Jakarta (Antaranews Jambi) - Tim Pengawasan Terpadu Kementerian Ketenagakerjaan RI dan BPJS Ketenagakerjaan mencatat 3.645 perusahaan tidak taat aturan dengan tidak mendaftarkan pekerjanya dalam jaminan sosial ketenagakerjaan.
Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja dan K3 Kemenaker Sugeng Priyanto di Jakarta, Jumat, menyatakan inspeksi didasarkan pada perjanjian kerja sama (PKS) antara BPJS Ketenagakerjaan, dan Kemnaker RI Nomor: Per/251/112017 tentang Sinergi Perluasan Kepesertaan dan Peningkatan Kepatuhan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial.
Sugeng mengatakan dalam UU No.24/2011 dinyatakan setiap pekerja wajib menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia.
"Jadi kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi hak normatif pegawainya maka mereka melanggar undang-undang," ujar Irjen Polisi itu.
Baca juga: BPJS Kesehatan usul regulasi keterlibatan pemda
Terdata, masih banyak perusahaan besar yang tidak patuh aturan, perusahaan yang sama sekali tidak mendaftarkan pegawainya, perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian pegawainya, perusahaan yang melaporkan upah tidak sesuai dengan yang seharusnya atau hanya melaporkan gaji pokok.
Sementara, yang seharusnya dilaporkan adalah upah yang dibawa pulang (take home pay) dan ada juga perusahaan yang mampu tetapi tidak mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan sepenuhnya (empat program).
Sesuai dengan amanah undang-undang, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan empat program perlindungan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKm) yang merupakan hak seluruh pekerja di Indonesia.
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis di tempat yang sama menyatakan dari 122,3 juta pekerja di Indonesia, terdapat 89,42 juta yang berhak atas perlindungan jamian sosial ketenagakerjaan, tetapi hanya 49,5 juta yang terdaftar sebagai peserta dan hanya 29,5 juta yang jadi peserta aktif.
"Ini juga merupakan salah satu ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan yang berlaku yaitu menunggak pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan," ujar Ilyas.
Direktur Pengawasan Norma Kerja dan Jaminan Sosial, Bernawan Sinaga yang juga hadir pada temu pers "Peningkatan Kepatuhan Norma Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Melalui Pengawasan Terpadu" itu mengatakan sanksi didasarkan pada PP No.86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang Jo. Permenaker Nomor 4 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif.
Implementasi dari peraturan tersebut, Kemnaker RI telah menerbitkan tujuh rekomendasi pengenaan sanksi administratif (TMP2T) kepada unit pelayanan publik tertentu.
Selain menemukan data perusahaan bandel, kata Bermawan, tim juga telah berhasil memulihkan hak-hak jaminan sosial ketenagakerjaan kepada 56.119 pekerja.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan jamin hak pekerja korban gempa Palu
Baca juga: Waspadai aplikasi medsos dan email palsu terkait BPJS-TK
Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja dan K3 Kemenaker Sugeng Priyanto di Jakarta, Jumat, menyatakan inspeksi didasarkan pada perjanjian kerja sama (PKS) antara BPJS Ketenagakerjaan, dan Kemnaker RI Nomor: Per/251/112017 tentang Sinergi Perluasan Kepesertaan dan Peningkatan Kepatuhan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial.
Sugeng mengatakan dalam UU No.24/2011 dinyatakan setiap pekerja wajib menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia.
"Jadi kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi hak normatif pegawainya maka mereka melanggar undang-undang," ujar Irjen Polisi itu.
Baca juga: BPJS Kesehatan usul regulasi keterlibatan pemda
Terdata, masih banyak perusahaan besar yang tidak patuh aturan, perusahaan yang sama sekali tidak mendaftarkan pegawainya, perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian pegawainya, perusahaan yang melaporkan upah tidak sesuai dengan yang seharusnya atau hanya melaporkan gaji pokok.
Sementara, yang seharusnya dilaporkan adalah upah yang dibawa pulang (take home pay) dan ada juga perusahaan yang mampu tetapi tidak mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan sepenuhnya (empat program).
Sesuai dengan amanah undang-undang, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan empat program perlindungan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKm) yang merupakan hak seluruh pekerja di Indonesia.
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis di tempat yang sama menyatakan dari 122,3 juta pekerja di Indonesia, terdapat 89,42 juta yang berhak atas perlindungan jamian sosial ketenagakerjaan, tetapi hanya 49,5 juta yang terdaftar sebagai peserta dan hanya 29,5 juta yang jadi peserta aktif.
"Ini juga merupakan salah satu ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan yang berlaku yaitu menunggak pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan," ujar Ilyas.
Direktur Pengawasan Norma Kerja dan Jaminan Sosial, Bernawan Sinaga yang juga hadir pada temu pers "Peningkatan Kepatuhan Norma Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Melalui Pengawasan Terpadu" itu mengatakan sanksi didasarkan pada PP No.86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang Jo. Permenaker Nomor 4 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif.
Implementasi dari peraturan tersebut, Kemnaker RI telah menerbitkan tujuh rekomendasi pengenaan sanksi administratif (TMP2T) kepada unit pelayanan publik tertentu.
Selain menemukan data perusahaan bandel, kata Bermawan, tim juga telah berhasil memulihkan hak-hak jaminan sosial ketenagakerjaan kepada 56.119 pekerja.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan jamin hak pekerja korban gempa Palu
Baca juga: Waspadai aplikasi medsos dan email palsu terkait BPJS-TK
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018