Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pemerintah daerah untuk serius mencegah potensi terjadinya tindak pidana korupsi yang memanfaatkan modus perjalanan dinas.
Maruli menyampaikan hal tersebut pada Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi di lingkup Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Ia mengatakan KPK juga sudah meminta pemerintah daerah agar tidak hanya mengejar atau menekankan pada penyelesaian secara pengembalian dana, tetapi juga melakukan tindakan lebih lanjut, seperti pendalaman dan pengenaan sanksi.
"Bukan hanya penyelesaian secara pengembalian, tapi juga ada tindak lanjut pedalaman, dan kalau bukti-buktinya kuat itu harus ada tidak lanjut minimal pengenaan sanksi disiplin supaya muncul efek jera yang lebih kuat dan bisa mencegah terulang pada masa depan," katanya.
Maruli mengungkapkan modus yang paling umum dilakukan oknum pejabat atau agar mendapatkan uang perjalanan dinas lebih besar dari yang seharusnya ditanggung negara, yakni dengan melebihkan hari dinas luar kota hingga memanipulasi biaya penginapan.
"Menginap tiga hari, tapi faktualnya dicek cuma satu hari atau bahkan sama sekali tidak menginap. Karena auditor ini kan semakin cerdas, jadi bisa mengonfirmasi ke pihak hotel, bahkan ke pemerintah daerah setempat. Jadi, yang seperti itu relatif lebih mudah deteksi," ucapnya.
Untuk di Bengkulu, menurut dia, bahkan ada temuan BPK di Kabupaten Lebong terkait perencanaan dan penganggaran untuk perjalanan dinas.
Temuan tersebut, yakni realisasi belanja perjalanan dinas empat organisasi perangkat daerah (OPD) tidak sesuai ketentuan dan terdapat kelebihan pembayaran mencapai Rp5,748 miliar.
"Kami (dari KPK) fokuskan dari sisi pencegahannya, bagaimana supaya khususnya bendahara di OPD, di sekretariat, betul-betul memverifikasi (biaya perjalanan dinas) secara cermat," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023