Jambi,  Antarajambi.com - Pejabat pada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi menyatakan penanganan peninggalan sejarah di bawah air atau arkeologi maritim di wilayah kerja itu belum maksimal karena banyaknya kendala.

"Terkait penanganan peninggalan di bawah air itu kita masih kurang informasi dan kurang SDM, banyak kendala yang kita hadapi, salah satunya belum punya data titik-titik kordinatnya," kata Kepala BPCB Jambi Muhammad Ramli di Jambi, Kamis.

BPCB Jambi mempunyai wilayah kerja yang mencakup Provinsi Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Dari keempat provinsi itu Bangka Belitung yang pernah dilakukan survei oleh tim BPCB Jambi.

"Potensinya peninggalan sejarah di bawah air itu di wilayah kita meliputi Pantai Timur Jambi dan Pantai Barat Bengkulu dan Bangka Belitung, saat ini baru sebatas survei atau belum ada penanganan pengangkatan (eskapasi)," katanya.

Selain masih minimnya informasi titik kordinat sehingga belum maksimalnya penanganan arkeolog maritim itu, juga disebabkan oleh kondisi di wilayah perairan yang salah satunya jarak pandang di bawah air yang kadang terbatas.

"Jarak pandang (visibility) di bawah air sangat menentukan saat kami melakukan penyelaman untuk kegiatan survei terhadap peninggalan di bawah air, kondisi cuaca di wilayah perairan juga sangat berpengaruh terhadap kegiatan itu," katanya menjelaskan.

Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja Perlindungan BPCB Jambi, Agus Sudaryadi mengatakan, setiap tahunnya ada dua kali kegiatan survei terhadap peninggalan di bawah air yang kegiatannya masih difokuskan di wilayah perairan Bangka Belitung.

"Kegiatan yang kami lakukan itu sangat tergantung informasi dari nelayan atau masyarakat, kalau sudah ada temuan di bawah air tapi kita tidak tau informasinya itu sangat sulit dicari, bukannya kita tidak ada perhatian terhadap peninggalan di bawah air," kata Agus.

Pihaknya pernah melakukan survei lokasi untuk menemukan peninggalan sejarah sebuah kapal Jepang Asigara yang karam di wilayah perairan Bangka Belitung. Informasi peninggalan sejarah Kapal Jepang itu didapat dari masyarakat nelayan setempat.

"Namun kendala cuaca di sana sangat riskan, jika kita meleset memprediksi waktu maka yang akan kita hadapi cukup banyak, misalnya gelombang tinggi dan lainnya," kata Agus.


Pewarta: Gresi Plasmanto

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2017