Jambi (ANTARA Jambi)  - Hasil studi Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman bekerjasama dengan komunitas Konservasi Indonesia WARSI menyebutkan bahwa, lebih dari sepertiga populasi orang Rimba di Provinsi Jambi mengidap penyakit hepatitis B.

"Hasil studi ini sangat mengejutkan sekaligus memprihatinkan, kondisinya bisa disebut hyperendemik pada Orang Rimba," kata Ketua Tim Peneliti Kesehatan Orang Rimba dari LBM Eijkman, Prof Herawati Sudoyo di Jambi, Rabu.

Dia mengatakan, prevalensi hepatitis B pada Orang Rimba atau jumlah keseluruhan orang sakit pada kondisi tertentu sebesar 33.9 persen. Hal ini menunjukkan empat dari 10 Orang Rimba mengidap penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) itu.

Herawati menjelaskan, virus Hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.

Penyakit hepatitis katanya merupakan penyakit menular melalui kontak langsung dengan cairan tubuh penderita dari ibu penderita kepada bayi yang dilahirkan, melalui sperma, cairan vagina dan luka terbuka.

"Kondisi ini sangat menuntut perhatian serius dari semua pihak, terutama pemerintah daerah mengingat dari studi yang kami lakukan, penderita tertinggi berdasarkan kelompok umur justru berada pada usia produktif, yaitu 17-55 tahun," kata Herawati yang juga menjabat Deputi Direktur LBM Eijkman.

Dijelaskannya, studi dilakukan dengan mengambil sampel darah Orang Rimba di tiga kabupaten di Jambi, yaitu Sarolangun, Tebo dan Batanghari.  

Selain hepatitis juga dilakukan studi terhadap malaria dan defisiensi enzim G6PD (Glokosa -6-Fosfat Dehidrogenase). Dimana hasil studi malaria mikroskopis sebesar 1,8 persen atau 11 orang dari 610 sampel dan molekuler 24,26 persen atau 148 dari 610 sampel. Sedangkan efisiensi enzim G6PD: 0,4 persen (1/219).

Hasil studi malaria pada Orang Rimba kata Herawati juga sangat tinggi jika dibandingkan dengan data umum prevalensi malaria di Provinsi Jambi yang hanya 0,84 persen 1.000 penduduk, artinya kurang dari satu orang per seribu penduduk Jambi yang terkena malaria.

"Studi Eijkman pada Orang Rimba menunjukkan 24,26 persen yang terkena malaria. Hasil ini adalah hasil studi tertinggi dari studi serupa yang kami lakukan di daerah lain," katanya menjelaskan.

Menurutnya sangat penting untuk dilakukan langkah-langkah pengobatan dan penanggulangan penyebaran penyakit ini di kalangan Orang Rimba. Dari kajian ini langkah yang disarankan dan perlu segera diambil pemerintah terutama dinas kesehatan adalah memberikan imunisasi bayi baru lahir dan individu yang belum mengidap hepatitis.

Selain itu, kata Herawati, perlu dilakukan pengobatan kepada individu yang sudah terkena hepatisis dan pencegahan penularan vertikal (ibu ke anak) dengan mengatur jarak kehamilan dan pemeriksaan kesehatan ibu, serta mencegah penularan dari suami ke istri dan sebaliknya dengan sosialisasi penggunaan kontrasepsi kondom bagi penderita.

"Dan yang paling penting adalah segara dilakukan secara komprehensif untuk memberikan akses seluas-luasnya untuk layanan kesehatan pada Orang Rimba," kata Hera.
 
Sementara itu, Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, Robert Aritonang mengatakan, melihat hasil studi ini pencegahan dan pengobatan kepada Orang Rimba menjadi mutlak untuk dilakukan.  

"Dari proses pendampingan kesehatan yang kami lakukan, sepanjang empat tahun terakhir kami menemukan dan memfasilitasi empat Orang Rimba yang sudah menderita sirosis ke rumah sakit, namun sayangnya tidak tertolong  dan akhirnya meninggal dunia," kata Robert.

Robert mengatakan bahwa pola kehidupan Orang Rimba yang cenderung untuk menikah dengan sesama anggota kelompok semakin membuka peluang penyebaran virus hepatitis.
 
"Pola adat dan budaya yang terbentuk di mereka dengan menikah dalam sesama etnis Orang Rimba, akan sangat berpotensi melahirkan generasi yang mengidap hepatitis, jika tidak dilakukan penanganan segera kondisi ini sangat berpotensi untuk menghilangkan etnis Orang Rimba," ujar Robert.

Dikatakan Robert, ketersediaan hutan dan tercemarnya sumber air penghidupan bersih Orang Rimba sangat berpotensi untuk semakin menurunkan kualitas kesehatan Orang Rimba. Apalagi dengan banyaknya sumber penyakit yang bisa berkembang di kalangan Orang Rimba, termasuk hepatitis dan malaria.

"Untuk itulah dengan penelitian yang dilakukan Eijkman dan hasilnya sudah bisa diketahui, harapannya ini bisa menjadi masukan penting bagi pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan untuk segera mengambil tindakan nyata dalam menurunkan angka kesakitan Orang Rimba," ujarnya.

Robert juga mengatakan, persoalan ini semakin meningkatkan keberagaman penyakit pada Orang Rimba, namun akses mereka ke fasilitas kesehatan publik untuk pengobatan masih sangat sedikit sehingga kondisi ini menjadi masalah serius.

Hal itu menurut Robert disebabkan lokasi yang berjauhan dan beragam stigma yang melekat pada Orang Rimba dikalangan masyarakat umum dan sebaliknya, katanya menambahkan.(Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016