Jambi (ANTARA Jambi) - Sudah satu bulan aktivitas belajar mengajar di Provinsi Jambi terganggu. Sehari sekolah, lima hari libur, dan tidak sedikit anak-anak "dikurung" dalam rumah karena udara di luar dalam kategori berbahaya akibat kabut asap tebal.

Masyarakat yang beraktivitas di luar ruang juga merasakan tidak nyaman karena harus menggunakan masker sebagai upaya mencegah jangan sampai partikel halus kebakaran hutan dan lahan terhirup yang dapat membahayakan kesehatan.

Sebulan sudah warga di sebagian Pulau Sumatera dan Kalimantan tidak lagi menikmati udara segar di pagi hari, serta menatap indahnya matahari terbit dan terbenam karena terhalang kabut asap tebal.

Di Provinsi Jambi, misalnya anak-anak sudah sebulan tidak menikmati kenyamanan bermain sepak bola dan aneka permainan lainnya di luar ruang karena udara tidak sehat.

"Iya, cuma di rumah saja. Sekolah libur, mau main di luar tidak boleh karena kabut asap," kata Rafi, salah seorang murid kelas V Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kota Jambi.

Para orang tua juga khawatir jika anak-anaknya terlalu lama tidak sekolah. "Kita berharap agar bencana asap ini segera berlalu, sebab kita prihatin jika terlalu lama anak-anak tidak sekolah, apalagi beberapa bulan lagi akan menghadapi ujian semester," kata Ny Herianto.

Kendati demikian, pihak sekolah telah memberikan tambahan pekerjaan rumah untuk pelajar sebagai upaya mengejar ketertinggalan jam belajarnya.

Kabut asap juga menyebabkan lumpuhnya transportasi udara karena jarak pandang terbatas yang tidak memungkinkan bagi keselamatan pendaratan dan penerbangan pesawat di Bandara Sultan Thaha Syaifuddin Jambi.

Sektor pariwisata di provinsi berjuluk "Sepucuk Jambi Sembilan Lurah" itu juga lesu terkena imbas.

"Omzet dagangan kami selama ini menurun drastis akibat sepinya pengunjung Jembatan Pedestrian dan Menara Gentala Arasy karena kabut asap," kata Doni, pedagang kuliner kawasan objek wisata Ancol Kota Jambi.

Kabut asap juga menyebabkan tidak kurang dari 60 ribu warga terganggu kesehatannya karena penyakit infeksi saluran pernafasan atas (Ispa).

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Andi Pada mengatakan peningkatan penderita Ispa terjadi pada akhir Agustus hingga minggu ke tiga September.

"Akhir Agustus penderita Ispa tercacat sebanyak 29.000 orang. Dan pada September hingga minggu ke tiga mengalami peningkatan, penderita tercacat sebanyak 31.000 orang. Jadi dari Agustus hingga September minggu ketiga penderita Ispa sebanyak 60.000 orang," kata Andi Pada.

Sebelumnya, penderita Ispa per bulan hanya 6-8 ribu orang namun mulai Agustus mencapai 2.000 orang per minggu.

"Mulai minggu ke empat Agustus hingga minggu ke tiga September rata-rata 2.000 orang yang terkena Ispa per minggu. Namun semua penderita itu masih bisa ditangani puskesmas-puskesmas," katanya.

Jika penderita Ispa masuk kategori yang berat, maka dirujuk ke rumah sakit. Namun sejauh ini kasus penderita Ispa berat tidak ditemukan.

Andi mengungkapkan, warga yang paling banyak terkena Ispa di Kabupaten Muarojambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Kota Jambi.

Dinas Kesehatan Jambi mengaku masih memiliki persediaan masker dan obat-obatan yang mencukupi di kabupaten dan kota provinsi ini.

"Kita masih punya stok masker sebanyak 180.000 helai, obat-obatan juga masih tersedia di kabupaten. Kalau kabupaten kekurangan obat provinsi langsung mendukung. Jadi selama ini penanganan tidak masalah," katanya.

Pihaknya juga mengimbau masyarakat agar tetap mengunakan masker, mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menjaga kebersihan perorangan untuk kesehatan.
   
Terparah

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jambi menyatakan kabut asap yang meyelimuti wilayah   Jambi tahun 2015 merupakan yang terparah.

"Kabut asap di Jambi tahun ini paling parah dan cukup lama karena berbarengan dengan fenomena global dan dampak dari el nino yang saat ini masih aktif," kata petugas prakiraan cuaca BMKG Jambi Dwi Atmoko.

Musim kemarau saat ini, katanya, sangat kuat dan sangat kering sehingga memicu munculnya titik api sebagai sumber kebakaran hutan dan lahan.

Dampak lain dari bencana kabut asap tebal yakni menurunnya pendapatan pemilik ketek (angkutan sungai) di Sungai Batanghari karena jarak pandang terbatas.

"Kalau normalnya kami bisa mengangkut 15 penumpang sekali jalan, tapi selama kabut asap ini paling berani hanya delapan penumpang. Pengurangan jumlah penumpang itu untuk menghindari resiko kecelakaan," kata pemilik perahu.

Maskapai Garuda yang melayani kargo di Bandar Udara Sultan Thaha Jambi merugi karena operasional bandara tersebut sering lumpuh.

Sudah hampir satu bulan rata-rata kargo gagal terangkut melalui jalur penerbangan Bandara Sultan Thaha karena pesawat tidak bisa mendarat, kata Station Manager Garuda Indonesia Area Jambi Permadi.

Permadi mengatakan, semenjak kabut asap yang mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara Jambi, minat konsumen untuk mengirim barang via udara pun berkurang, bahkan nihil. Sebagian besar pengusaha dan masyarakat Jambi saat ini lebih memilih pengiriman via jalur darat.

Upaya pemadaman hutan dan lahan terus dilakukan pemerintah dengan dukungan Manggala Agni, TNI/Polri dan instansi terkait di provinsi maupun pusat, namun terkendala karena luasnya areal yang terbakar.

Makin lama dan parahnya bencana tahunan itu mendorong kepolisian Polda Jambi membuka Posko pelayanan kesehatan kepada masyarakat sebagai upaya mengurangi korban.

Selain melakukan penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan, Polda Jambi juga membuka posko pelayanan kesehatan Satgas Karhutla, kata Kabid Dokkes Polda Jambi AKBP Freddy.

Sesuai perintah Kapolda, telah dibuka posko di kawasan Pasar Angsoduo dan di Pasar Talang Banjar, penyakit sesak napas dan batuk mendominasi, katanya didampingi Kabid Humas Polda Jambi AKBP Kuswahyudi Tresnadi.

Posko kesehatan tersebut, kata dia, akan dibuka di tempat-tempat yang dianggap langsung bersentuhan dengan masyarakat. Bukan hanya di pasar, melainkan akan berpindah-pindah.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jambi bersama Forum Doktor mengumpulkan 10.000 tandatangan sebagai pernyataan sikap menolak kabut asap di daerah itu.

"Kita mengumpulkan tanda tangan dari seluruh warga kampus, baik itu mahasiswa, dosen, pegawai administrasi dan lainnya yang merasa terganggu dan menolak asap," kata koordinator aksi Eko.

Dia mengatakan, setelah tanda tangan tersebut dikumpulkan pada kain putih panjang, selanjutnya akan disampaikan kepada pemerintah daerah, seperti Gubernur, Ketua DPRD hingga kedua calon gubernur.

"Kami meminta pemerintah daerah agar bencana kabut asap ini tidak boleh dibiarkan terus menerus dan ini harus ada solusi permanen karena semua warga Jambi ingin bebas dari kabut asap," katanya.

Anggota Forum Doktor Unja Hadianto mendesak pemerintah melakukan tindakan konkret penanganan kebakaran hutan dan lahan dan juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas perusahaan pelaku pembakaran hutan.

Hadianto mengajak pemerintah, mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat untuk ikut berpartisipasi mencari solusi yang permanen terkait bencana kabut asap ini agar tidak terus terjadi.

"Penanganan sangat diperlukan baik itu jangka panjang ataupun jangka pendek, semuanya harus berpartisipasi dengan masalah kabut asap ini," katanya. (Ant)

Pewarta: Azhari

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015