Jambi (ANTARA Jambi) - Gubernur Jambi Zumi Zola mengatakan bahwa pemerintahannya merespon baik program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

"Pada Tahun 2009 telah ditetapkan pencadangan Hutan Desa pertama di Indonesia oleh Menteri Kehutanan yang berada di Desa Lubuk Beringin Kabupaten Bungo," kata Zola usai mendampingi Menteri LHK meninjau Hutan Desa dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Desa Hajran, Kabupaten Batanghari, Sabtu.

Zola menjelaskan, progress program PHBM di Provinsi Jambi adalah seluas  143.326 hektare yang terdiri dari Hutan Desa seluas 81.754 hektare, HTR 58.408 hektare dan Hutan Kemasyarakatan seluas 3.164 hektare.

Sedangkan Desa Hajran sudah mendapat pencadangan HTR seluas 1.272 hektare dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang didampingi oleh LSM Amphal.

"Pencadangan HTR telah ditindaklanjuti oleh Pemprov Jambi dengan memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) kepada masyarakat Desa Hajran sebanyak empat izin," kata Zola.

Empat izin itu kata Zola diberikan kepada Koperasi Mpang Gagah seluas 304,15 hektare dengan SK Gubernur Jambi Nomor 95/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016.

Kemudian Koperasi Serengam Betuah seluas 363,03 hektare dengan SK Gubernur Jambi Nomor 96/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016.

Selanjutnya Koperasi Bagan Rajo seluas 304,04 hektare dengan SK Gubernur Jambi Nomor 97/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016. Dan terakhir Koperasi Khayangan Tinggi seluas 301,37 hektare dengan SK Gubernur Jambi Nomor 98/KEP.KA.BPMD.4/IV/2016 tanggal 14 April 2016.

Zola juga menjelaskan, selain kegiatan HTR, Desa Hajran juga telah mendapat Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) seluas 90 hektare yang diterbitkan Gubernur Jambi sesuai dengan Keputusan Gubernur Jambi Nomor 541/Kep.Gub/Dishut/2011 tanggal 18 Nopember 2011, yang didampingi oleh LSM Warsi.

Menurutnya, Desa Hajran merupakan salah satu desa penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani perkebunan karet dan masih tergantung pada kawasan hutan.

"Dengan adanya program PHBM ini tentu memberikan legalitas kepada masyarakat untuk mengelola hutan," ujarnya

Sedangkan kegiatan pembangunan PHBM di Desa Hajran yang telah berjalan kata Zola yakni program aneka usaha kehutanan seluas 10 hektare difasilitasi BPDAS Batanghari di lokasi Hutan Desa berupa tanaman jelutung dan karet.

Kemudian demplot tanaman Jabon seluas 40 hektare tahun 2014 dan 2015 oleh Dishut Provinsi Jambi di lokasi Hutan Desa dengan sumber dana APBD provinsi.

Ada juga penanaman MPTS jenis durian dan mangga tahun 2015 dan pengembangan usaha Agroforestry sebanyak 1.100 batang bibit nangka dan petai tahun 2016 oleh Warsi serta tata batas partisipatif Hutan Desa Hajran.

"Dari demplot tersebut ternyata tanaman Jabon cocok dikembangkan di wilayah ini. Diharapkan dengan adanya kegiatan persemaian dan penanaman Jabon pada lokasi HTR di Desa Hajran ini tercipta sentra produksi tanaman Jabon dan pusat sumber bibit Jabon untuk mendukung pengembangan budidaya Jabon di Provinsi Jambi, dan dapat menunjang bahan baku industri kayu," kata Zola menjelaskan.

Zola juga berharap dari sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, perikanan dan energi sumber daya mineral membantu program HTR ini dalam rangka pembangunan kehutanan berbasis ketahanan pangan dan energi.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, mengatakan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) merupakan solusi mengatasi konflik lahan yang terjadi di masyarakat.

"HTR keuntungannya untuk optimalisasi ruang, HTR memberikan akses legal kepada masyarakat dan mengatasi atau solusi timbulnya konflik," kata Siti.

Tidak munculnya konflik dalam pengelolaan HTR karena masyarakat sendiri yang mengelola dan selaku pemegang izin. Namun yang harus diperhatikan adalah hasil dari hutan tersebut bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat.

Menteri juga menegaskan, konsistensi pengelola HTR harus di jaga dan harus ada jaringan kerja. Sebab itu pendampingan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lahan dan hutan sangat penting.

"Kreatifitas masyarakat itu tidak boleh mati. Saya ingin melihat kekuatan dari kelembagaan kita di masyarakat dan itu tampak di sini. Ini adalah bisnis rakyat, biasanya yang mampu mengelola lahan adalah konglemerat tapi ke depan mudah-mudahan menjadi konglerakyat," kata Menteri.(Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016