Jambi (ANTARA Jambi)- Tim gabungan terdiri dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Polres Tebo dan Yayasan Konservasi Satwa Liar Indonesia (YKSLI) berhasil menyita empat satwa burung dilindungi yang diduga berasal dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Empat satwa burung yang berhasil disita itu diantaranya adalah dua ekor rangkong Rangkong Badak (Buceros rhinceros), satu ekor Rangkong Papan (Buceros bicornis) dan Elang Hitam Sumatera (Ictinateus Malayensis), kata Kepala Seksi Wilayah II Batanghari pada BKSDA Jambi, Amenson Girsang dalam keterangan pers yang diterima, Minggu.

Dia mengatakan, setelah menyita dari tiga pemilik berbeda itu kemudian ke-empat burung tersebut dilepasliarkan kembali di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.

"Ke-empat satwa burung dilindungi itu kita sita dari tiga orang diantaranya Sabdono (60) warga Rimbo Bujang, Asri (45) warga Pulau Temiang dan Tarmizi (52) warga Tebi," katanya menjelaskan.

Dijelaskannya, burung-burung  tersebut didapatkan ketiga warga tersebut dari aktifitas pembukaan hutan, karena rangkong itu bersarang dengan membuat lubang di pohon yang tinggi dan berdiameter besar dan memiliki nilai ekonomis sehingga menjadi target penebangan oleh warga.

"Pemilik burung juga menyatakan tidak tahu kalau jenis rangkong dan elang termasuk satwa liar dilindungi. Ini berarti sosialisasi perlindungan satwa liar belum sampai ke tingkat bawah," papar Girsang. 

Ditambahkannya, ketiga pemilik satwa liar itu tidak dikenakan sanksi pidana. Namun mereka diperingatkan untuk tidak lagi memelihara atau membeli burung liar dilindungi.

"Kita akan terus meningkatkan patroli gabungan bekerjasama dengan kepolisian dan Non Government Organization (NGO) untuk perlindungan satwa liar di wilayah hutan Provinsi Jambi," katanya menambahkan.

Sementara itu Ketua YKSLI, Andreas Suwarno mengatakan, saat ini  ancaman terhadap keanekaragaman hayati sudah sangat serius, hal itu karena satwa yang diperjualbelikan masih sangat masif dan tidak mengenal jenis dan usia. 

"Alih fungsi hutan menyebabkan habitat satwa hilang dan tingkat perjumpaan satwa  manusia meningkat. Satwa usia muda kerap menjadi sasaran untuk dijual hidup-hidup, sedangkan yang dewasa dibunuh untuk dijual bagian-bagian tubuhnya dan kondisi ini jelas sangat memprihatinkan," katanya menjelaskan.

Dia menjelaskan, Rangkong Badak, Rangkong Papan, dan Elang Hitam Sumatera itu ditetapkan sebagai satwa hampir terancam punah yang termasuk dalam Apendiks I CITES atau konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang untuk diperjualbelikan sampai tingkat internasional.

"Di alam, burung-burung pemakan buah-buahan seperti rangkong memiliki fungsi penting sebagai penebar biji-bijian. Sedangkan, elang sebagai predator berperan menjaga keseimbangan ekosistem," katanya menjelaskan.

Indonesia merupakan negara terbanyak yang memiliki spesies rangkong. Dari 57 spesies rangkong di dunia, 13 speses hidup di Indonesia dan tiga diantaranya merupakan satwa endemik, katanya Andreas menambahkan.

Pewarta: Gresi Plasmanto

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016