Jambi (ANTARA Jambi) - Melancong ke Provinsi Jambi, tidak hanya menyaksikan keindahan alami panorama alam Gunung Api Kerinci yang dikelilingi hamparan luas kebun teh Kayu Aro, tapi juga takjubnya peninggalan sejarah berupa candi di Kabupaten Muarajambi.

Konon, Candi Muarajambi yamg merupakan kompleks percandian terluas itu di dalamnya terdapat sebanyak 82 reruntuhan bangunan kuno. Candi Muarajambi yang sering disebut Muarojambi atau Muaro Jambi itu merupakan peninggalan sejarah masa lampau.

Setiap tahunnya, ribuan umat Budha terutama dari Kota Jambi dan  sekitarnya mendatangi kompleks percandian Muarajambi untuk melakukan ritual. Kompleks percandian tersebut saat ini sedang dalam proses pemugaran oleh pemerintah.

Candi Muarajambi di tepi aliran Sungai Batanghari itu  diperkirakan didirikan pada abad ke -11 Masehi, dan merupakan kompleks percandian terbesar dan terawat di Pulau Sumatera.

Dalam buku yang diterbitkan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, disebutkan bahwa peninggalan kepurbakalaan itu meliputi kompleks percandian, situs permukiman kuno, dan sistem jaringan perairan masa lalu.

Kawasan tersebut mencakup delapan desa, yakni Desa Muara Jambi,  Danau  Lamo, Dusun Baru, Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Dudun Mudo, Teluk Jambu dan Tebat Patah. Desa-desa tersebut masuk Kecamatan Maro Sebo dan Taman Rajo, Muarajambi.

Kompleks percandian Muarajambi atau berjarak tempuh sekitar 25 kilometer dari Kota Jambi itu telah dicalonkan ke UNESCO untuk dijadikan situs warisan dunia.

Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli mendorong agar Candi Muarajambi bisa dimasukkan warisan budaya dunia sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisatawan ke provinsi itu di masa mendatang.

"Kita berharap keberadaan Candi Muarajambi sebagai kebanggaan kita ini bisa dijadikan salah satu warisan dunia. Kita berharap peluang itu tetap terbuka lebar untuk Candi Muarajambi," katanya.

World heritage untuk Candi Muarajambi itu penting seperti Candi Borobudur sebagai upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, selain juga perhatian negara-negara luar terhadap peninggalan sejarah itu tinggi sekali, kata gubernur menjelaskan.

"Selama ini kita sekadar tahu ada Candi Muarajambi, tapi tidak ada yang tahu kalau di sini banyak cerita di belakang (candi) itu,  terutama untuk generasi muda," kata Zumi Zola menambahkan.

Gubernur juga mengatakan, Tim Lacak Artefak dalam jumlah yang besar akan menguak sejarah Candi Muarajambi dan sejarah budaya Provinsi Jambi dibantu juga oleh budayawan lokal.

Candi Muarojambi, kata Zola bukan hanya punya cerita saja, tapi ternyata candi terluas di Asia Tenggara itu ada kaitannya dengan sejarah di Kabupaten Kerinci dan 'geopark' di Merangin (Jambi).

"Saya minta tolong kepada tim ini untuk bantu itu, supaya kebanggaan Jambi ini menjadi kebanggaan Indonesia dan juga dikenal di tingkat internasional," kata Zola.

"Nanti setelah dapat semua bahan-bahannya dengan pendekatan manual langsung ke lapangan dan juga dengan menggunakan teknologi, Candi Muarajambi akan kita angkat ke tingkat nasional dan tidak tertutup kemungkinan internasional guna menarik perhatian peneliti-peneliti," kata Zola menjelaskan.

Sementara itu tim lacak artefak akan menggali lebih dalam dan luas lagi sejarah Candi Muarajambi serta sejarah dan budaya di Provinsi Jambi. Seperti peradaban di sepanjang Sungai Batanghari, Geopark Merangin, budaya di Kerinci dan lainnya.

Tim lacak artefak ini terdiri dari berbagai disiplin ilmu dari luar Provinsi Jambi, yang didampingi oleh sebanyak 65 mahasiswa jurusan Arkeologi Universitas Jambi, penggiat budaya dari Taman Budaya Jambi dan Sobat Budaya Jambi.

Perwakilan Tim Lacak Artefak dari Arkeolog Universitas Indonesia, Ali Akbar menjelaskan bahwa tujuan ke daerah ini adalah untuk menemukan kembali atau mencari bukti-bukti peradaban yang ada di Jambi.

"Sebenarnya, Jambi itu sudah dikenal punya peradaban yang tinggi dari zaman dulu, dari zaman prasejarah, salah satunya ditunjukkan keberadaan Candi Muarajambi," katanya.

Meskipun belum sepopuler candi lain di Pulau Jawa, situs purbakala yang diyakini juga sebagai salah satu pusat pengembangan agama Budha di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya ini merupakan aset yang dapat dimanfaatkan di bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata, sosial, agama, dan ekonomi.

Situs purbakala ini membentang dari barat ke timur di tepian Sungai Batanghari sepanjang 7,5 kilometer, dapat ditempuh melalui jalur darat dengan melintasi dua jembatan yang terbentang di atas Sungai Batanghari, dari Kota Jambi.

Candi-candi yang sudah dibangun dan bisa dikunjungi wisatawan di antaranya Candi Vando Astano, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Gedong 1, Candi Gedong 2 dan kolam Talaga Rajo. Selain itu Juga terdapat Kanal-Kanal Tua mengelilingi kompleks percandian ini.

Riwayat Penemuan

Pada masa lalu hingga akhir tahun 1990-an, Sungai Batanghari yang merupakan sungai terpanjang di Sumatera itu masih aktif sebagai jalur utama transportasi yang menghubungkan wilayah hilir dan hulu di Provinsi Jambi.

Dalam buku "Kawasan Cagar Budaya Muarajambi" yang diterbitkan Balai Pelesatrian Cagar Budaya Jambi, dijelaskan bahwa Muarajambi sebagai lokasi peninggalan purbakala itu pertama dikenal dari laporan perwira angkatan laut Inggris yakni SC Crooke pada tahun 1820.

Crooke melaporkan ia melihat reruntuhan bangunan dan menemukan sebuah arca yang mengambarkan arca Buddha. Pada 1921-1922, ketika T Adam menerbitkan catatannya dalam majalah "Oudheidkundig Verslag" menyebutkan keberadaan reruntuhan bangunan dan arca di Muarajambi.

Selanjutnya ketika seorang sarjana Belanda, FM Schnitger yang melakukan perjalanan ke tempat-tempat peninggalan purbakala di Pulau Sumatera, dan di Muarajambi pada tahun 1937, menyebutkan tentang adanya reruntuhan bekas kerajaan kuno.

Dalam buku Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi itu, Schnitger menyebutkan temuan bekas kerajaan kuno berupa candi, antara lain Candi Astano, Gumpung, Tinggi, Gudang Garem, Gedong I dan Gedong II serta Bukit Perak.

Kemudian, Pemerintah Indonesia pada tahun 1954 membentuk tim survei yang dipimpin ahli purbaka saat itu yakni R Soekmono untuk meninjau peninggalan-peninggalan sejarah purbakala di wilayah Sumatera bagian selatan, termasuk Muarajambi.

Selanjutnya, tim survei tersebut juga menjelaskan adanya reruntuhan Candi Astano, Gumpung, dan Tinggi serta sisa-sisa bangunan kuno yang masih berupa gundukan tanah dan tertutup vegetasi hutan.

Pada tahun 1976, dimulainya kegiatan pelestarian candi-candi di Muarajambi oleh Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kabudayaan. Kondisi reruntuhan bangunan candi saat itu hampir semuanya diselimuti vegetasi hutan.

Reruntuhan yang berhasil ditampakkan adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong I, Gedong II , Gumpung, Tinggi, Kembarbatu dan Astano. Kemudian, Pusat Penelitian masih dalam buku Balai Pelestarian Cagar Budaya Muarajambi, disebutkan bahwa Arkeologi Nasional melakukan penelitian arkeologi di Muarajambi pada 1981.

Kemudian pada 1983, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) mengkaji morfologi daratan Muarajambi. Hasilnya menyebutkan Muarajambi terbentuk sebagai akibat kegiatan depositasi material Sungai Batanghari.

Dalam bukum Balai Pelestarian Cagar Budaya Muarajambi itu diutarakan para ahli memperkirakan kawasan cagar budaya Muarajambi merupakan peninggalan kerajaan berlatarbelakang kebudayaan agama Budha Mahayana yang telah berkembang di Sumatera pada abad VII-XII Masehi.

Di Candi Gumpung pernah ditemukan sebuah arca Prajnaparamita. Arca itu mirip dengan arca yang ditemukan di Jawa yang bergaya Singhasari, berasal dari sekitar abad ke 13 Masehi.

Selain itu, di candi tersebut juga pernah ditemukan kertas emas. Berdasarkan bentuk aksara pada kerta emas diperkirakan berasal dari sekitar abad ke 9 sampai 10 Masehi.

Di sekitar kawasan percandian Muarajambi juga banyak ditemukan pecahan keramik Cina yang sebagian besar berasal dari masa dinasti Song (abad 10 Masehi), Dinasti Yuan (abad 13 Masehi) dan dari masa yang lebih tua yaitu Dinasti Tang (abad ke-8 sampai 9 Masehi).

Untuk memperkenalkan lebih jauh dan meningkatkan kunjungan wisatawan ke kompleks percandian Maurajambi, maka Pemkab Muarajambi menggelar festival "Candi Muarajambi" yang merupakan agenda tahunan pariwisata setempat.

Sebelum pembukaan festival, ribuan umat Budha yang telah hadir itu terlebih dahulu melakukan prosesi Waisak di candi.

Kawasan percandian Muarajambi yang telah diusulkan menjadi cagar budaya internasional ke UNESCO tersebut diharapkan dapat direalisasikan, sehingga ke depan bisa menjadi "magnet" wisatawan berkunjung ke daerah ini. (Ant)

Pewarta: azhari

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016