Salah satu merek buku tulis SiDU meluncurkan program Ayo Menulis SiDU sejak tahun 2017 untuk menggiatkan kembali budaya menulis dengan tangan sejak usia dini.
Program ini bertujuan mendorong anak-anak menulis dengan tangan karena dapat menumbuhkan kemampuan literasi yang nantinya membantu anak-anak menjadi pemikir kritis, pemecah masalah, dan pengguna bahasa yang cerdas.
"Kami sangat mendukung pemerintah dalam upaya meningkatkan literasi khususnya kemampuan menulis sejak dini. Kami percaya bahwa menulis dengan tangan adalah keterampilan penting yang harus dikuasai oleh anak-anak” ujar Domestic Business Head Stationery APP Sinar Mas Adi Kurniawan dalam keterangan persnya, Kamis.
Diharapkan melalui inisiatif ini, kebiasaan menulis tangan dapat kembali tumbuh di Indonesia, melatih kemampuan neuro-motorik, kognitif, dan linguistik anak-anak, menciptakan generasi muda yang berpikir kritis dan cerdas dalam menggunakan bahasa.
Dalam era digital saat ini kebiasaan menulis tangan dan membaca buku cetak mulai terpinggirkan.
Hadirnya berbagai teknologi membuat generasi muda beralih untuk menggunakan gawai. Ketergantungan generasi muda pada teknologi telah menimbulkan kekhawatiran di beberapa negara salah satunya Pemerintah Swedia.
Banyaknya informasi yang mudah diakses di internet tidak selalu menjamin kebenarannya, berpotensi mempengaruhi kualitas pendidikan dan literasi.
Menteri Pendidikan Swedia Lotta Edholm menyatakan siswa-siswi Swedia membutuhkan lebih banyak buku cetak yang dianggap penting untuk proses belajar.
Pada Agustus 2023 lalu Edholm juga membuat kebijakan untuk menghentikan proses belajar digital kepada anak-anak di bawah umur 6 tahun.
Kebijakan ini didorong dengan adanya penurunan kemampuan baca di Swedia dari tahun 2016 (555) sampai 2021 (544). Padahal murid-murid di Swedia tercatat memiliki skor literasi cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain di Eropa.
Pemerintah Swedia juga mempromosikan penggunaan perpustakaan, berinteraksi langsung dengan guru, dan menulis tangan untuk meningkatkan keterampilan motorik anak-anak.
Indonesia sendiri memiliki tingkat literasi yang relatif rendah, dimana menurut Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) angka literasi Indonesia sebesar 64,48 dari skala 1-100 di tahun 2022.
Rendahnya angka literasi di Indonesia dikaitkan dengan terbatasnya akses ke perpustakaan dan ketergantungan pada teknologi selama pandemi COVID-19.
Sehubungan itu, Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia unggul harus bersifat holistik, di mana literasi, numerasi, dan karakter, serta pengembangan talenta prestasi memiliki tingkat kepentingan yang sama.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023
Program ini bertujuan mendorong anak-anak menulis dengan tangan karena dapat menumbuhkan kemampuan literasi yang nantinya membantu anak-anak menjadi pemikir kritis, pemecah masalah, dan pengguna bahasa yang cerdas.
"Kami sangat mendukung pemerintah dalam upaya meningkatkan literasi khususnya kemampuan menulis sejak dini. Kami percaya bahwa menulis dengan tangan adalah keterampilan penting yang harus dikuasai oleh anak-anak” ujar Domestic Business Head Stationery APP Sinar Mas Adi Kurniawan dalam keterangan persnya, Kamis.
Diharapkan melalui inisiatif ini, kebiasaan menulis tangan dapat kembali tumbuh di Indonesia, melatih kemampuan neuro-motorik, kognitif, dan linguistik anak-anak, menciptakan generasi muda yang berpikir kritis dan cerdas dalam menggunakan bahasa.
Dalam era digital saat ini kebiasaan menulis tangan dan membaca buku cetak mulai terpinggirkan.
Hadirnya berbagai teknologi membuat generasi muda beralih untuk menggunakan gawai. Ketergantungan generasi muda pada teknologi telah menimbulkan kekhawatiran di beberapa negara salah satunya Pemerintah Swedia.
Banyaknya informasi yang mudah diakses di internet tidak selalu menjamin kebenarannya, berpotensi mempengaruhi kualitas pendidikan dan literasi.
Menteri Pendidikan Swedia Lotta Edholm menyatakan siswa-siswi Swedia membutuhkan lebih banyak buku cetak yang dianggap penting untuk proses belajar.
Pada Agustus 2023 lalu Edholm juga membuat kebijakan untuk menghentikan proses belajar digital kepada anak-anak di bawah umur 6 tahun.
Kebijakan ini didorong dengan adanya penurunan kemampuan baca di Swedia dari tahun 2016 (555) sampai 2021 (544). Padahal murid-murid di Swedia tercatat memiliki skor literasi cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain di Eropa.
Pemerintah Swedia juga mempromosikan penggunaan perpustakaan, berinteraksi langsung dengan guru, dan menulis tangan untuk meningkatkan keterampilan motorik anak-anak.
Indonesia sendiri memiliki tingkat literasi yang relatif rendah, dimana menurut Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) angka literasi Indonesia sebesar 64,48 dari skala 1-100 di tahun 2022.
Rendahnya angka literasi di Indonesia dikaitkan dengan terbatasnya akses ke perpustakaan dan ketergantungan pada teknologi selama pandemi COVID-19.
Sehubungan itu, Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia unggul harus bersifat holistik, di mana literasi, numerasi, dan karakter, serta pengembangan talenta prestasi memiliki tingkat kepentingan yang sama.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023