Jambi (ANTARA Jambi) - Kilauan emas membuat hampir semua manusia tergiur, dari ingin memiliki fisiknya hingga menjadikan pundi-pundi rupiah untuk kesejahteraan hidup di duniawi.

Tak jarang manusia menempuh berbagai upaya untuk memiliki emas tersebut, mulai dari cara paling mudah hingga mampu melewati cara yang berisiko tinggi. Artinya nyawa di ujung tanduk pun sanggup dipertaruhkan.

Di Jambi, ada aktivitas tambang emas ilegal yang ekstrem atau sangat-sangat berisiko. Adalah tambang emas "lubang jarum" di Kecamatan Renah Pemberap, Kabupaten Merangin.

Penambang emas ilegal atau biasa disebut penambangan emas tanpa izin (Peti) tepatnya di Desa Simpang Parit itu melakukan penambangan dengan metode membuat lubang galian atau "lubang jarum" sedalam antara 30-50 meter.

Tragisnya lagi lubang yang mereka gali tepat di bawah aliran sungai dengan arus deras selebar 20 meter yang kedalaman sungainya mencapai tujuh meter. Sungai itu disebut Sungai Batang Merangin.

Lokasi tambang sulit ditemui masyarakat luar, dari ibukota provinsi butuh waktu empat jam untuk sampai ke ibukota Kabupaten Merangin. Kemudian jarak tempuh dua jam kembali dilalui untuk tiba di pelabuhan perahu bermesin (tempek). Dari pelabuhan perahu harus melawan arus dengan jarak tempuh satu jam untuk bisa sampai di lokasi tambang.

Lubang para penambang emas ilegal itu pertama digali vertikal sedalam 10-20 meter, kemudian penambang membuat lubang horizontal lagi yang mengarah di bawah sungai hingga menembus seberang sungai. Bahkan tepat di bawah sungai itu penambang membuat cabang-cabang lubang lagi. Sungguh luar biasa.

Jika kita yang tidak pernah mengambil risiko dan berkesempatan melihat secara langsung bentuk lubang yang hanya sebesar ukuran tubuh manusia itu, tentu hanya satu pikiran yang terlintas. Yakni mati.

Pribahasa "nyawa di ujung tanduk" sepertinya selama ini tidak berlaku bagi pelaku penambang emas di daerah itu. Mereka terus menggali dan menggali mencari butiran emas yang belum tentu ada di lubang yang mungkin bisa disebut lubang kematian itu.

Namun Senin (24/10), nyawa di ujung tanduk itu seperti menjadi pribahasa yang tak terbantahkan lagi bagi mereka pelaku penambang emas ilegal di daerah itu. Dimana 11 penambang tak mampu lagi keluar dari lubang rejeki mereka sejak pukul 14.00 WIB.

Penyebabnya masih belum bisa dipastikan, tapi kuat dugaan mereka terjebak karena air sungai yang berjarak sekitar 5-7 meter dari atas kepala mereka masuk ke dalam lubang dan menyebabkan mereka hingga saat ini belum berhasil dievakuasi.

Asumsi itu muncul dan bisa tidak terbantahkan karena air juga mampu menjangkau hingga pintu masuk lobang mereka. Meninggal atau tidaknya sebelas penambang itu, Wallahu A'lam Bishawab. Sebab belum ada yang melihat 11 fisik penambang itu.

Pantauan Antara di lokasi, Sabtu (29/10), Tim SAR terdiri dari TNI, Polri, Basarnas, BPBD serta warga masih berupaya mengevakuasi 11 korban yang terjebak di dalam "lubang jarum" itu. Dalam hitungan hari, Sabtu merupakan hari ke-enam upaya evakuasi namun belum membuahkan hasil.

Upaya yang hanya mampu dilakukan Tim evakuasi saat ini yakni menyedot air dalam lobang galian, 13 unit mesin pompa pun terus menggaung menyedot air yang yang kadar asam dan warnanya sama dengan air sungai Batang Merangin. Dan tak sedikit pula tim evakuasi di lokasi saling berbisik bahwa air dari lubang sudah mulai berbau seperti bau bangkai.

Di hari ke-enam pascabelum keluarnya penambang itu dari lubang, Gubernur Jambi Zumi Zola turun langsung meninjau proses evakuasi dan mencoba memasuki lobang tempat penambang masuk. Namun gubernur hanya mampu beberapa meter saja dan terlihat sontak mengeleng-gelengkan kepala.

Di hadapan keluarga korban, gubernur menyatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya melakukan evakuasi para penambang. Gubernur juga menyantuni semua keluarga korban.

"Kami semua akan berupaya, dan memang apa yang kita kerjakan ini tidak mudah. Kita sama-sama berdoa semoga semua korban bisa dievakuasi," kata Zola.

Zola mengatakan lubang para pekerja hanya bisa dilalui satu orang saja, untuk memutar badan pun tidak bisa dan keluar harus dengan gerakan mundur.

"Curah hujan tak kunjung berhenti pompa air yang disediakan sudah tidak memungkinkan lagi, airnya tidak berkurang-kurang. Tapi kita terus berusaha dengan opsi-opsi lain, kemungkinan di seberang sungai akan digali dengan mengunakan alat berat," katanya menjelaskan.

Di sepanjang aliran sungai, terlihat ratusan lubang-lubang galian emas mengangga. Namun tidak satu pun penambang emas yang bekerja, mungkin mereka menghindar karena adanya insiden paling besar selama aktivitas mereka. Ditambah lalu lalangnya petugas Kepolisian dan TNI sebagai tim evakuasi

Gubernur menyebut akan mengkaji aktivitas tambang emas di wilayahnya secara umum, namun yang pastinya aktivitas itu ke depannya tidak merusak dan mencemari lingkungan serta terjamin dari sisi keselamatan, meskipun hasilnya mensejahterakan rakyat.

"Ini jadi pelajaran kita khususnya semua masyarakat yang melakukan aktivitas ini. Logikanya menggali di bawah sungai yang deras itu risikonya sangat besar sekali. Kita lihat tadi ada lubang setiap pinggiran sungai, tak terpikirkan oleh kita gimana musibahnya," ujarnya.

Bupati Merangin Al Haris mengakui bahwa aktivitas penambangan emas ilegal dengan metode "lubang jarum" sudah lama terjadi, namun pihaknya tidak mampu berbuat banyak

"Sudah lama sudah bertahun-tahun. Mereka tidak dikontrol, tidak ada izin sehingga tidak ada Standar Operasi Prosedur (SOP) nya. Artinya mereka boleh menggali di kedalam berapa, adakah asuransinya. Nah ini nanti akan tertibkan. Seperti kata pak gubernur langkah ke depan mungkin ada regulasi dan program yang mengatur itu," kata Haris.

Haris berharap musibah tersebut menjadi pembelajaran yang sangat berarti bagi seluruh masyarakat Merangin, khususnya para pelaku penambangan emas di sejumlah kecamatan dalam Kabupaten Merangin. Bupati juga minta keluarga korban dan seluruh masyarakat Merangin untuk bersama-sama berdoa, agar evakuasi sebelas korban bisa dilakukan

"Saya sangat prihatin kepada para korban, sebab mereka melakukan pekerjaan seperti itu karena faktor himpitan ekonomi. Semoga keluarga tetap tabah," kata Haris.

Hujan yang terus mengguyur Kabupaten Merangin dalam sepekan terakhir katanya menjadi kendala dalam proses evekuasi. Namun evakuasi tetap terus dilakukan.

"Pelaksanaan evakuasi berlangsung selama tujuh hari. Jika selama tujuh  hari itu tidak juga berhasil, akan ditambah tujuh hari lagi," katanya menambahkan.

Sebanyak 11 penambang emas ilegal yang terjebak dan belum berhasil dievakuasi itu yakni Tami (45), Yungtuk (30), Siam (28), Hamzah (55), Jurnal (21), Catur (24) dan Guntur(34). Semuanya merupakan warga Sungai Nilau Kecamatan Sungai Manau, Merangin.

Kemudian Cito (25) dan Zulfikar (25) merupakan warga Perentak Kecamatan Pangkalan Jambu, Merangin. Sedangkan dua orang lainnya, yakni Dian Arman (53) dan Erwin (44) merupakan warga Desa Air Batu Kecamatan Renah Pembarap, Merangin.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi Arief Munandar mengatakan, BNPB sudah mengucurkan dana tanggap darurat untuk operasional evakuasi 11 penambang emas itu sebesar Rp200 juta.

"Kita mendapatkan bantuan dana dari BNPB sebesar Rp200 juta untuk operasional evakuasi korban dan bantuan peralatan. Ini kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk proses evakuasi," kata Arief.

Lubang Jarum Sejak Tahun 60-an

Aktivitas penambangan emas dengan metode "lobang jarum" di Merangin ternyata sudah ada sejak tahun 60-an. Tapi dulu masyarakat tidak menjadikan aktivitas itu mata pencaharian pokok atau dalam waktu-waktu tertentu saja.

Namun kondisi saat ini berbeda, dimana sekitar 60 persen warga setempat bahkan warga luar menjadikan tambang emas ilegal menjadi mata pencaharian pokok.

Kapolres Merangin AKBP Munggaran Kartayuga di lokasi, mengakui bahwa pihaknya sudah lama mengetahui aktivitas ini. Namun akses yang jauh dan tertutupnya masyarakat dengan aparat kepolisian membuat penindakan sulit dilakukan.

"Hari pertama mau masuk mengecek korban ini saja kita tidak bisa. Warga yang punya perahu tidak mau mengantar kita dan terpaksa kita mengunakan perahu arum jeram dengan jarak tempuh 3-4 jam. Artinya apa, mereka tertutup dan kompak dengan kegiatan ini," kata Munggaran.

Kapolres mengungkapkan, berdasarkan informasi yang mereka himpun, dulu awalnya masyarakat menambang emas dengan cara tradisonal. Namun seiring waktu dan berkembangnya teknologi, mereka memanfaatkan itu hingga mampu membuat "lubang jarum" dengan peralatan canggih.

"Ini sudah ada sejak tahun 60-an, jalur sungai Batang Merangin ini uratnya emas. Dan lubang tempat 11 korban ini merupakan lubang lama yang dikeruk lagi. Biasanya mereka gali kemudian ditutup lagi," katanya.

Penambang emas yang menjadi korban tewas di dalam lubang galian kata Kapolres tahun lalu sebanyak empat orang. Namun Kepolisian hanya mendengar kabar dan ketika mencoba ke lokasi, warga tidak ada yang mau berbicara.

"Tahun lalu juga ada, kita dapat informasi dan turun ke lokasi, ternyata mayatnya sudah diangkat dari lubang. Bahkan pernah begitu sampai di lokasi mayat disembunyikan warga di dalam karung untuk menutupi dari pihak Kepolisian. Jadi mereka sembunyi-sembunyi," katanya menjelaskan.

Namun terkait 11 penambang emas ini, Kapolres menyebut karena ketidakmampuan pekerja lain menyelamatkan korban dari dalam lubang hingga malam dihari kejadian, barulah berita itu menyebar.

Kapolres juga menyebut ada ratusan "lubang jarum" di Kecamatan Renah Pemberap itu. Namun aktivitas tidak tampak karena mereka menghindar pascakejadian ini. Pihaknya pun saat ini akan fokus evakuasi, setelah itu barulah penindakan dilakukan tentunya memeriksa pihak terkait seperti pekerja lain dan pemilik lubang.

Dandim 0420 Letkol Inf I Nyiman Yudhanha Dewata Putra sebagai pengarah operasi evakuasi mengatakan, sekitar 200 personil gabungan terdiri dari TNI, Polri, Basarnas, BPBD dibantu warga diterjukan untuk operasi evakuasi ini.

Proses evakuasi kata Dandim terus dilakukan, termasuk menyiapkan opsi lain yakni menggunakan alat berat untuk membongkar lubang.

"Walaupun medannya sangat berat kita upayakan datangkan alat berat, kemungkinan kita akan bongkar dari seberang sungai. Yang jelas upaya evakuasi tetap kita laksanakan," kata Dandim.

Dandim mengatakan evakuasi pertama tujuh hari dan diperpanjang tujuh hari. Namun sebagai pengarah operasi pihaknya bisa memberikan saran kepada bupati untuk proses selanjutnya.

"Dilanjutkan atau tidak yang jelas kita berusaha maksimal, masih ada kesempatan kita ambil. Jika ada opsi yang lain kita ambil opsi lain itu," tegasnya.

Sayangnya para penambang emas ilegal di desa setempat tidak mau berkomentar banyak terkait aktivitas mereka. Menutup diri mungkin jalan aman bagi mereka saat ini.

Tapi ternyata ada warga setempat yang kesehariannya bukan penambang dan tidak mau namanya di sebut, mau berbagi cerita ketika dikonfirmasi Antara. Dia pun terbuka terkait dana, hasil dan pola kerja penambang emas ilegal.  

Warga itu mengatakan bahwa mencari emas memang menjanjikan, itu jika di lubang yang dibuat penambang memang ada emasnya, tapi jika tidak ada hanya kerugian yang didapat.

"Satu lubang itu modalnya bisa mencapai Rp15-20 juta, mulai dari peralatan dan biaya operasional selama manggali, bisa berbulan-bulan waktunya bahkan hingga modal habis. Satu lubang itu anggotanya bisa 10-15 orang," kata warga.

Menurutnya, menambang emas di "lubang jarum" sama dengan bermain judi. Dimana belum diketahui secara pasti ada atau tidaknya emas di lubang yang akan mereka gali hingga di bawah sungai itu.

"Kalau mereka mendapat emas tentu hasilnya luar biasa hingga puluhan juta satu lubang. Tapi kalau tidak ada, modal pun hanya tertimbun di dalam lubang itu," kata warga itu.

Disinggung tingkat kesejahteraan penduduk setempat, warga itu mengakui memang banyak perubahan terutama bangunan rumah yang hampir merata berstruktur beton.

Jambi Ladangnya Emas

Empat kabupaten di Jambi yakni Merangin, Sarolangun, Bungo dan Tebo dinyatakan memiliki potensi emas yang sangat luar biasa, khususnya di sepanjang aliran sungai.

Tak menjadi soal jika salah satu ladang emas di Indonesia itu ada di Jambi. Hal itu pula memancing pemilik modal dan masyarakat untuk terus menggali dan mengeruk sungai mencari butiran emas itu. Bahkan tiga metode mencari emas juga diterapkan di Jambi. AL hasil cara tradisonal dengan mendulang itu sudah benar-benar hilang.

Metode pertama dengan mengeruk sungai-sungai khususnya di wilayah Jambi bagian barat dengan mengunakan alat berat jenis eskavator, jumlahnya pun ratusan. Metode kedua menggunakan rakit yang berisi mesin dompeng dengan menyedot pasir dan bebatuan yang ada di dalam sungai. Ketiga dengan membuat "lubang jarum".

Ketiga cara mencari emas itu semuanya ilegal, namun upaya pemerintah Provinsi Jambi untuk menghentikan aktivitas penambangan emas ilegal di empat kabupaten itu ternyata sulit. Karena diduga banyak oknum aparat penegak hukum yang ikut bermain.

Dari satu gubernur ke gubernur berikutnya persoalan tambang emas ilegal di Jambi belum kunjung selesai meski banyak tim yang dibentuk untuk menghentikan dan memberantas aktivitas ilegal tersebut.

Padahal pelaku yang juga dilakoni masyarakat tau aktivitas itu merusak tatanan lingkungan terutama daerah aliran sungai. Apalagi sudah banyak menyebabkan bencana alam seperti banjir bandang yang dapat membahayakan kehidupan mereka sewaktu-waktu.

Bahkan demi mendapatkan emas, warga terkadang harus bentrok dengan aparat saat dilakukan penertiban dan kehilangan nyawa baik tertimbun atau terjebak saat berada di lokasi tambang.

Kejadian 11 penambang emas yang terjebak di "lubang jarum" ini merupakan kejadian terbesar dalam aktivitas tambang ilegal. Tapi hikmahnya mungkin pelaku lain bisa menelaah atas kejadian ini dan berupaya mencari cara aman dalam mengais rejeki.

Tapi tentunya kita harapkan Tim SAR mampu mengevakuasi 11 penambang dari lubang galian emas itu, sebab semua keluarga penambang sudah menunggu kepulangan mereka sejak hari pertama mereka terjebak. Baik dalam keadaan bernyawa ataupun hanya jasad.(***)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016