahtisaari sangat memahami kesenangan saya, minum teh Earl Grey. Makanya, Ahtisaari memesan khusus teh tersebut untuk stok selama perundingan tujuh bulan tersebut, kata Hamid lagi.
Jusuf Kalla pun menuturkan pengalamannya selama perundingan berlangsung. “Saya jarang sekali bisa tertidur pulas selama tujuh bulan. Masalahnya, laporan Hamid dari gedung ini, kan sore hari, sementara ada perbedaan waktu enam jam antara Jakarta dan Helsinki. Pokoknya, kalau sudah dini hari waktu Jakarta, telepon saya berdering, itu berarti laporan penting datang dari Hamid, papar Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla juga mengisahkan bahwa sebenarnya, setiap pembicaraan di ruang sidang utama, ia ikuti secara saksama karena Hamid selalu membuka teleponnya. Tidak ada yang saya tidak ketahui, kata Jusuf Kalla.
Tatkala berada di teras belakang gedung, Hamid menunjuk ke arah sebuah pohon besar. “Di bawah pohon itulah saya bertiga dengan Malik Machmud dan Zaini Abdullah. Pak Malik tiba-tiba bertanya ke saya, berapa anak saya. Saya jawab, ada dua. Pak Malik menimpali bahwa dia sangat kangen bertemu putranya yang tinggal di Singapura. Maklum, Pak Malik tidak bisa masuk ke Singapura karena konflik Aceh. Pak Malik melanjutkan pembicaraan dengan mengatakan kepada saya, saya akan bertemu putra saya dalam waktu dekat ya Pak Hamid. Ini semua tergantung pada Pak Hamid. Tak lama kemudian, Pak Malik menoleh ke belakang lalu merogoh sakunya, mengeluarkan sapu tangan, mengusap air matanya yang mulai meleleh, lalu berkata, saya kangen pulang ke Aceh Pak Hamid” kata Hamid.
Hamid pun langsung menelepon Jusuf Kalla mengenai air mata Malik Mahmud dan keinginannya pulang kampung. Jusuf Kalla langsung memerintahkan Hamid agar segera ambil air wudhu dan langsung sholat. Ini adalah pertanda kita damai Hamid, karena Pak Malik sudah kangen dengan kampung halamannya, kata Jusuf Kalla.
Begitulah percakapan yang sangat menyentuh di sore itu. Hamid menuturkan segalanya, seolah kejadian tersebut baru saja terjadi. Padahal ini peristiwa telah berlangsung 18 tahun silam. Malik Mahmud hanya manggut-manggut menyetujui kisah Hamid.
Jusuf Kalla berkunjung ke Finlandia untuk menghadiri pemakaman nasional Presiden Finlandia, Martti Ahtisari, yang menjadi mediator perundingan damai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka. Jusuf Kalla menutup kunjungan tersebut dengan menulis bahwa Ahtisaari sangat berjasa buat Indonesia dan kemanusiaan.
*) Keterangan perjalanan itu ditulis oleh Hamid Awaludin