Pasukan Israel mengubah "zona kemanusiaan aman" di Jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing dan abu, menyisakan hanya 9,5 persen wilayah yang disebut "zona aman" bagi warga sipil yang mengungsi, kata Pertahanan Sipil Palestina di Gaza, Sabtu.
Menurut pernyataan yang dirilis otoritas tersebut, pada awal invasi darat Israel ke Gaza awal November 2023, pasukan Israel mengusir ratusan ribu warga sipil dari Gaza utara ke Gaza selatan, mengeklaim area tersebut sebagai "zona kemanusiaan yang aman."
Awalnya, zona tersebut meliputi 230 kilometer persegi atau 63 persen dari total wilayah Gaza, termasuk lahan pertanian dan fasilitas komersial, ekonomi, dan layanan yang tersebar di wilayah seluas 120 kilometer persegi.
Ketika serangan militer Israel berlanjut, ukuran zona aman tersebut menyusut drastis, kata pernyataan itu.
Otoritas tersebut menjelaskan bahwa pada awal Desember 2023, menyusul serangan Israel ke Khan Younis di Gaza selatan, wilayah kemanusiaan yang ditetapkan telah dikurangi menjadi 140 kilometer persegi, yang mencakup 38,3 persen total wilayah Gaza.
Wilayah ini mencakup beberapa lahan pertanian, serta bangunan ekonomi, komersial dan jasa.
Pengurangan lebih lanjut terjadi pada Mei 2024, selama serangan Israel ke Rafah, ketika zona kemanusiaan menyusut menjadi 79 kilometer persegi, atau 20 persen dari total wilayah Gaza, tambah pernyataan itu.
Pada pertengahan Juni 2024, zona tersebut diperkecil menjadi menjadi 60 kilometer persegi, yang hanya mencakup 16,4 persen dari total wilayah Gaza.
Wilayah tersebut meliputi jalanan biasa, jalan raya, area layanan, dan bahkan pemakaman, yang tidak satu pun dapat dianggap sebagai tempat berlindung yang benar-benar aman bagi warga sipil yang mengungsi, katanya.
Pada pertengahan Juli 2024, wilayah yang disebut "aman" oleh pasukan Israel berkurang lagi, kali ini menjadi 48 kilometer persegi, atau 13,15 persen dari total wilayah Gaza.
Akhirnya, pada Agustus 2024, tentara Israel mengurangi "zona kemanusiaan yang aman" ini menjadi hanya 35 kilometer persegi, atau 9,5 persen dari total wilayah Gaza.
Zona tersebut hanya mencakup sekitar 3,5 persen dari area pertanian, layanan dan komersial, yang kemudian mempersempit ruang tempat warga sipil berlindung, kata otoritas, merinci bagaimana pasukan Israel secara sistematis menghancurkan "zona aman."
Berkurangnya zona aman yang terus berlangsung itu memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, karena warga sipil memiliki tempat yang lebih kecil untuk melarikan diri dari aksi kekerasan.
Israel melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meski resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan tersebut menewaskan lebih dari 40.200 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 93 ribu luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang terus berlangsung di Gaza menyebabkan kelangkaan akut pada bahan makanan, air bersih dan obat, dan menyebabkan kehancuran pada sebagian besar wilayah tersebut.
Israel menghadapi tudingan melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan penghentian operasi militer di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum wilayah itu diserang pada 6 Mei.
Sumber: Anadolu-OANA
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
Menurut pernyataan yang dirilis otoritas tersebut, pada awal invasi darat Israel ke Gaza awal November 2023, pasukan Israel mengusir ratusan ribu warga sipil dari Gaza utara ke Gaza selatan, mengeklaim area tersebut sebagai "zona kemanusiaan yang aman."
Awalnya, zona tersebut meliputi 230 kilometer persegi atau 63 persen dari total wilayah Gaza, termasuk lahan pertanian dan fasilitas komersial, ekonomi, dan layanan yang tersebar di wilayah seluas 120 kilometer persegi.
Ketika serangan militer Israel berlanjut, ukuran zona aman tersebut menyusut drastis, kata pernyataan itu.
Otoritas tersebut menjelaskan bahwa pada awal Desember 2023, menyusul serangan Israel ke Khan Younis di Gaza selatan, wilayah kemanusiaan yang ditetapkan telah dikurangi menjadi 140 kilometer persegi, yang mencakup 38,3 persen total wilayah Gaza.
Wilayah ini mencakup beberapa lahan pertanian, serta bangunan ekonomi, komersial dan jasa.
Pengurangan lebih lanjut terjadi pada Mei 2024, selama serangan Israel ke Rafah, ketika zona kemanusiaan menyusut menjadi 79 kilometer persegi, atau 20 persen dari total wilayah Gaza, tambah pernyataan itu.
Pada pertengahan Juni 2024, zona tersebut diperkecil menjadi menjadi 60 kilometer persegi, yang hanya mencakup 16,4 persen dari total wilayah Gaza.
Wilayah tersebut meliputi jalanan biasa, jalan raya, area layanan, dan bahkan pemakaman, yang tidak satu pun dapat dianggap sebagai tempat berlindung yang benar-benar aman bagi warga sipil yang mengungsi, katanya.
Pada pertengahan Juli 2024, wilayah yang disebut "aman" oleh pasukan Israel berkurang lagi, kali ini menjadi 48 kilometer persegi, atau 13,15 persen dari total wilayah Gaza.
Akhirnya, pada Agustus 2024, tentara Israel mengurangi "zona kemanusiaan yang aman" ini menjadi hanya 35 kilometer persegi, atau 9,5 persen dari total wilayah Gaza.
Zona tersebut hanya mencakup sekitar 3,5 persen dari area pertanian, layanan dan komersial, yang kemudian mempersempit ruang tempat warga sipil berlindung, kata otoritas, merinci bagaimana pasukan Israel secara sistematis menghancurkan "zona aman."
Berkurangnya zona aman yang terus berlangsung itu memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, karena warga sipil memiliki tempat yang lebih kecil untuk melarikan diri dari aksi kekerasan.
Israel melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meski resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan tersebut menewaskan lebih dari 40.200 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 93 ribu luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang terus berlangsung di Gaza menyebabkan kelangkaan akut pada bahan makanan, air bersih dan obat, dan menyebabkan kehancuran pada sebagian besar wilayah tersebut.
Israel menghadapi tudingan melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan penghentian operasi militer di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum wilayah itu diserang pada 6 Mei.
Sumber: Anadolu-OANA
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024