Jambi (ANTARA Jambi) - Demi mencari butiran emas, sekitar 50 alat berat jenis excavator terlihat asik menggeruk sungai Batang Tabir, Kabupaten Merangin Jambi tanpa rasa bersalah.

Di sepanjang sungai Batang Tabir itu ada sembilan desa yang masuk dalam dua Kecamatan. Yakni Desa Rantau Ngarau, Muaralange, Tanjung Kutus, Tanjung Beringin, Pulau Terbakar, Kibul Baru, Muara Kibul, Desa Sungai Tabir dan Ngaol.

Penelusuran di lapangan, Minggu, aktivitas Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Tabir Barat dan Tabir Ulu tersebut sudah terlihat mulai dari Desa Rantau Ngarau Tabir Ulu hingga Desa Ngaol Tabir Barat.

Berdasarkan hitungan di lapangan, 50 alat berat berada di tepi sungai dengan jarak antar alat sekitar 100 meter. Padahal kantor Camat setempat tepat berada di depan sungai. Kantor Polsek setempat pun hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari pangkal Desa Rantau Ngarau.

Alat berat jenis excavator itu terlihat mengeruk sungai mulai dari pagi hingga sore hari. Dari informasi di lapangan, aktivitas ini sudah berlangsung sekitar tiga tahun belakangan. Lobang-lobang besar pun banyak terlihat di sungai, parahnya lagi aliran sungai sudah tidak beraturan.

Salah satu warga Tabir Barat, Saleh, ketika ditemui di lokasi mengungkapkan bahwa air sungai Tabir satu tahun lalu sangat jernih, kini air sungai bebatuan ini keruh berwarna kuning pekat. Meski demikian, warga tetap saja mengunakan air sungai untuk mandi dan mencuci.

"Dulu air sungai ini jernih, perubahan warna air mungkin sekitar satu tahun lalu. Mau gimana lagi, cari emas memang pekerjaan warga di sini. Kebanyakan yang menjadi pekerja juga ibu-ibu di sini," kata Saleh.

Saleh mengungkapkan, pemilik alat berat biasanya orang-orang luar bermodal besar. Warga hanya memberi lahan untuk dikeruk kemudian hasilnya dibagi dua. Namun tak jarang lahan yang dikeruk tidak menyimpan emas.

Fenomena ini tentu harus menjadi perhatian serius, pasalnya aktivitas PETI dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang berujung bencana alam seperti longsor dan banjir bandang.

Tidak hanya itu, mercury yang digunakan penambang untuk memisahkan emas dari pasir juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh jika air sungai tercemar. Namun pemerintah Provinsi Jambi hingga saat ini idak pernah menyatakan bahwa air sungai di Jambi tercemar oleh mercury.

Berdasarkan catatan Antara, sungai di Kabupaten Merangin yang sudah rusak akibat PETI yakni sungai Pangkalan Jambu Sungai Manau, Batang Tabir, Batang Sumay, Batang Merangin, Nilo, Manau, Batang Tabir dan Batang Langkup. Sementara aktivitas PETI terbesar di Kabupaten Sarolangun yakni Sungai Limun Kecamatan Limun.

Sebelumnya, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus, mengaku cukup kewalahan mengatasi Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Jambi, pasalnya hingga saat ini belum ada regulasi yang tegas dari pemerintah pusat untuk memagari permasalahan ini.

"Untuk memberantas itukan, kita butuh minimal semacam Perda. Untuk membuat Perda itu kita juga tidak bisa buat semau kita, tentu harus ada latar belakang regulasi yang kuat dari pusat," kata Hasan Basri.

Dikatakannya, sebagai salah satu provinsi yang diandalkan oleh Indonesia dan dunia dalam mengatasi emisi gas rumah kaca (GHGs), dengan empat taman Nasional, hutan desa dan hutan tanaman rakyatnya, keberadaan PETI telah menjadi problem serius yang bisa merusak kepercayaan itu.

Namun katanya, pemerintah daerah sudah melakukan beberapa terobosan, diantaranya bersama TNI dan Polri melakukan penyisiran PETI disejumlah daerah, seperti di Kabupaten Merangin, beberapa waktu lalu.

"Kita punya rencana aksi yg sudah dilakukan dengan baik. Namun terlepas dari rencana aksi yang kita lakukan tersebut, kita dari pemerintah daerah juga mengharapkan andil dan 'back up' dari pemerintah pusat. Apalagi jika mengacu pada amanat Pak Wapres Jusuf Kalla beberapa waktu lalu, yang meminta agar kerusakan lingkungan pada DAS sungai Batanghari oleh PETI itu diselesaikan dalam waktu 10 tahun kedepan," ungkapnya.

Back up pemerintah pusat itu kata gubernur diantaranya dengan memfasilitasi Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Sumatera Selatan sebagai daerah yang dilalui oleh sungai Batanghari untuk berkoordinasi membuat rencana aksi menyangkut persoalan kerusakan lingkungan oleh PETI tersebut.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hani Hadiati, di Jambi mengatakan, dalam mengatasi permasalahan PETI tersebut, pemerintah pusat sudah melakukan beberapa terobosan.

Beberapa waktu lalu katanya, Menkumham, KLHK, Kementerian ESDM dan KPK bersama gubernur dari Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan aceh, telah melakukan pertemuan di Medan.

Dari pertemuan itu katanya, diketahui bahwa masalah PETI marak terjadi sejak berlakunya otonomi daerah. Dimana sebelum tahun 1999, pertambangan yang resmi di Indonesia hanya 135 izin. Tapi setelah itu, lebih dari 10.600 izin dikeluarkan oleh bupati.

Dia menjelaskan, umumnya izin tersebut keluar dari para bupati, seiring pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dicontohkannya di Kalimantan Selatan, kasus PETI juga melibatkan pemodal-pemodal kecil. Namun dirinya menegaskan bahwa kasus PETI ini merupakan sebuah konsekuensi keputusan politik yang belum dipagari oleh regulasi yang kuat.

"Itulah PR besar kita di KLHK, ESDM, dan Kemenkumham, serta Pemda yang punya areal itu, bagaimana nanti kita merumuskan sebuah regulasi yang baku untuk mengatasi masalah ini. Kita akan adakan forum di pusat yang membahas masalah PETI itu. Untuk Jambi saya belum mengetahui pasti berapa izin tambang yang resmi. Namun kabar terakhir yang saya terima, pertumbuhan alih fungsi lahan yang disebabkan oleh PETI di Jambi sudah lebih dari 10.000 hektar," kata Hanni.

Mengenai penindakan terhadap pelaku tambang ilegal itu, Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu menyebutkan bahwa hal itu harus di tangani Kemenkumham, sebab itu sudah menyangkut penegakan hukum.

"Kalau sudah ranah penegakan hukum, itu ada di kemenkumham,  kita dari KLHK dan ESDM hanya memberikan data wilayah sebarannya saja," katanya. (Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015