Bengkulu (ANTARA News) - Lembaga Sensor Film menyatakan bahwa Indonesia masih miskin film produksi lokal yang memiliki potensi besar untuk mengangkat perfilman nasional.
"Kita harus mengakui bahwa Indonesia masih miskin film produksi lokal, padahal potensinya besar, dengan sejarah dan kekayaan alam dan adat budaya yang beragam yang bisa diangkat menjadi cerita film," kata Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Nunus Supardi di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan hal itu disela-sela pertemuan Forum Koordinasi dan Diskusi Kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan Lembaga Sensor Film Republik Indonesia yang digelar di Bengkulu.
Menurutnya, tema lokal yang sangat minim diangkat dalam film yang diproduksi masyarakat membuat genre film yang ditawarkan ke konsumen sangat terbatas.
"Masyarakat penikmat film memang tidak punya banyak pilihan sehingga film Indonesia belum menjadi tuan rumah di negara ini," tambahnya.
Nunus mencontohkan film lokal yang mampu menghipnotis penikmat film salah satunya adalah "Laskar Pelangi" yang disadur dari novel karya Andrea Hirata.
Film tersebut membuktikan ide cerita lokal yang sederhana tapi menarik serta sarat pesan, ternyata mampu mendapat tempat di hati penikmat film di Tanah Air.
"Laskar Pelangi salah satu contoh nyata, bagaimana ide cerita lokal ternyata bisa diterima seluruh masyarakat kita dari Sabang sampai Merauke," ujarnya.
Hal ini kata Nunus menjadi salah satu strategi yang diusung para pembuat film di Nigeria yang berhasil mendunia dengan Nollywood dan mulai disejajarkan dengan Bollywood dan Hollywood.
Film yang diproduksi Nollywood kata dia hampir 65 persen menggunakan bahasa daerah dan tetap diterima oleh masyarakat setempat, bahkan para imigran asal Nigeria yang tersebar di sejumlah benua.
"Kita juga punya potensi untuk distribusi seperti yang dilakukan Nollywood karena banyak sekali tenaga kerja asal Indonesia yang bisa dijadikan target pemasaran ke luar negeri, selain di dalam negeri," katanya.
Sementara itu tokoh masyarakat Bengkul Tantawi Jauhari mengatakan film bertema lokal semakin minim padahal potensi untuk diterima pasar cukup besar.
"Sebagian besar pembuat film kita masih lebih suka mencontek ide cerita dari film luar, padahal banyak materi menarik dari daerah yang bisa diangkat ke film," katanya.
Sejumlah daerah yang kaya sejarah menurutnya bisa dijadikan latar belakang atau setting ide cerita yang akan difilmkan.
(KR-RNI/S025)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2011
"Kita harus mengakui bahwa Indonesia masih miskin film produksi lokal, padahal potensinya besar, dengan sejarah dan kekayaan alam dan adat budaya yang beragam yang bisa diangkat menjadi cerita film," kata Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Nunus Supardi di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan hal itu disela-sela pertemuan Forum Koordinasi dan Diskusi Kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan Lembaga Sensor Film Republik Indonesia yang digelar di Bengkulu.
Menurutnya, tema lokal yang sangat minim diangkat dalam film yang diproduksi masyarakat membuat genre film yang ditawarkan ke konsumen sangat terbatas.
"Masyarakat penikmat film memang tidak punya banyak pilihan sehingga film Indonesia belum menjadi tuan rumah di negara ini," tambahnya.
Nunus mencontohkan film lokal yang mampu menghipnotis penikmat film salah satunya adalah "Laskar Pelangi" yang disadur dari novel karya Andrea Hirata.
Film tersebut membuktikan ide cerita lokal yang sederhana tapi menarik serta sarat pesan, ternyata mampu mendapat tempat di hati penikmat film di Tanah Air.
"Laskar Pelangi salah satu contoh nyata, bagaimana ide cerita lokal ternyata bisa diterima seluruh masyarakat kita dari Sabang sampai Merauke," ujarnya.
Hal ini kata Nunus menjadi salah satu strategi yang diusung para pembuat film di Nigeria yang berhasil mendunia dengan Nollywood dan mulai disejajarkan dengan Bollywood dan Hollywood.
Film yang diproduksi Nollywood kata dia hampir 65 persen menggunakan bahasa daerah dan tetap diterima oleh masyarakat setempat, bahkan para imigran asal Nigeria yang tersebar di sejumlah benua.
"Kita juga punya potensi untuk distribusi seperti yang dilakukan Nollywood karena banyak sekali tenaga kerja asal Indonesia yang bisa dijadikan target pemasaran ke luar negeri, selain di dalam negeri," katanya.
Sementara itu tokoh masyarakat Bengkul Tantawi Jauhari mengatakan film bertema lokal semakin minim padahal potensi untuk diterima pasar cukup besar.
"Sebagian besar pembuat film kita masih lebih suka mencontek ide cerita dari film luar, padahal banyak materi menarik dari daerah yang bisa diangkat ke film," katanya.
Sejumlah daerah yang kaya sejarah menurutnya bisa dijadikan latar belakang atau setting ide cerita yang akan difilmkan.
(KR-RNI/S025)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2011