Bagaikan sedang memutar sebuah sinema elektronika alias sinetron, sebuah televisi pada hari Minggu 30 September 2018 menampilkan sebuah adegan seorang lelaki sedang menggendong seorang perempuan.

Ribuan pemirsa televisi bukanlah  menyaksikan seorang aktor tampan sedang menggendong  perempuan cantik atau molek, melainkan seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI)  yang menggendong seorang perempuan tua, setelah gempa bumi di Kota Palu, Sulawesi Tengah yang terjadi pada 28 September 2018.

Gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,4 pada Skala Richter mengguncang tidak hanya ibu kota Sulawesi Tengah itu tapi juga kota Donggala di provinsi yang sama tapi juga beberapa kota lainnya di Sulawesi Barat .

Hingga 1 November, sedikitnya 844 orang telah dinyatakan  meninggal dunia akibat bencana alam itu, selain ribuan orang yang hilang, luka parah dan ringan serta hampir 60.000 jiwa terpaksa harus mengungsi akibat musibah yang terjadi pada pukul 18.02 Waktu Indonesia Tengah pada saat ummat Islam sedang menjalankan Shalat Magrib.

 Teriakan Allahu Akbar terdengar berulang- ulang setelah warga Sulteng merasakan goncangan yang hebat dan menakutkan tersebut.

Tidak kurang dari Presiden Joko Widodo yang harus datang ke Palu untuk menyaksikan langsung keadaan ara korban  dan sekaligus  melihat langsung dampak buruk dari musibah itu.  
Joko Widodo  disertai beberapa menteri dan pejabat tinggi  pada hari Minggu (30/9)  juga  mendengar secara langsung tangisan serta keluhan dari para  korban atas kejadian yang sangat tidak terduga itu.

Di tengah situasi yang porak poranda dan suasana orang-orang mengungsi serta ketakutan dan tidak berdaya, prajurit TNI dan Polri ada di tengah warga untuk meringankan penderitaan mereka.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo langsung mengeluarkan pujian melihat betapa telaten dan sibuknya prajurit- prajurit TNI dan juga Kepolisian Republik Indonesia yang turun tangan membantu para korban itu.

Tjahjo menegaskan para prajurit TNI dan Polri adalah pihak pertama yang mengeluarkan tenaga dan pikirannya untuk mengatasi secara cepat musibah ini.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik , Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mengungkapkan di Jakarta pada Senin (1/10) bahwa telah telah mengerahkan tidak kurang dari 2873 prajurit TNI telah digelar untuk membantu mengatasi bencana itu.

Sementara itu, Polri telah mengirimkan sekjitar 2000 bhayangkaranya untuk bahu- membahu bersama TNI guna mengatasi kesulitan warga Palu, Dongga, serta Sigi.

TNI dan Polri tidak hanya mengerahkan ribuan prajurit tapi juga belasan pesawat udara seperti pesawat Hercules C-130 untuk mengangkut para korban, serta bantuan makanan dan minuman, pakaian, obat-obatan dan lainnya agar bisa membantu mengatasi kesulitan yang diderita korban jiwa dan warga yang harus berpindah tempat untuk sementara waktu..

Para prajurit TNI  itu banting- tulang untuk menolong rakyat padahal pada 5 Oktober 2018 mereka seharusnya ikut merayakan Hari Ulang Tahun TNI ke-73 dengan rasa gembira tanpa beban apa pun juga.

Seharusnya mereka bergembira ria menghadapi hari ulang tahun korps yang diselenggarakan di tingkat nasional  dan daerah, pimpinan TNI  bahkan sudah menyiapkan begitu banyak acara untuk merayakan hari ulang tahun TNI yang ke-73 itu.

Acara peringatan ulang tahun itu biasanya  terdiri atas upacara militer,   bakti sosial seperti  khitanan massal, pemberian bantuan untuk orang-orang yang tak mampu hingga pengobatan gratis.

    
Kok begitu cepat bantuannya?
Masyarakat tentu amat tahu bahwa TNI yang dahulu bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI adalah sebuah organisasi yang paling teratur dan tertata baik selama puluhan tahun. Sekitar 500.000 prajurit TNI itu batinnya diikat oleh sebuah janji yang lebih dikenal dengan nama Sapta Marga.

Kepala negara yang merupakan panglima tertinggiTNI boleh berganti,  Panglima TNI juga bisa diganti setiap saa, demikian pula kepala staf Angkatan Darat, Angkatan Laut serta Angkatan Udara setiap detik bisa berganti.

Akan tetapi seluruh prajurit TNI harus tetap ingat pada janji mereka bahwa sebagai penjaga pertahanan maka tugas utama mereka adalah menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta melindungi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan tanpa pamrih.

Karena itu, ketika Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah kepada Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk segera mengulurkan tangan kepada rakyat Sulawesi Tengah maka  secara otomatis perintah Panglima tertinggi TNI itu dijabarkan dalam berbagai bentuk tindakan nyata mulai dari menyiapkan ribuan prajurit, mengerahkan berbagai pesawat angkut seperti Hercules C-130 dan  jenis pesawat penunjang lainnya untuk segera atau langsung membantu ribuan korban bencana alam itu.

Berbagai kegiatan itu pada dasarnya biasa disebut sebagai operasi militer nonperang misalnya dahuku ada istilah AMD atau ABRI Masuk Desa. Sekalipun istilah atau sebutan itu sudah berubah,  maka prajurit- prajurit TNI tetap terikat pada  sumpah seta mereka bahwa mereka harus tetap mengabdi kepada bangsa dan negara ini tanpa pamrih sedikitpun.

Tugas prajurit TNI tidak hanya di dalam negeri  tapi juga di luar negeri terutama saat bergabung dalam kontingen pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa- bangsa alias PBB mulai pada tahun 1960-an seperti di Kongo hingga saat ini di Lebanon.

Dengan demikian maka prajurit- prajurit sudah dibiasakan  melakukan kegiatan mulai dari membantu POlri menjaga keamanan seperti di daerah- daerah yang sedang atau pernah mengalami konflik bersenjata seperti di Aceh, Poso hingga Papua serta membasmi pemberontakan seperti PPRI-Permesta, Madiun hingga G-30S/ PKI pada tahun 1965.

    
    Tantangan Pilpres
Pada tanggal 17 April 2019, di Tanah Air akan berlangsung Pemilihan Presiden dan juga bersamaan dengan pemilihan anggota Legislatif mulai dari DPD.RI, DPR. RI hingga DPRD tingkat satu dan dua. Jadi bisa dibayangkan akan betapa ruwetnya, panasnya suhu politik di Tanah Air. Sedangkan baru-baru ini telah berlangsung pemilihan kepala daerah mulai dari gubernur, bupati hingga wali kota.

Pada pilkada itu, sudah terlibat sejumlah punawirawan atau pensiunan seperti Jenderal Purnawirawan  Edi Rachmayadi  yang pernah menjadi panglima Komando Cadangan Strategis TNI-AD--sebuah satuan elit TNI-AD-- yang akhirnya terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara.

Tampil dalam Pilpres mendatang adalah pasangan Joko Widodo- Ma'ruf Amin serta Letnan Jenderal Purnawirawan  Prabowo Subianto- Sandiaga Salahuddin Uno. Pemilihan presiden ini sudah diperkirakan akan hangat  bahkan keras karena akan melibatkan begitu banyak jenderal purnawirawan karena prajurit aktif sama sekali tak dibenarkan terlibat aktif.

Karena Prabowo pernah menjadi komandan jenderal atau danjen Komando Pasukan Satuan Khusus (Kopassus) TNI-AD bahkan merupakan mantan panglima Komando Cadangan Strategis TNI-AD atau Kostrad maka tentu Prabowo akan mengajak sejumlah pensiunan jenderal .

Sementara itu, Joko Widodo sebagai petahana Presiden juga diperkirakan akan mengajak pula  berbagai bekas  petinggi - petinggi TNI  yang ada 'di lingkaran satunya" mulai dari Menko Kemaritiman Letnan Jenderal TNI Purnawirawan  Luhut Pandjaitan, serta Jenderal Purnawirawan Moeldoko yang menjadi Kepala Staf Kepresidenan.

Di kalangan "lingkaran dalam" Jokowi, juga terdapat Jenderal Purnawirawan Agum Gumelar yang merupakan mantan menko politik dan keamanan.

    
Terkaitkah kasus gempa Sulteng dengan Pilpres?
Masyarakat tentu menyadari atau tahu bahwa tidak ada kaitan langsung antara dilibatkannya ribuan prajurit TNI dalam penanganan kasus gempa bumi ditambah tsunami di Palu dan Donggala dengan Pilprres 2019.

Akan tetapi yang pasti begitu banyak purnawirawan TNI akan dilibatkan baik dalam kampanye Jokowi- Ma'ruf dengan nomor satu dengan Prabowo-Sandiaga dengan nomor urut dua.

Apabila keterlibatan ribuan prajurit TNI dalam penanganan kasus bencana alam Sulteng adalah semata-mata karena tugas negara maka keikutsertaan sejumlah purnawirawan dalam pilpres terutama adalah karena panggilan jiwa sebagai seorang warga negara biasa yang kebetulan pernah menjadi pembesar atau petinggi di TNI.

Tentu masyarakat berhak berpendapat bahwa partisipasi para purnawirwan itu semata- mata adalah karena mereka itu sudah bisa memanfaatkan hak politik mereka sebagai warga negara biasa dan tak perlu ditambah dengan "embel-embel" atau sebutan bahwa mereka adalah jenderal  A atau jenderal B.

Pilpres boleh saja berlangsung setiap lima tahun dengan melibatkan belasan bahkan puluhan jenderal.  Tapi yang pasti tidak ada rakyat yang ingin TNI itu pecah atau menjadi tidak kompak gara-gara pilpres hanya karena ada jenderal purnawirawan yang memilih calon presiden bernama X ataupun Z.    

Selamat Ulang Tahun TNI ke-73. Jagalah kekompakan seluruh prajurit   dan semua purnawirawan TNI tanpa kecuali. 

Pewarta: Arnaz Firman

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018