Jakarta, (ANTARA Jambi) - Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai posisi PT PGN Tbk sebagai "transporter" sekaligus "trader" melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa.

"Pemerintah harus mereposisi PGN hanya fokus sebagai 'transporter' gas," katanya di Jakarta, Minggu.

Pasal 19 Permen ESDM 19/2009 menyebutkan, badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan hak khusus dilarang melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi yang dimiliki atau dikuasainya.

Lalu, dalam hal badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan hak khusus melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi yang dimilikinya, maka wajib membentuk badan usaha terpisah dan mempunyai izin usaha niaga gas bumi melalui pipa.

"Saat ini, PGN mengalirkan gas miliknya melalui pipa Sumatera Selatan-Jawa Barat (South Sumatra-West Java) yang juga dikuasainya. Ini melanggar Permen ESDM tersebut," papar Komaidi.

Selain Permen ESDM, lanjutnya, posisi PGN juga tidak konsisten dengan UU Migas yang mengamanatkan pemisahan usaha hulu dan hilir.

"Meski PGN tidak bergerak di hulu, namun dengan beli atau 'kulakan' gas lantas dijual lagi, sudah mendekati praktik merangkap," ucapnya, menegakan.

Menurut dia, posisi PGN sekarang ini berdampak negatif, baik di hulu migas dan industri.

"Kalau dengan posisi sekarang ini, cenderung hanya baik untuk PGN. Namun, dengan reposisi, maka akan berdampak positif baik di hulu, industri, maupun PGN sendiri," tuturnya.

Ia memberi contoh, saat ini, PGN membeli gas hanya sekitar lima dolar AS per MMBTU, tapi menjualnya hingga 10-11 dolar per MMBTU.

"Selisihnya terlalu tinggi. Akibatnya, bisnis hulu migas tidak berkembang dan industri pun menjadi tidak kompetitif," tukasnya.

Komaidi menghitung, kalau hanya sebagai "transporter", maka semestinya harga jual gas PGN ke industri hanya 7-8 dolar AS dan tidak sampai 10-11 dolar per MMBTU.

Per 15 Mei 2012, PGN menaikkan harga gas untuk pelanggan industri di Banten, Jabar, DKI Jakarta, dan Sumatera Selatan dari 6,9 ke 10,2 dolar per MMBTU.

Alasannya, harga beli PGN dari produsen gas juga naik dari sekitar 2 ke 5,5-5,6 dolar per MMBTU per 1 April 2012.

Kenaikan harga gas tersebut dinilai pelanggan industri terlalu tinggi dan mengancam akan melakukan unjuk rasa.

Dirjen Migas Kementerian ESDM, Evita Legowo mengatakan, pemerintah tengah mengkaji ulang harga gas PGN untuk konsumen itu.

"Berapa harga yang pas untuk industri. Target saya akhir Juni ini sudah diketahui," katanya.

Sementara, Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengatakan, pemerintah akan menjaga keekononomian harga gas di hulu.

"Harga gas di hulu mesti sesuai keekonomiannya, agar hilir tetap memperoleh pasokan," ujarnya.(T.K007)

Pewarta:

Editor : Nurul


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012