Jambi (ANTARA Jambi) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan di Jambi menilai kegiatan usaha PT Aneka Tambang di kawasan hutan produksi terbatas akan mengganggu habitat harimau Sumatera dan sejumlah hewan dilindungi lainnya.

"Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) ini berada di Kabupaten Sarolangun dan Merangin. Tidak hanya mengganggu habitat harimau, namun juga ekosistem yang ada, mengingat kawasan ekspolarsi PT Aneka Tambang (Antam) berada di kawasan hulu sungai," ujar Ketua Perkumpulan Hijau Jambi, Feri Irawan di Jambi, Rabu.

Ia mendesak agar izin eksplorasi PT Antam dicabut, sebab izin eksplorasi perusahaan itu di kawasan HPT Lubuk Pekak, Kecamatan Batangasai, Kabupaten Sarolangun, berada tepat di kawasan hulu sungai besar di Jamb, di antaranya Sungai Batanghari, Sungai Batangasai dan Sungai Muaratembesi.

 "Kami berharap pemerintah segera mencabut izin telah diberikan kepada perusahaan tersebut," katanya.

Bahkan menurut Feri, akibat rusaknya kawasan hulu sungai oleh kegiatan pertambangan maupun pembukaan kawasan perkebunan oleh perusahaan besar, sebagian warga masyarakat Jambi sudah mengalami kesulitan untuk mendapat pasokan air bersih.

"Kami tahu pihak PT Antam telah membayar pajak kepada pemerintah, tapi tidak sebanding dengan penderitaan masyarakat dimasa mendatang, jika izin perusahaan itu tidak segera dicabut," ujarnyai.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sarolangun Joko Susilo, mengakui kawasan HPT di kawasan Lubuk Pekak, Kecamatan Batangasai, Sarolangun seluas kurang lebih 4.000 hektare itu merupakan kawasan hulu beberapa sungai besar yang ada di Jambi.

"Benar itu jika dikatakan kawasan itu merupakan hulu beberapa hulu sungai besar di Provinsi Jambi. Yang juga terdapat habitat harimau Sumatra di dalamnya," ujarnya.

Namun demikian, Joko mengaku belum tahu persis apakah PT Antam sudah memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) atau belum.

Dihubungi terpisah, juru bicara PT Antam Yemo Satria mengatakan, pihaknya belum mengetahui secara persis apakah kawasan izin yang diberikan kepada PT  Antam sudah memiliki izin atau belum.

"Jika kita mau berbicara itu harus mempunyai data konkrit dan harus punya bukti kuat serta tidak bisa asal bicara," ujarnya.

Menurut dia, perusahaan ini memang baru mengantongi Surat izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan hutan produksi Lubuk Pekak seluas 4.983,21 hektare melalui Surat Keputusan Bupati Sarolangun Nomor 82 tahun 2009, tertanggal 31 Desember 2009.

Ia juga membantah apabila perusahaan sudah berani eksplorasi dengan cara membabat hutan dikawasan HPT.

"Kami belum melakukan eksplorasi, tapi baru membuat jalan untuk mengangkut logistik," katanya.

Sebagaimana diketahui, surat izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan baru turun Januari 2012. Namun demikian kegiatan PT Antam sudah dimulai sejak 2009 sesuai Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari bupati setempat.

Akibat tindakan itu, keberadaan PT Antam di kawasan itu ditentang banyak pihak, terutama masyarakat sekitar dan sejumlah lembaga swadaya di Jambi karena dianggap telah menyalahi prosedur maupun dapat merusak lingkungan dan menimbulkan kerugian negara.

Hal ini dibuktikan pada Maret 2012 sejumlah warga dari Desa Marga Bathin Pengambang, Muaroduo, Batu Tambak Ratu dan Sikatnato Kecamatan Talang Asai yang ada di dekat kawasan izin perusahaan melakukan penyegelan mess dan merusak helypad milik PT. Antam di Pasar Gerabak, Kecamatan Batangasai.

Sebelumnya, Bupati Sarolangun Cek Endra, mengakui jika sebelum mendapat izin pinjam pakai lahan, PT Antam telah melakukan kegiatan eksplorasi.(Ant)

Pewarta:

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012