Bengkulu (ANTARA News) - Institut Kesenian Jakarta memproduksi film dokumenter yang mengangkat perjuangan dua perempuan remaja berusia 15 dan 16 tahun yang merupakan korban pemerkosaan oleh ayah kandung atau insest.

"Kami bekerja sama dengan Cahaya Perempuan Women Crisis Center Bengkulu yang mendampingi dua korban insest ini, terutama mendokumentasi upaya pendampingan yang dilakukan sehingga dua korban ini bisa bertahan," kata Direktur Program IKJ, Abdul Aziz, di Bengkulu, Kamis.

Ia mengatakan sistem pendukung yang berjalan dengan baik dalam penanganan korban insest di Kota Bengkulu ini akan menjadi pembelajaran bagi kasus serupa yang mungkin terjadi di tempat lain.

Film insest itu, kata dia, tidak akan dipublikasikan secara luas, tapi untuk pembelajaran pada kalangan terbatas seperti untuk pelatihan dan lainnya, namun diharapkan dapat menjadi bahan perbaikan dalam kebijakan penanganan kasus "incest".

Saat ini, kata dia, tengah dilakukan pengambilan gambar dan wawancara dengan kedua korban, para pihak yang terlibat, hingga pelaku yang ditahan di Polresta Kota Bengkulu.

Abdul mengatakan tidak ada kesulitan dalam pembuatan film tersebut sebab semua pihak yang terlibat dapat ditemui dengan mudah.

Pembuatan film dokumenter itu dibiayai World Populatin Foundation dimana sebelumnya dilakukan seleksi dari 30 naskah atau skenario yang diterima IKJ dari berbagai daerah di Tanah Air.

"Hasil seleksi itu menetapkan skenario yang diusulkan WCC Bengkulu menjadi pilihan kami karena kami melihat data sangat lengkap dan semua sistim pendukung yang saya sebut di awal itu bekerja dengan baik," katanya.

Sementara itu Manajer Program Yayasan Cahaya Perempuan WCC Yati Sumery mengatakan film dokumenter tersebut diharapkan mampu menggugah semua pihak untuk lebih respon terhadap kasus incest yang banyak terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat.

"Sedangkan seorang korban lainnya saat ini tengah hamil enam bulan akibat perkosaan ayah kandung," katanya.

Yati mengatakan peningkatan kasus incest di Bengkulu semakin mengkhawatirkan dimana pada 2008 terjadi lima kasus, kemudian 2009 hanya dua kasus lalu meningkat menjadi 13 kasus pada 2010.

"Pada semester pertama tahun ini kami menangani tujuh kasus incest yang menimpa korban dengan kisaran usia lima hingga 18 tahun," katanya.

Peningkatan kasus ini, menurutnya, menunjukkan makin banyak anak yang terabaikan perlindungannya dari keluarga. Dampak insest terhadap anak kata dia akan menimbulkan trauma fisik dan psikologis berkepanjangan bagi korban.

Untuk itu, perlu penanganan dari berbagai pihak sebab tidak jarang langkah-langkah penanganan yang dilakukan malah melanggar hak-hak anak itu sendiri.

Sebagian besar korban yang berusia antara 5 hingga 18 tahun, tidak jarang harus menerima sanksi mulai dari pelabelan negatif, hujatan, cacian di komunitasnya hingga pemutusan akses pendidikan seperti dipindahkan atau dikeluarkan dari sekolah.
(KR-RNI)

Pewarta:

Editor : Ade P Marboen


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2011