Jambi (ANTARA Jambi) - Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia menyatakan, pemugaran cagar budaya "Rumah Batu" di Olak Kemang, Kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi, terlebih dahulu dilakukan kajian teknis yang melibatkan lintas disiplin ilmu untuk mempertahankan bentuk aslinya.

Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia, Nadia Rinandi di Jambi, Minggu, mengatakan, upaya Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi yang berinisiatif akan memugar bangunan "Rumah Batu" tersebut patut dihargai
    
"Ini awal yang baik dengan melakukan pemugaran secara menyeluruh, dan harus melibatkan lintas disiplin ilmu karena masih perlu data-data penunjang lagi," kata Nadia.

Setelah pendataan teknis tahap awal pada bangunan "Rumah Batu" tersebut selesai, kemudian harus dilakukan kajian selanjutnya yang melibatkan lintas disiplin ilmu di antaranya dari arkeologi, ahli material bangunan dan arsitektur untuk melakukan kajian penunjang lainnya.

Kondisi bangunan tersebut saat ini katanya dalam kondisi rusak dengan tingkat kerusakannya mencapai 85 persen dan rekomendasinya dibongkar semua, sehingga dibutuhkan pendapat orang yang mengerti di bidangnya.

Nadia menjelaskannya, dalam kajian lintas disiplin ilmu tersebut juga untuk mengetahui bagaimana caranya menyelamatkan bangunan tersebut dengan membuat rekomendasi analisis perbaikan.

Karena menurutnya, bangunan yang dibangun pada pertengahan abad 19 itu dibangun dengan menggunakan pasir dan kapur karena pada saat itu belum ditemukan material bangunan seperti beton dan semen.

"Dari ahli material ini nantinya melakukan kajian untuk mengetahui kekuatan dan komposisi materialnya seperti apa, karena saat itu belum ada material beton dan semen tapi bangunannya masih kokoh," katanya menjelaskan.

Nadia mengungkapkan, secara fisik bangunan yang tingkat kerusakannya mencapai 85 persen dan dilakukan pemugaran itu memerlukan waktu kajian yang cukup panjang agar mendapatkan hasil yang baik.

"Pemugaran ini secara fisik memang cukup berat dan cukup panjang, karena ke depan harus melihat faktor keselamatan manusia yang akan menggunakan bangunan ini. Kita harus yakin dulu dan kuat secara fisiknya, karena memugar itu lebih sulit dari membangun awal," katanya.

Sementara itu, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, Muhammada Ramli mengatakan bahwa pemugaran "Rumah Batu" itu paling lambat mulai dikerjakan tahun 2018.

"Tapi itu kita lihat juga keaktifan pemerintah daerah setempat bagaimana supaya mereka ikut serta dalam pelestarian cagar budaya ini," kata Ramli.

Pihak ahli waris yang memiliki tanah dan bangunan tersebut, kata Ramli sudrah tidak ada masalah dan sudah melepaskan terkait dengan upaya pemeliharaan dan pemugaran rumah tersebut.

"Ahli waris tidak masalah lagi  pada dasarnya sudah melepaskan, namun untuk pemugaran itu sesuai aturan tanah bangunannya harus aset pemerintah. Nanti Pemda setempat akan melakukan lobi," katanya.

Rumah Pecinan atau yang biasa dikenal dengan "Rumah Batu" tersebut dibangun sekitar 1830-an itu berbentuk rumah panggung dengan perpaduan arsitektur lokal, China dan Eropa.

Di mana unsur lokal tampak pada atapnya yang bebentuk limas yang sesuai dengan kebanyakan banguna melayu yang menggunakan tiang kayu, dinding dan lantai papan. 
    
Sementara unsur China tampak pada hiasan naga di atas bubungan rumah, dinding depan dan atap gapura. Sedangkan unsur Eropa tampak dari bangunan bawah yang menggunakan pasangan bata membentuk dinding dan pilar-pilar.

Rumah tersebut dulunya merupakan tempat tinggal keluarga Pangeran Wiro Kusumo atau yang mempunyai nama Said Idrus bin Hasan Al Djufri dan keturunannya yang berasal dari Hadramaut, Yaman.

Said Idrus adalah kaum saudagar yang mempunyai hubungan erat dengan Kesultanan Jambi. Rumah tersebut diarsiteki oleh Datuk Shin Tai, seorang keturunan China yang memeluk Islam. (Ant)

Pewarta: Gresi Plasmanto

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016