Jambi, Antarajambi.com- Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan kawasan gambut di Indonesia setiap tahunnya mampu menyimpan cadangan karbon mencapai satu giga ton sehingga perlu dipertahankan untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Nazir Foead di Jambi, Kamis, mengatakan, penghitungan penyimpanan emisi karbon di kawasan gambut itu dilakukan oleh pakar yang telah menjadi mitra BRG.

"Kawasan gambut yang berada di tujuh provinsi di Indonesia dan yang rusak itu diperbaiki, mampu mengurangi emisi karbon sebesar satu giga ton setiap tahunnya," katanya usai menghadiri sosialisasi program restorasi gambut di Jambi.

Menurut dia, cadangan karbon yang disimpan di kawasan gambut di Indonesia cukup besar atau hampir sama dengan yang dikeluarkan di Jerman dengan segala aktivitasnya yang memiliki pendapatan domestik bruto (PDB) lima kali lebih besar dari Indonesia.

"Dari segala aktivitas perekonomiannya di Jerman yang dihasilkan dari industri dan transportasi setiap tahun melepas karbon sebesar 970 juta ton dan itu hampir sama mendekati cadangan karbon di kawasan gambut yang ada di Indonesia," katanya.

Kawasan gambut tropis di Indonesia mencapai 20 juta hektare yang merupakan terluas di dunia. Kawasan gambut di Indonesia tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua itu memiliki peranan yang besar dalam mengurangi dampak perubahan iklim.

"Gambut di indonesia punya peranan yang sangat penting untuk membantu dan berkontribusi terhadap perubahan iklim dunia," kata Nazir.

Gambut merupakan sebutan untuk jenis tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang membusuk melalui proses ratusan tahun yang biasanya terletak di antara dua sungai.

Semakin rendah resapan air di beberapa lahan gambut dituding sebagai penyebab kebakaran parah yang terjadi pada 2015 dan kebakaran di kawasan gambut tersebut menjadi bencana nasional yang sangat buruk.

Kebakaran hutan yang melanda di kawasan gambut di Indonesia pada tahun 2015, kata Nazir, diklaim oleh beberapa peneliti telah mengeluarkan emisi karbon mencapai 800 juta ton hingga 1,6 giga ton.

"Ada yang bilang akibat kebakaran di lahan gambut itu mengeluarkan emisi karbon setara dengan 10 persen dari pengeluaran emisi karbon dari semua pembakaran bahan bakar fosil secara global," katanya.

Komitmen

Nazir Foead menegaskan lembaga donor dari luar negeri berkomitmen dan mengaktifkan kerja sama bantuan dana dalam pemulihan (restorasi) gambut di Indonesia.

"Ada beberapa negara yang masih komitmen dan telah mengaktifkan kerja sama bantuan melalui lembaga donor untuk restorasi gambut," kata Nazir.

Misalnya, untuk restorasi lahan gambut di Provinsi Jambi lebih didominasi bantuan dari lembaga donor Amerika Serikat melalui program "Millenium Chalenge Account-Indonesia" (MCA-I).

Kemudian ada juga bantuan dari Inggris sebesar tiga juta pundsterling untuk lima provinsi di Indonesia, termasuk Jambi.

Disinggung Amerika Serikat yang menarik dari perjanjian Paris tentang perubahan iklim yang disepakati 2015, kata Nazir, dalam waktu dekat belum ada pengaruhnya bagi program restorasi gambut di Indonesia.

"Dalam waktu dekat tidak ada pengaruhnya karena ini sudah perjanjian yang dibuat dari pemerintah sebelumnya dan itu masih berlaku sampai tahun depan," katanya.

"Memang jika ini (bantuan Amerika) habis apakah ada bantuan yang baru dan ini yang masih kita diskusikan dengan Pemerintahan Amerika," katanya.

Selain itu, saat ini ada Pemerintahan Kanada dan Eropa meningkatkan komitmennya untuk membantu Indonesia dalam mengatasi isu perubahan iklim dengan menggelontorkan pendanaan.

"Dari Kanada dan Eropa meningkatkan komitmennya karena Amerika mungkin akan turun dan yang lain malah naik, kita juga dapat donor dari Korea dan Jepang," katanya.

BRG pada tahun ini akan membangun sekitar 5.600 sekat kanal dengan target pembasahan mencapai luas 400.000 hektare.

Pengerjaan sekat kanal itu semuanya dilakukan bersama-sama dengan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dengan melibatkan pendanaan donor.


Pewarta: Gresi Plasmanto

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2017