Jambi (ANTARA Jambi) - Kedelai impor asal Malaysia yang diduga masuk secara ilegal, kini menguasai pasar di Kota Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar), Provinsi Jambi.
Bahan baku utama untuk membuat tahu dan tempe ini impor yang harganya sekitar Rp9.000/Kg itu lebih mudah didapat ketimbang kedelai lokal yang harganya jauh dibawah kedelai asal negeri jiran tersebut.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tanjabar Kosasi saat dikonfirmasi, Kamis, mengaku tidak pernah menerima laporan atau dokumen atas masuk dan beredarnya kacang kedelai asal Malaysia di Kuala Tungkal.
"Jika memang kacang kedelai tersebut didatangkan dari Malaysia tanpa dokumen impor, artinya itu ilegal," katanya.
Ia juga mengaku selama beberapa tahun menjabat sebagai Kepala Dinas Perindag belum pernah menangkap tangan para pelaku pemasok barang-barang ilegal.
"Hal itu memang sulit dilakukan, sebab letak wilayah Tanjabar yang berada di pinggir pantai yang sangat terbuka, sehingga barang-barang dari luar sangat mudah masuk," ujarnya.
Namun Kosasi berjanji akan segera turun ke lapangan guna mengecek kebenaran masuk dan beredarnya kedelai asal Malaysia itu.
Pengusaha tahu dan tempe di Kuala Tungkal mengatakan kendati harganya lebih mahal, mereka cenderung memilih kedelai impor.
"Selain mudah didapat, kedelai impor ini ukurannya lebih besar dan bersih ketimbang kedelai lokal," kata Hj. Sumini yang mengaku telah puluhan tahun menggeluti usaha pembuatan tempe.
Ia mengatakan, kedelai lokal secara kualitas memang lebih bagus dan lebih murah, namun karena kedelai lokal sulit didapat, ia terpaksa menggunakan kedelai impor.
"Selain sulit didapat, kondisi kedelai hasil tanaman masyarakat Tanjabar ini kurang bersih, terkadang masih ada batunya dan kulitnya banyak yang hitam, sehingga harus dipilih-pilih dulu," katanya.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013
Bahan baku utama untuk membuat tahu dan tempe ini impor yang harganya sekitar Rp9.000/Kg itu lebih mudah didapat ketimbang kedelai lokal yang harganya jauh dibawah kedelai asal negeri jiran tersebut.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tanjabar Kosasi saat dikonfirmasi, Kamis, mengaku tidak pernah menerima laporan atau dokumen atas masuk dan beredarnya kacang kedelai asal Malaysia di Kuala Tungkal.
"Jika memang kacang kedelai tersebut didatangkan dari Malaysia tanpa dokumen impor, artinya itu ilegal," katanya.
Ia juga mengaku selama beberapa tahun menjabat sebagai Kepala Dinas Perindag belum pernah menangkap tangan para pelaku pemasok barang-barang ilegal.
"Hal itu memang sulit dilakukan, sebab letak wilayah Tanjabar yang berada di pinggir pantai yang sangat terbuka, sehingga barang-barang dari luar sangat mudah masuk," ujarnya.
Namun Kosasi berjanji akan segera turun ke lapangan guna mengecek kebenaran masuk dan beredarnya kedelai asal Malaysia itu.
Pengusaha tahu dan tempe di Kuala Tungkal mengatakan kendati harganya lebih mahal, mereka cenderung memilih kedelai impor.
"Selain mudah didapat, kedelai impor ini ukurannya lebih besar dan bersih ketimbang kedelai lokal," kata Hj. Sumini yang mengaku telah puluhan tahun menggeluti usaha pembuatan tempe.
Ia mengatakan, kedelai lokal secara kualitas memang lebih bagus dan lebih murah, namun karena kedelai lokal sulit didapat, ia terpaksa menggunakan kedelai impor.
"Selain sulit didapat, kondisi kedelai hasil tanaman masyarakat Tanjabar ini kurang bersih, terkadang masih ada batunya dan kulitnya banyak yang hitam, sehingga harus dipilih-pilih dulu," katanya.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013