Jambi (ANTARA Jambi) - Komunitas Konservasi Indonesia Warsi menyampaikan bahwa berdasarkan interpretasi satelit Lansat 8, wilayah Provinsi Jambi kehilangan kawasan hutan sebesar 189.125 hektare dalam rentang waktu tahun 2012 hingga 2016.

Manager Komunikasi KKI Warsi Rudisyaf di Jambi, Jumat, mengatakan hilangnya kawasan hutan tersebut disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia dan juga konversi hutan alam menjadi izin perusahaan HTI dan pembukaan tambang, perkebunan kelapa sawit dan lainnya.

"Bahkan kini hilangnya hutan sudah masuk ke dalam kawasan hutan lindung. Hilangnya tutupan kawasan hutan Jambi hampir delapan kali lapangan bola per jam. Ini angka yang cukup besar ditengah upaya untuk mempertahankan hutan yang tersisa sebagai penyeimbang ekosistem," kata Rudi.

Dia menjelaskan, dari interpretasi satelit Lansat 8 yang dilakukan pada tahun 2012 menunjukan total kawasan hutan di Jambi masih tersisa sebesar 1.159.559 hektare, kemudian rentang waktu lima tahun ini sudah berkurang dan hanya tersisa 970.434 hektare.

Hilangnya kawasan hutan Jambi tersebut katanya menjadi penyebab semakin banyaknya bencana ekologis yang terjadi di dalam beberapa tahun terakhir. Dari awal tahun 2016 ini banjir bandang telah menghantam sejumlah wilayah diantaranya di Kabupaten Merangin, Bungo dan Sarolangun.

"Kondisi ini memperlihatkan bahwa kerusakan hutan yang terjadi telah menyebabkan hilangnya keseimbangan ekosistem yang menimbulkan bahaya bagi kelangsungan hidup manusia, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi kawasan hutan yang rusak itu," kata Rudi menjelaskan.

Rudi menyebutkan, dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara jelas dalam upaya pelestarian lingkungan kawasan hutan yang mesti dipertahankan adalah minimal 30 persen dari luas daerah aliran Sungai. 
    
"Dengan kondisi hutan yang hanya kurang dari satu juta hektare, maka kondisi hutan Jambi sudah kritis. Ini terlihat dari tutupan hutannya yang sudah kurang dari 20 persen," katanya.

Menurut Rudi, pemerintah masih belum terlalu serius dalam melakukan perbaikan tata kelola wilayah kehutanan sebagai bagian utama untuk menyelamatkan hutan demi keberlangsungan ekosistem sebagi penyangga alam. 
    
"Untuk itu yang paling penting saat ini adalah kerja nyata dari pemerintah dan semua pihak untuk melakukan perbaikan tata kelola kawasan hutan, pada perusahaan hutan tanaman yang kini tengah beraktivitas," kata dia. 
    
Rudi menambahkan, untuk pihak lain yang tengah melakukan pembukaan lahan secara ilegal harus dicarikan solusinya yang tepat untuk kebaikan ekologi dan tentu juga untuk masyarakat yang sudah terlanjur berada di wilayah itu.

"Penegakan hukum dan juga resolusi konflik dengan melibatkan masyarakat dalam skema pengelolaan hutan bisa menjadi solusinya," katanya.

Sedangkan untuk mengatasi pertambangan ilegal, Menurutnya, pemerintah harus segera melakukan revisi tata ruang wilayah dan mengalokasikan kawasan untuk tambang rakyat. 
    
Diantaranya adalah mengakomodir tambang rakyat itu penting dilakukan untuk mengatasi masalah Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Selain itu juga perlu dilakukan dengan kehati-hatian untuk mengakomodir masyarakat setempat.

"Jangan sampai nanti ketika ada kawasan yang dilegalkan untuk pertambangan emas yang bermain adalah para cukong sementara masyarakat setempat hanya sebagai pekerja, maka kehatian-hatian pemerintah sangat diperlukan," kata Rudi menambahkan. (Ant)

Pewarta: Gresi Plasmanto

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016