Beijing (Antaranews Jambi) - Ratusan warga suku Hui, yang beragama Islam, mengadakan gerakan duduk sebagai penentangan terhadap rencana pemerintah menghancurkan masjid baru dan besar di kawasan Ningxia, China barat.
China secara resmi menjamin kebebasan agama, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, pejabat gugup menghadapi kemungkinan radikalisasi dan kekerasan menguat di kawasan dengan banyak penduduk Muslim.
Masjid Raya Weizhou, dengan sejumlah menara dan kubah dalam gaya bangunan Timur Tengah, tidak memperizin memadai sebelum pembangunannya, kata pejabat di kota Weizhou dalam pemberitahuan pada 3 Agustus.
Masjid itu akan dibongkar dengan paksa pada Jumat, kata mereka di pemberitahun itu, yang tersebar luas di kalangan Muslim China di media sosial.
Perintah itu mengundang kemarahan di kalangan warga desa, tetapi pembicaraan antara perwakilan masjid dan pejabat-pejabat gagal mencapai kesepakatan, sementara itu para jamaah menolak rencana pemerintah membongkar masjid jika kubah-kubangnya diganti dengan pagoda yang lebih mencerminkan gaya China, kata satu sumber di kawasan itu kepada Reuters.
Ratusan warga desa berkumpul di masjid tersebut pada Jumat pagi, dan walikota Weizhou dijadwalkan mengadakan pembahasan di waktu sore, tambah sumber itu, yang minta tak disebutkan jatidirinya.
"Kalau kami tandatangani, kami menjual keyakinan kami," kata seorang pendukung masjid Weizhou dalam pesan singkat melalui aplikasi WeChat yang dilihat Reuters, mendesak warga desa jangan menandatangani rencana pembangunan kembali masjid tersebut.
"Saya tak dapat berbicara tentang isu ini," kata Ding Xuexiao, direktur masjid itu ketika dihubungi lewat telefon. Imam masjid Ma Liguo mengatakan situasi "saat ini sedang dikoordinasikan". Keduanya tidak memberikan penjelasan.
Ada protes di masjid itu pada Jumat, kata seorang pria di kantor urusan agama pemerintah di kawasan tersebut, Perhimpunan Islam, membenarkan. Dia menambahkan bahwa pemerintah hanya ingin struktur itu "direnovasi untuk mengurangi skalanya".
"Pembahasan dengan publik sedang berlangsung. Konsensus belum dicapai mengenai rencana renovasi tersebut," kata pria itu, yang menolak jatidirinya disebutkan.
Reuters belum mempertanggapan dari pemerintah Weizhou dan pejabat di Tongsin, yang dekat dengan kawasan itu.
Suntingan oleh Muhamad Anthoni
China secara resmi menjamin kebebasan agama, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, pejabat gugup menghadapi kemungkinan radikalisasi dan kekerasan menguat di kawasan dengan banyak penduduk Muslim.
Masjid Raya Weizhou, dengan sejumlah menara dan kubah dalam gaya bangunan Timur Tengah, tidak memperizin memadai sebelum pembangunannya, kata pejabat di kota Weizhou dalam pemberitahuan pada 3 Agustus.
Masjid itu akan dibongkar dengan paksa pada Jumat, kata mereka di pemberitahun itu, yang tersebar luas di kalangan Muslim China di media sosial.
Perintah itu mengundang kemarahan di kalangan warga desa, tetapi pembicaraan antara perwakilan masjid dan pejabat-pejabat gagal mencapai kesepakatan, sementara itu para jamaah menolak rencana pemerintah membongkar masjid jika kubah-kubangnya diganti dengan pagoda yang lebih mencerminkan gaya China, kata satu sumber di kawasan itu kepada Reuters.
Ratusan warga desa berkumpul di masjid tersebut pada Jumat pagi, dan walikota Weizhou dijadwalkan mengadakan pembahasan di waktu sore, tambah sumber itu, yang minta tak disebutkan jatidirinya.
"Kalau kami tandatangani, kami menjual keyakinan kami," kata seorang pendukung masjid Weizhou dalam pesan singkat melalui aplikasi WeChat yang dilihat Reuters, mendesak warga desa jangan menandatangani rencana pembangunan kembali masjid tersebut.
"Saya tak dapat berbicara tentang isu ini," kata Ding Xuexiao, direktur masjid itu ketika dihubungi lewat telefon. Imam masjid Ma Liguo mengatakan situasi "saat ini sedang dikoordinasikan". Keduanya tidak memberikan penjelasan.
Ada protes di masjid itu pada Jumat, kata seorang pria di kantor urusan agama pemerintah di kawasan tersebut, Perhimpunan Islam, membenarkan. Dia menambahkan bahwa pemerintah hanya ingin struktur itu "direnovasi untuk mengurangi skalanya".
"Pembahasan dengan publik sedang berlangsung. Konsensus belum dicapai mengenai rencana renovasi tersebut," kata pria itu, yang menolak jatidirinya disebutkan.
Reuters belum mempertanggapan dari pemerintah Weizhou dan pejabat di Tongsin, yang dekat dengan kawasan itu.
Suntingan oleh Muhamad Anthoni
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018