Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Sugeng Hariadi mengakui situasi yang dihadapi terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer atau Bharada E, menimbulkan dilema yuridis.
Jaksa menilai keberanian dan kejujuran Eliezer telah berkontribusi membongkar kejahatan yang direncanakan untuk membunuh Yosua. Selain itu, keberanian Eliezer juga telah berkontribusi dalam membongkar skenario pengelabuan yang dibuat oleh pelaku utama pembunuhan, Ferdy Sambo.
"Namun, di sisi lain, peran dari terdakwa Richard Eliezer sebagai eksekutor penembakan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat perlu juga dipertimbangkan secara jernih dan objektif," kata Sugeng.
Jaksa yang menuntut Eliezer dipenjara selama 12 tahun memicu sejumlah reaksi negatif dari berbagai pihak. Bahkan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta jaksa untuk melakukan revisi terhadap tuntutan mereka.
LPSK menginginkan agar tuntutan kepada Eliezer lebih rendah daripada terdakwa lainnya, seperti Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal yang masing-masing dituntut delapan tahun pidana penjara.
Tim jaksa berpendapat tinggi dan rendahnya tuntutan yang mereka ajukan kepada majelis hakim terhadap terdakwa Richard Eliezer sudah memenuhi asas kepastian hukum dan rasa keadilan.
"Tim penuntut umum mempertimbangkan peran terdakwa Richard Eliezer sebagai eksekutor atau pelaku yang melakukan penembakan kepada korban Yosua sebanyak tiga, empat kali; sehingga berdasarkan hal tersebut, kami, tim penuntut umum, menuntut terdakwa Richard Eliezer selama 12 tahun penjara," ujar Sugeng.
Dengan demikian, tim jaksa pun menolak pledoi yang disampaikan penasihat hukum Richard Eliezer.