Negara berkembang, termasuk Indonesia, seharusnya didukung penuh untuk percepatan pengembangan energi baru terbarukan, bukan malah “ditambahkan tanggung jawab yang diemban negara maju", kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM RI.
“Kita melihat kepada bagaimana upaya dari negara maju itu menunjukkan komitmennya, tidak untuk kemudian ‘Ditambahkan tanggung jawabnya itu kepada negara sedang berkembang’,” kata Sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Dadan Kusdiana dalam wawancara dengan ANTARA sebelum Sidang Majelis Umum ke-14 Badan Energi Internasional (Irena) di Abu Dhabi, UEA, Rabu.
Dadan menekankan upaya penurunan emisi, dan penurunan gas rumah kaca adalah tanggung jawab semua pihak. Namun, target global semestinya tidak mengatur pencapaian negara demi negara karena masing-masing negara memiliki keperluan dan kemampuan terkait situasi domestik. Terlebih, target global tersebut tidak boleh membuat suatu negara menjadi tidak fleksibel.
“Kita ingin target global ini juga tidak masuk ke wilayah bagian negara ini harus sekian, negara ini harus sekian,” ujarnya.
Indonesia, kata Dadan, tidak bergabung dalam suara-suara mengenai upaya peningkatan tiga kali lipat kapasitas energi baru terbarukan untuk mencapai target pada 2030. Namun Indonesia memiliki komitmen sangat kuat untuk mencapai emisi nol pada 2060 atau lebih cepat.
“Jadi kita lebih melihat bahwa sama dengan China, sama dengan India. Kan India sama China juga tidak bergabung di dalam semangat tersebut.
Jadi kita tidak mengurangi komitmennya untuk bagaimana mengembangkan energi terbarukan. Presiden (Joko Widodo) sudah menyampaikan net zero emission 2060 atau lebih cepat gitu,” kata dia.
Sidang Majelis Umum ke-14 Irena bakal mengusung tema sesuai hasil KTT Iklim COP28 di Dubai, UEA, November 2023, yakni “Hasil COP28: Infrastruktur, Kebijakan, dan Kemampuan untuk Meningkatkan Energi Terbarukan Tiga Kali Lipat dan Mempercepat Transisi Energi”. Dalam tema itu pula, Irena ingin global meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan tiga kali lipat menjadi setidaknya 11 terawatt (TW) pada 2030. Merujuk pada dokumen Transisi Energi Outlook dari Irena, target itu untuk menjaga skenario kenaikan rata-rata suhu bumi tak lebih dari 1,5 derajat celcius.
Indonesia meyakini pengembangan energi baru terbarukan akan memberikan manfaat kepada penyediaan energi domestik, selain untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Namun, ditekankan Dadan, untuk mempercepat, memperluas, dan meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan, perlu sesuai dengan keperluan dan sesuai dengan kemampuan.
Dadan juga menekankan bahwa pemanfaatan energi baru terbarukan diupayakan tidak mengurangi daya saing.
“Saya tidak mengatakan bahwa energi terbarukan lebih mahal. Tapi dalam beberapa hal ini tidak bisa sekaligus langsung kepada misalkan pemanfaatan energi terbarukan berbasis energi surya. Ini kan intermittent. Perlu pendekatan-pendekatan teknologi khusus, tambahan-tambahan modal sehingga untuk dengan kualitas yang sama misalkan dengan energi yang konvensional itu masih diperlukan tambahan-tambahan biaya,” kata Dadan.
Sidang Majelis Umum ke-14 Irena, Rabu, akan dimulai dengan pernyataan tingkat tinggi dari Presiden Sidang Majelis Umum yakni Menteri Infrastruktur Rwanda Jimmy Gasore, Tuan Rumah Negara UEA dan Direktur Jenderal Direktur Jenderal Irena Francesco La Camera.
Setelah penyampaian pernyataan tingkat tinggi, sidang dilanjurkan dengan diskusi panel tingkat tinggi, dengan pembicara antara lain, Menteri Energi Azerbaijan Parviz Shahbazov, di mana Azerbaijan akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Iklim Conference of the Parties (COP) 29 pada 2024. Kemudian panelis lainnya, antara lain Wakil Menteri Energi & Perminyakan UEA Sharif Al Olama, Komisioner Energi Uni Eropa Kadri Simson, Komisioner Infrastruktur dan Energi Uni Afrika Amani Abou-Zeid, dan para pelaku industri serta pemimpin usaha seperti CEO Acciona, Jose Manuel Entrecanales, CEO Masdar, Mohamed Jameel Al ramhi dan lainnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
“Kita melihat kepada bagaimana upaya dari negara maju itu menunjukkan komitmennya, tidak untuk kemudian ‘Ditambahkan tanggung jawabnya itu kepada negara sedang berkembang’,” kata Sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Dadan Kusdiana dalam wawancara dengan ANTARA sebelum Sidang Majelis Umum ke-14 Badan Energi Internasional (Irena) di Abu Dhabi, UEA, Rabu.
Dadan menekankan upaya penurunan emisi, dan penurunan gas rumah kaca adalah tanggung jawab semua pihak. Namun, target global semestinya tidak mengatur pencapaian negara demi negara karena masing-masing negara memiliki keperluan dan kemampuan terkait situasi domestik. Terlebih, target global tersebut tidak boleh membuat suatu negara menjadi tidak fleksibel.
“Kita ingin target global ini juga tidak masuk ke wilayah bagian negara ini harus sekian, negara ini harus sekian,” ujarnya.
Indonesia, kata Dadan, tidak bergabung dalam suara-suara mengenai upaya peningkatan tiga kali lipat kapasitas energi baru terbarukan untuk mencapai target pada 2030. Namun Indonesia memiliki komitmen sangat kuat untuk mencapai emisi nol pada 2060 atau lebih cepat.
“Jadi kita lebih melihat bahwa sama dengan China, sama dengan India. Kan India sama China juga tidak bergabung di dalam semangat tersebut.
Jadi kita tidak mengurangi komitmennya untuk bagaimana mengembangkan energi terbarukan. Presiden (Joko Widodo) sudah menyampaikan net zero emission 2060 atau lebih cepat gitu,” kata dia.
Sidang Majelis Umum ke-14 Irena bakal mengusung tema sesuai hasil KTT Iklim COP28 di Dubai, UEA, November 2023, yakni “Hasil COP28: Infrastruktur, Kebijakan, dan Kemampuan untuk Meningkatkan Energi Terbarukan Tiga Kali Lipat dan Mempercepat Transisi Energi”. Dalam tema itu pula, Irena ingin global meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan tiga kali lipat menjadi setidaknya 11 terawatt (TW) pada 2030. Merujuk pada dokumen Transisi Energi Outlook dari Irena, target itu untuk menjaga skenario kenaikan rata-rata suhu bumi tak lebih dari 1,5 derajat celcius.
Indonesia meyakini pengembangan energi baru terbarukan akan memberikan manfaat kepada penyediaan energi domestik, selain untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Namun, ditekankan Dadan, untuk mempercepat, memperluas, dan meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan, perlu sesuai dengan keperluan dan sesuai dengan kemampuan.
Dadan juga menekankan bahwa pemanfaatan energi baru terbarukan diupayakan tidak mengurangi daya saing.
“Saya tidak mengatakan bahwa energi terbarukan lebih mahal. Tapi dalam beberapa hal ini tidak bisa sekaligus langsung kepada misalkan pemanfaatan energi terbarukan berbasis energi surya. Ini kan intermittent. Perlu pendekatan-pendekatan teknologi khusus, tambahan-tambahan modal sehingga untuk dengan kualitas yang sama misalkan dengan energi yang konvensional itu masih diperlukan tambahan-tambahan biaya,” kata Dadan.
Sidang Majelis Umum ke-14 Irena, Rabu, akan dimulai dengan pernyataan tingkat tinggi dari Presiden Sidang Majelis Umum yakni Menteri Infrastruktur Rwanda Jimmy Gasore, Tuan Rumah Negara UEA dan Direktur Jenderal Direktur Jenderal Irena Francesco La Camera.
Setelah penyampaian pernyataan tingkat tinggi, sidang dilanjurkan dengan diskusi panel tingkat tinggi, dengan pembicara antara lain, Menteri Energi Azerbaijan Parviz Shahbazov, di mana Azerbaijan akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Iklim Conference of the Parties (COP) 29 pada 2024. Kemudian panelis lainnya, antara lain Wakil Menteri Energi & Perminyakan UEA Sharif Al Olama, Komisioner Energi Uni Eropa Kadri Simson, Komisioner Infrastruktur dan Energi Uni Afrika Amani Abou-Zeid, dan para pelaku industri serta pemimpin usaha seperti CEO Acciona, Jose Manuel Entrecanales, CEO Masdar, Mohamed Jameel Al ramhi dan lainnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024