Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat masih terjadinya sejumlah kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dalam Pemilihan Umum.
Kemudian adanya diskriminasi terhadap perempuan Papua dalam seleksi penyelenggara Pemilu, hingga penyerangan seksual terhadap calon kepala daerah perempuan.
Ragam bentuk kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi baik itu kekerasan fisik seperti pemukulan, penculikan, juga pembunuhan; kekerasan psikis seperti pembunuhan karakter; kekerasan seksual berupa pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Lalu kekerasan ekonomi berupa penolakan biaya politik, pencurian, dan perusakan properti kampanye; serta kekerasan siber seperti penyebaran narasi hoaks dan ujaran kebencian.
"Setiap bentuk kekerasan ini dapat terjadi tidak saja di ranah personal, namun juga di ranah publik, maupun ranah negara," katanya.
Olivia Salampessy menambahkan kekerasan terhadap para perempuan juga dapat berupa penyempitan ruang politik bagi mereka yang hendak mencalonkan diri akibat minim-nya akses politik dan ekonomi, kuatnya politisasi agama dan adat, praktek budaya yang bias gender, dan stigmatisasi pada perempuan yang berkegiatan di politik, serta politisasi dan eksploitasi isu perempuan yang digunakan untuk menjatuhkan maupun menghalangi perempuan sebagai calon, serta ancaman dan teror yang masih banyak digunakan lawan politiknya untuk kepentingan pemenangan.
Untuk itu, Olivia Salampessy meminta penyelenggaraan Pemilihan Umum harus peka terhadap kerentanan perempuan, baik perempuan sebagai pemilih, perempuan sebagai calon atau kandidat, perempuan sebagai penyelenggara Pemilu, dan perempuan sebagai pendukung politik.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023