Jambi (ANTARA Jambi) - Pihak Unit Pelestarian Harimau Sumatera Taman Nasional Kerinci Seblat (PHS-KS) mengungkapkan, saat ini tren perburuan telah beralih dari perburuan harimau ke perburuan burung enggang.
"Sejak satu tahun berlakangan, para pemburu telah mengalihkan buruannya dari harimau yang selama ini menjadi primadona, ke satwa burung enggang atau rangkong," kata Kepala Seksi Pelestarian Satwa Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Risdianto di Jambi, Rabu.
Indikasi itu, menurut dia, terlihat dari semakin berkurangnya satwa burung enggang yang berkeliaran mencari makan secara berkelompk dalam hutan TNKS.
Ia menjelaskan, para pemburu burung rangkong tidak menggunakan jerat yang dipasang di tanah untuk mendapatkan satwa buruannya seperti yang dilakukan pada satwa harimau atau satwa lainnya, tapi pemburu masuk ke hutan dengan membawa senapan angin.
"Modusnya, para pemburu masuk hutan ke titik-titik yang sering menjadi berkumpulnya rangkong tersebut dengan membawa senapan angin lalu menembaki langsung satwa yang hinggap di dahan," katanya.
Risdianto mengatakan, diperkirakan saat ini ratusan jenis burung rangkong gading telah hilang ditembaki pemburu untuk diambil paruhnya dan dijual ke para cukong yang selanjutnya mendistribusikan ke luar negeri khususnya ke Tiongkok.
"Tidak semua rangkong yang jadi target pemburu, sebenarnya hanya jenis rangkong gading yang paruhnya seperti gading emas yang diburu," ujarnya.
Namun, dalam menjalankan perburuannya, para pemburu tidak saja menembaki rangkong gading melainkan semua rangkong, karena mereka tidak bisa memastikan yang tengah mereka intai itu adalah rangkong gading atau bukan sebelum rangkong itu tertembak dan jatuh ke tanah.
Para pemburu, umumnya para pendatang dari luar Provinsi Jambi, umumnya dari Sijunjung Sumbar, berburu di titik-titik tempat rangkong berkumpul seperti di dalam kawasan yang ada di Kabupaten Kerinci seperti di Muaro Emat, Gunung Raya dan Gunung Kerinci.
Sementara itu, aktivis lingkungan internasional Debby Martyr dari Inggris yang telah 20 tahun mengabdikan dirinya pada pelestrarian satwa TNKS mengungkapkan perburuan rangkong gading sangat tidak berperikemanusiaan karena perburuan yang hanya mengincar paruh dan jambul itu telah memusnahkan banyak habitat satwa pemakan buah dan penyebar bibit tanaman hutan secara alamiah itu.
"Bayangkan, hanya untuk satu paruh mereka membunuhi ratusan rangkong, semakin terasa menyedihkan karena ternyata kegunaan paruh yang dibeli oleh para cukong itu sebenarnya hanya digunakan untuk bantalan stempel, bukan untuk campuran formula obat seperti yang sering disampaikan ke publik," katanya.
Oleh karena itu, dirinya mengutuk keras perburuan satwa dilindungi itu, tidak hanya perburuan rangkong dan harimau Sumatera, tapi juga terhadap semua bentuk perburuan terhadap satwa-satwa lainnya di dalam kawasan TNKS.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
"Sejak satu tahun berlakangan, para pemburu telah mengalihkan buruannya dari harimau yang selama ini menjadi primadona, ke satwa burung enggang atau rangkong," kata Kepala Seksi Pelestarian Satwa Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Risdianto di Jambi, Rabu.
Indikasi itu, menurut dia, terlihat dari semakin berkurangnya satwa burung enggang yang berkeliaran mencari makan secara berkelompk dalam hutan TNKS.
Ia menjelaskan, para pemburu burung rangkong tidak menggunakan jerat yang dipasang di tanah untuk mendapatkan satwa buruannya seperti yang dilakukan pada satwa harimau atau satwa lainnya, tapi pemburu masuk ke hutan dengan membawa senapan angin.
"Modusnya, para pemburu masuk hutan ke titik-titik yang sering menjadi berkumpulnya rangkong tersebut dengan membawa senapan angin lalu menembaki langsung satwa yang hinggap di dahan," katanya.
Risdianto mengatakan, diperkirakan saat ini ratusan jenis burung rangkong gading telah hilang ditembaki pemburu untuk diambil paruhnya dan dijual ke para cukong yang selanjutnya mendistribusikan ke luar negeri khususnya ke Tiongkok.
"Tidak semua rangkong yang jadi target pemburu, sebenarnya hanya jenis rangkong gading yang paruhnya seperti gading emas yang diburu," ujarnya.
Namun, dalam menjalankan perburuannya, para pemburu tidak saja menembaki rangkong gading melainkan semua rangkong, karena mereka tidak bisa memastikan yang tengah mereka intai itu adalah rangkong gading atau bukan sebelum rangkong itu tertembak dan jatuh ke tanah.
Para pemburu, umumnya para pendatang dari luar Provinsi Jambi, umumnya dari Sijunjung Sumbar, berburu di titik-titik tempat rangkong berkumpul seperti di dalam kawasan yang ada di Kabupaten Kerinci seperti di Muaro Emat, Gunung Raya dan Gunung Kerinci.
Sementara itu, aktivis lingkungan internasional Debby Martyr dari Inggris yang telah 20 tahun mengabdikan dirinya pada pelestrarian satwa TNKS mengungkapkan perburuan rangkong gading sangat tidak berperikemanusiaan karena perburuan yang hanya mengincar paruh dan jambul itu telah memusnahkan banyak habitat satwa pemakan buah dan penyebar bibit tanaman hutan secara alamiah itu.
"Bayangkan, hanya untuk satu paruh mereka membunuhi ratusan rangkong, semakin terasa menyedihkan karena ternyata kegunaan paruh yang dibeli oleh para cukong itu sebenarnya hanya digunakan untuk bantalan stempel, bukan untuk campuran formula obat seperti yang sering disampaikan ke publik," katanya.
Oleh karena itu, dirinya mengutuk keras perburuan satwa dilindungi itu, tidak hanya perburuan rangkong dan harimau Sumatera, tapi juga terhadap semua bentuk perburuan terhadap satwa-satwa lainnya di dalam kawasan TNKS.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014