Anggota DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan kenaikan dana desa harus dibarengi dengan pembangunan dan pengembangan desa sehingga memiliki investasi.
Ia mencontohkan pengembangan desa itu seperti yang dilakukan Desa Purwasaba, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Di desa yang dikelola Kepala Desa bernama Welas Yuni Nugroho atau akrab disapa Kades Hoho, dia melihat langsung peternakan ayam yang dikelola pihak desa.
Selain peternakan ayam, katanya, desa memiliki peternakan sapi hingga sawah bengkok.
“Di desa itu saya melihat peternakan ayam yang menghasilkan 2.500 telur setiap hari,” kata Dedi.
Dari peternakan tersebut, katanya, minimal Rp800 ribu masuk ke pendapatan asli desa. Belum lagi dari sektor lain yang hasilnya bisa untuk menggaji karyawan dan meningkatkan pendapatan desa.
“Punya areal peternakan sapi, kemudian kotorannya untuk biogas, desanya punya sawah bengkok, punya sapi, punya ayam, punya ikan, punya telur, ini yang dimaksud ketahanan pangan,” kata dia.
Melihat perkembangan desa yang dipimpin Hoho, dia merasa setuju jika dana desa naik Rp2-5 miliar. Asalkan desanya dikelola seperti Kades Hoho.
Nantinya, beber dia, dana desa yang besar tersebut bisa digunakan untuk membangun desa hingga memiliki investasi.
Ia mencontohkan jika investasi desa sudah sampai Rp20 miliar, maka per tahun akan memperoleh dividen menyentuh Rp3 miliar.
“Kalau seperti itu ke depan desa yang sudah punya investasi tidak perlu lagi diberi atau dikurangi dana desanya karena sudah mandiri,” katanya.
Menurut Dedi, Kades Hoho tidak nyentrik dengan tato di sekujur tubuhnya, tapi kepemimpinannya dianggap berhasil.
“Kades Hoho itu bukan hanya urusan tatonya saja yang nyentrik tapi kepemimpinannya juga keren. Yang ditato bukan hanya tangannya, tapi ternyata desanya ditato penuh warna segala ada, segala punya, inilah desa kaya,” kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023