Jambi (ANTARA Jambi) - Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jambi akan melakukan pemetaan kawasan lahan gambut di provinsi itu untuk diusulkan masuk sebagai kawasan restorasi ke Badan Restorasi Gambut Nasional (BRGN).

Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dishut Provinsi Jambi, Ahmad Bestari di Jambi, Jumat mengatakan, pemetaan itu dilakukan sebagai upaya menindaklanjuti program Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merestorasi kawasan gambut di sejumlah provinsi di Indonesia, termasuk Jambi.

"Kita belum tahu, berapa jumlah kawasan gambut kita yang masuk kategori rusak dan masuk kategori kawasan untuk direstorasi. Minggu depan kita sudah mulai melakukan pemetaan dan itu akan kita lakukan secara simultan bersama Dinas Perkebunan. Sebab tidak semua kawasan gambut itu berada di kawasan hutan, sebagiannya kan ada dikawasan perkebunan," katanya.

Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf mengatakan, secara keseluruhan, lahan gambut yang ada di Jambi itu seluas lebih kurang 700 ribu hektar.

"Kalau angka pasti itu masih diperdebatkan, tapi dari data kita kawasan gambut yang ada di Jambi itu lebih dari 700 ribu hektar. Jika direstorasi maka harus diklasifikasikan terlebih dahulu, kawasan gambut seperti apa yang harus direstorasi," katanya.

Menurut dia, kalau hanya kawasan gambut yang terbakar 2015 lalu yang masuk kategori restorasi, sesuai pengamatan satelit itu hanya sekitar 80-82 ribu hektar, namun diperkirakan lebih besar dari itu.

"Tapi jika memang restorasi itu menyasar gambut yang kategori rusak, maka menurut kami semua kawasan gambut di luar Taman Berbak harus dikelola atau direstorasi, khususnya lahan gambut yang terdapat kanal. Tinggal lagi kita kategorikan restorasinya masuk skala sedang atau berat," katanya.

Klasifikasi lahan menurutnya penting dilakukan mengingat sebagian besar kanal-kanal yang dibangun itu tidak dengan kajian 'hydrotopography' yang benar.

"Kanal dan drainase itu juga bagian dari restorasi yang bertujuan untuk membasahi lahan gambut. Tapi harus dilihat juga, apakah kanal yang dibuat itu sudah memenuhi kajian 'hydrotopoghrapy' atau belum. Tujuannya ingin membasahi gambut atau sebaliknya justru mengeringkan lahan gambut itu," katanya menjelaskan.

Rudi mengatakan, kanal yang baik adalah kanal yang tinggi airnya 40 centimeter diatas tanah. Sebab itu akan menjamin gambutnya benar-benar basah dan tergenangi air.

"Sebab itu kita usulkan semua kawasan gambut yang terdapat kanal itu dipantau dan dikelola ulang," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Penataan Kawasan Hutan Dishut Provinsi Jambi, Wahyu Widodo mengatakan, dari hasil pertemuan dengan Satgas Karhutla Jambi dan juga pakar gambut beberapa waktu lalu, terungkap bahwa kanal-kanal yang dibangun di sejumlah kawasan Kabupaten Muarojambi dan juga Tanjabtim dilakukan tanpa kajian 'hydrotopography'.

"Jadi dari pertemuan dengan sejumlah pakar Gambut, termasuk Profesor Asmadi dari Universitas Jambi, kanal-kanal yang sudah ada itu dibuat tanpa kajian 'hydrotopography'. Dan itu sudah di cek kebenarannya oleh team dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beberapa waktu lalu," katanya.

Menurutnya, jika tidak ada kajian hydrotopgraphy', maka kanal yang dibuat tidak ada gunanya. Sebab itu dalam waktu dekat pihaknya bersama ahli akan menyusun masterplan kajian gambut, seperti kontur gambutnya.

"Dan kanal-kanal harus mengandung unsur konservasinya," katanya menambahkan. (Ant)

Pewarta: Gresi Plasmanto

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016