Jakarta (ANTARA Jambi) - Fenomena alam yang disebut El Nino (atau berarti anak lelaki kecil dalam bahasa Spanyol) merupakan salah satu dari dua siklus dalam istilah sains yang menggambarkan fluktuasi temperatur antara samudra dan atmosfir di Pasifik.

Menurut laman resmi NOAA (Badan Keatmosfiran dan Kesamudraan Nasional Amerika Serikat), El Nino yang dapat disingkat sebagai ENSO (El Nino Southern Oscillation) menggambarkan fase hangat ketika penyimpangan dari temperatur normal dapat berdampak pada kondisi seperti perubahan cuaca dan iklim global.

Biasanya, ENSO dan pasangannya La Nina (berarti anak perempuan kecil dalam bahasa Spanyol, fase dingin lawan dari El Nino) kerap muncul rata-rata dalam setiap periode dua sampai tujuh tahun. El Nino lebih sering muncul daripada La Nina.

Berdasarkan ensiklopedia dunia maya Wikipedia, kondisi cuaca ekstrem yang terkait dengan ENSO juga terkait antara lain dengan kejadian penyakit epidemik seperti terjadinya siklus malaria di sejumlah negara, seperti India, Venezuela, Brazil, dan Kolombia.

Di Indonesia, sang "Anak Kecil" tersebut juga mengakibatkan munculnya fenomena kekeringan di sejumlah daerah. Misalnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, telah memetakan 40 desa di 12 kecamatan rawan kekeringan dampak El Nino yang kuat pada musim kemarau.

"Kami sudah memetakan daerah rawan kekeringan dalam kategori kritis di 40 desa yang tersebar di 12 kecamatan. Saat ini terdapat dua desa yang mengalami kekeringan paling parah dalam kategori kritis, yaitu Desa Tegal Sono dan Desa Gunung Bekel, Kecamatan Tegalsiwalan," kata Kepala Pelaksana BPBD Probolinggo Dwijoko Nurjayadi.

Desa yang masuk dalam kategori kering kritis itu, kata dia, apabila tidak ada hujan selama tiga hari berturut-turut, kekurangan air bersih. Kalau masyarakat ingin mengambil air bersih, jarak paling dekat, yaitu sekitar 3 kilometer.

Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, Banten, mencatat 14 kecamatan di daerah itu mengalami kekeringan akibat kemarau panjang.

"Kekeringan ini menimbulkan krisis air bersih," kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Lebak Kaprawi saat dihubungi di Lebak, Banten, Rabu (29/7).

Selama ini, daerah yang dilanda kekeringan mulai terjadi krisis air bersih karena air bawah tanah, seperti sumur timba, jet pump, dan sumber mata air mengering.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gresik, Jawa Timur, telah memetakan 39 desa di tujuh kecamatan wilayah itu yang rawan terkena dampak kekeringan akibat kemarau panjang.

Kepala BPBD Gresik Abu Hasan, Rabu (29/7), mengatakan bahwa dampak kekeringan belum signifikan. Namun, sebagian warga dan perangkat desa di beberapa kecamatan sudah mengajukan permintaan air bersih ke BPBD Gresik.

Ia menyebutkan dari hasil evaluasi selama dua hari terakhir dan laporan warga serta perangkat desa, persediaan air di sejumlah bak penampungan air di 39 desa tujuh kecamatan mulai menipis akibat kemarau.

Selain itu, kekeringan yang terjadi pada musim kemarau 2015 juga mengancam sekitar 10.000 hektare lahan perkebunan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Kalau dihitung-hitung, kebanyakan kekeringan perkebunan di Jabar itu di Jabar selatan, seperti Garut, Ciamis, Cianjur, dan Sukabumi, sekitar 10.000 hektare lahan perkebunan (yang terancam)," kata Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat Arief Santosa.

Ia menjelaskan kekeringan lahan perkebunan berbeda dengan kekeringan lahan pertanian karena kekeringan perkebunan berada di dataran tinggi sehingga sangat bergantung pada sumber mata air.

Waduk Penting

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan bahwa pembangunan waduk di berbagai daerah merupakan hal yang penting untuk mengatasi kekeringan sehingga prosesnya, baik pembangunan maupun pengisian, juga diharapkan jangan terhambat.

"Waduk Jatigede justru supaya jangan kekeringan," kata Wapres kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/7).

Wapres mengucapkan hal itu ketika ditanya mengenai masih kabar terhambatnya penggenangan Waduk Jatigede yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Menurut Jusuf Kalla, paradigma yang seharusnya tersebar di tengah masyarakat adalah supaya jangan kekeringan maka dibutuhkan waduk, bukan malahan sebaliknya.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga telah mengantisipasi gejala kekeringan yang diperkirakan bakal terjadi di berbagai daerah pada musim kemarau tahun 2015 akibat fenomena El Nino.

"Untuk menghadapi kekeringan, pihaknya sudah melakukan beberapa antisipasi sesuai dengan kondisi di lapangan," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mudjiadi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut Mudjiadi, di bidang irigasi, pihaknya bakal melihat apakah aliran air masih lancar. Bila tidak dapat naik, akan dilengkapi dengan pompa.

Selanjutnya, kata dia, apabila airnya cukup namun tidak memenuhi semua wilayah, akan dilakukan efisiensi penggunaan air yang dilakukan melalui sistem pergiliran dalam penggunaan air dan teknologi hemat air. Untuk waduk terkait dengan penyediaan air baku, Mudjiadi mengatakan bahwa pihaknya akan mengadakan operasi waduk kering.

Hal itu bermakna bahwa air baku yang terdapat di dalam waduk akan diprioritaskan untuk keperluan air minum, irigasi, dan industri.

"Di luar keperluan itu, kami setop dulu. Jadi, tujuan utamanya saja kita dahulukan," kata Dirjen Sumber Daya Air.

Berdasarkan data per 30 Juni 2015, dari 16 waduk utama terdapat lima waduk yang mengalami defisit, yaitu Waduk Keuliling di Aceh, Batutegi di Lampung, Saguling di Jawa Barat, Wonogiri di Jawa Tengah, dan Waduk Bening di Jawa Timur.

Mudjiadi mengatakan bahwa saat ini selalu dilakukan pemantauan intensif terhadap ketersediaan air di waduk untuk mengetahui tingkat kekeringan melalui monitoring elevasi muka air waduk.

"Dalam upaya penanggulangan bencana kekeringan saat ini telah tersedia 761 unit pompa air untuk membantu suplai air yang tersebar di 11 balai wilayah sungai walaupun Balai Besar Wilayah Sungai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di seluruh Indonesia," katanya.

Selain itu, ujar dia, suplai air bersih melalui mobil tangki dan hidran umum juga dilakukan pada daerah-daerah yang mengalami krisis air bersih.

Hal tersebut dilakukan dengan koordinasi dengan sektor lainnya yang terkait dengan antisipasi bencana dan anomali iklim.

Tim Khusus

Sementara itu, Kementerian Pertanian membentuk tim khusus untuk mengendalikan meluasnya bencana kekeringan sebagai dampak El Nino yang terjadi sejak Maret dan diperkirakan berlangsung hingga Oktober--November.

"Ya, kami sudah membentuk tim khusus pengendalian kekeringan agar bencana yang terjadi sebagai dampak kemarau dan El Nino ini tidak terlalu memengaruhi target produksi padi maupun komoditas pertanian lain," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat melakukan kunjungan kerja panen raya di Trenggalek, Jawa Timur, Rabu (29/7).

Tugas tim khusus yang memiliki postur organisasi bertingkat, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga pusat, menurut Amran adalah melakukan pemantauan terjadai potensi dan peristiwa kekeringan di daerah masing-masing.

Begitu mulai terjadi kekeringan yang berimbas ke areal pertanian ataupun perkebunan, lanjut dia, petugas anggota tim khusus tersebut wajib membuat laporan berikut analisis untuk selanjutnya dilaporkan ke timsus pusat di Kementerian Pertanian.

"Timsus harus segera melapor sehingga penanganan dan pencegahan dampak lanjutan bisa dilakukan dengan cepat dan efektif," ujarnya.

Sebelumnya, Mentan telah menyatakan luas lahan persawahan yang mengalami kekeringan tahun ini mengalami penurunan sebesar 102.000 hektare dibandingkan tahun lalu.

Hal itu dikatakan Mentan dihadapan petani usai melakukan panen perdana padi pada program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) di Desa Tumpukan, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin (27/7).

Pada periode Oktober 2013--Juli 2014, kata dia, luas areal persawahan yang mengalami kekeringan mencapai 159.000 hektare secara nasional, sedangkan selama periode Oktober 2014--Juli 2015 seluas sebesar 57.000 hektare.

"Jadi, ada areal persawahan yang berhasil kita selamatkan seluas 102.000 hektare dari ancaman kekeringan," katanya.

Dengan adanya langkah antisipasi yang tepat, terstruktur dengan baik dan bagus dalam pelaksanannya, diharapkan makin banyak lagi areal persawahan yang dapat diselamatkan dari ulah sang bocah nakal alias El Nino ini. (Ant)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015