Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir memperkirakan hari raya Idul Fitri 2024 atau 1 Syawal 1445 Hijriah bakal berlangsung bersamaan antara pemerintah dan Muhammadiyah.
"Insya Allah Muhammadiyah akan ber-Idul Fitri pada 10 April 2024 dan tampaknya Idul Fitri akan sama antara pemerintah dan Muhammadiyah," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Sabtu.
Dia berharap kemungkinan itu tidak membuat masyarakat bingung, mengingat awal Ramadhan Muhammadiyah dan pemerintah tahun ini berbeda.
"Ramadhan-nya beda tapi Idul Fitri-nya sama karena ada perbedaan cara penetapan," jelas Haedar.
Terlepas sama maupun beda, Haedar meyakini seluruh lapisan masyarakat mampu menjaga toleransi.
"Sama maupun berbeda insya Allah kita sudah masuk pada fase saling memahami dan toleransi," ujar dia.
Untuk menyatukan dan mengakhiri masalah perbedaan itu, kata Haedar, Muhammadiyah terus mengampanyekan terwujudnya Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Menurut dia, KHGT diharapkan tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja, melainkan untuk umat Islam di seluruh dunia sehingga perbedaan itu tidak terus berulang.
"Sehingga nanti satu tanggal baru itu berlaku untuk di semua negara. Seperti kalender masehi yang tidak ada perbedaan," kata dia.
Apabila masih terus menggunakan kalender sesuai dengan negara masing-masing, Muhammadiyah memandang perbedaan dalam menentukan waktu-waktu penting umat Islam kemungkinan besar bakal terus terjadi.
Dalam kesempatan itu, Haedar berharap praktik ibadah selama Ramadhan mampu menumbuhkan sikap masyarakat dalam menghormati perbedaan.
Puasa Ramadhan, menurut dia, sejatinya bukan sekadar mengubah waktu makan, namun juga meningkatkan ketakwaan dan kesalehan umat Muslim.
"Kesalehan dalam pandangan Muhammadiyah tidak hanya berlaku pada pribadi atau individu, tetapi juga pada keluarga, sosial-masyarakat, bahkan sampai pada kesalehan bernegara dan antarbangsa," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
"Insya Allah Muhammadiyah akan ber-Idul Fitri pada 10 April 2024 dan tampaknya Idul Fitri akan sama antara pemerintah dan Muhammadiyah," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Sabtu.
Dia berharap kemungkinan itu tidak membuat masyarakat bingung, mengingat awal Ramadhan Muhammadiyah dan pemerintah tahun ini berbeda.
"Ramadhan-nya beda tapi Idul Fitri-nya sama karena ada perbedaan cara penetapan," jelas Haedar.
Terlepas sama maupun beda, Haedar meyakini seluruh lapisan masyarakat mampu menjaga toleransi.
"Sama maupun berbeda insya Allah kita sudah masuk pada fase saling memahami dan toleransi," ujar dia.
Untuk menyatukan dan mengakhiri masalah perbedaan itu, kata Haedar, Muhammadiyah terus mengampanyekan terwujudnya Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Menurut dia, KHGT diharapkan tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja, melainkan untuk umat Islam di seluruh dunia sehingga perbedaan itu tidak terus berulang.
"Sehingga nanti satu tanggal baru itu berlaku untuk di semua negara. Seperti kalender masehi yang tidak ada perbedaan," kata dia.
Apabila masih terus menggunakan kalender sesuai dengan negara masing-masing, Muhammadiyah memandang perbedaan dalam menentukan waktu-waktu penting umat Islam kemungkinan besar bakal terus terjadi.
Dalam kesempatan itu, Haedar berharap praktik ibadah selama Ramadhan mampu menumbuhkan sikap masyarakat dalam menghormati perbedaan.
Puasa Ramadhan, menurut dia, sejatinya bukan sekadar mengubah waktu makan, namun juga meningkatkan ketakwaan dan kesalehan umat Muslim.
"Kesalehan dalam pandangan Muhammadiyah tidak hanya berlaku pada pribadi atau individu, tetapi juga pada keluarga, sosial-masyarakat, bahkan sampai pada kesalehan bernegara dan antarbangsa," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024