Jambi, 29/8 (Antara)- Kalangan pengkaji bahasa dan sastra dari Kantor Bahasa Provinsi Jambi Afriyendy Gusti menilai bahwa iklim kritik kesastraan di daerah ini belum terbangun, karena umumnya masih tejebak pada tradisi lisan.

Hal itu dikatakan dia usai memberikan materi dalam dialog kesastraan dengan tema "Kritik sastra kita" di aula Kantor  Bahasa provinsi setempat, Senin.

"Dari diskusi tadi kita semua jadi mengerti, bahwa iklim kritik sastra di Jambi belum terbangun, banyak yang beranggapan bahwa kritik itu adalah sesuatu yang menyepelekan, merendahkan, menghina atau semacam aib, sehingga itu menjadi tidak diterima," kata dia.

Iklim kritik sastra yang belum terbangun tersebut, kata Gusti menjelaskan, yakni belum terbukanya sebuah realitas dalam satu orientasi dan etimologi kritik yang menjadi deduktif.

Padahal menurut Gusti, esensi dari kritik itu adalah sesuatu yang disampaikan secara netral dan sebelumnya harus ada prosedur yang dilewati oleh kritikus agar kritik yang disampaikan itu bernilai ilmiah dan objektif.

"Kritik itu harus berdasarkan data dan landasan, berfikir langkah kerjanya, dan itulah yang menghasilkan suatu kesimpulan dari kritik tersebut," katanya menjelaskan.

"Kalau di jambi masih terjebak dalam tradisi lisan, terjebak dengan dominasi atau dalam arti figur, sehingga muncul bahasa anti kritik, bahwa kritik itu tidak relevan, dan tatanan seperti ini yang harus dirubah," katanya pula.

Selain iklim kritik sastra yang belum terbangun, Gusti menjelaskan, juga bahwa keberadaan kritikus sastra di Provinsi Jambi yang sampai saat ini tidak atau belum memiliki kritikus yang mumpuni untuk mengangkat kekayaan khasanan sastra.

"Kritikus sastra di Jambi masih minim, kalau orang yang melakukan kritik sastra pasti ada, tapi itu kita tidak bisa menyebut sebagai kritikus, karena kritikus itu orang yang melakukan kritik yang berulang dan konsisten," katanya menjelaskan.

Gusti menjelaskan, bahwa kritikus kesastraan itu diciptakan dan disepakatkan untuk meyakinkan orang yang memiliki andil yang besar dalam pembangunan khususnya pembangunan mental. 

"Apapun itu tidak hanya sastra saja agar bisa hidup berkembang itu harus dikritisi atau diapresiasi, sama dengan karya sastra juga, karena kearifan lokal kita ini tidak terlepas dari sastra," katanya.

Dalam dialog kesastraan tersebut juga dihadiri oleh mahasiswa dan akdemisi dari sejumlah universitas di daerah itu.

"Stimulasinya terutama mahasiswa, ada jaringan yang dibuat, dan harus hidupkan pola diskusi, artinya posisinya jadi sama-sama, karena mahasiwa itu harus menjadi garda terdepan dalam perkembangan kesastraan," katanya menambahkan.

Pewarta: Gresi Plasmanto

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016