Gempa dengan magnitudo 6,9 yang terjadi di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, pada pukul 18.40 WIB Jumat (12/4), dilihat dari episenter dan kedalaman hiposenternya merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas sesar aktif.
"Ada dugaan bahwa struktur sesar yang menjadi pembangkit gempa ini adalah Sesar Peleng yang jalurnya berarah baratdaya-timutlaut di Pulau Peleng dan menerus ke Teluk Tolo," kata Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Sesar Peleng merupakan sesar aktif yang memiliki laju sesar sebesar 1,0 milimeter per tahun dan magnitudo maksimum yang mencapai magnitudo 6,9.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan mendatar (strike slip).
Dugaan ini didasarakan pada alasan bahwa lokasi episenter terletak pada kelurusan Sesar Peleng yang menerus ke laut dan sumber gempa ini memiliki mekanisme pergerakan mendatar menganan (dextral).
Hingga pukul 23.50 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan terjadinya aktivitas gempa susulan (aftershock) sebanyak 43 kali dengan kekuatan paling besar magnitudo 5,6 dan terkecil magnitudo 3,4.
Sebelumnya BMKG juga mengeluarkan peringatan dini tsunami karena berdasarkan permodelan, gempa dimutakhirkan menjadi magnitudo 6,8 tersebut berpotensi tsunami dengan status ancaman waspada dengan estimasi tinggi tsunami kurang dari 50 cm.
Setelah dilakukan pemutakhiran magnitudo dan melakukan monitoring terhadap muka air laut melalui pengamatan tide gauge di lokasi Kendari (Sulawesi Tenggara) dan Taliabu (Maluku Utara), menunjukkan tidak ada kenaikan muka air laut yang signifikan.
Daryono menjelaskan, wilayah Kepulauan Banggai berada di kawasan rawan gempa dan tsunami. Secara tektonik di wilayah tersebut terdapat beberapa sesar aktif, seperti Sesar Naik Batui, Sesar Balantak, Sesar Ambelang, dan Sesar Peleng,
Berdasarkan catatan sejarah di Kepualauan Banggai sudah beberapa kali terjadi tsunami. Wilayah itu pernah dilanda tsunami pada 13 Desember 1858. Terjangan tsunami menyebabkan banyak desa-desa di pesisir pantai Kepulauan Banggai mengalami kerusakan yang parah.
Selanjutnya pada 29 Juli 1859 wilayah Kepulauan Pulau Banggai kembali dilanda tsunami yang menerjang dan merusak banyak bangunan rumah yang terletak di wilayah pesisir.
Terakhir adalah tsunami akibat gempa dengan magnitudo magnitudo 7,5 pada 4 Mei 2000. Gempa itu memicu tsunami yang kemudian melanda Luwuk, Banggai, dan Peleng.
Tsunami Banggai itu memiliki ketinggian yang diperkirakan mencapai hingga 3-6 meter di Kecamatan Totikum, Kayutanyo, dan Uwedikan dengan paparan gelombang tsunami sejauh 100 meter dari garis pantai.
Di dermaga Totikum air surut kurang lebih 200 meter. Kejadian gempa dan tsunami tahun 2000 ini mengakibatkan korban meninggal sebanyak 46 orang dan 264 orang luka-luka.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019
"Ada dugaan bahwa struktur sesar yang menjadi pembangkit gempa ini adalah Sesar Peleng yang jalurnya berarah baratdaya-timutlaut di Pulau Peleng dan menerus ke Teluk Tolo," kata Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Sesar Peleng merupakan sesar aktif yang memiliki laju sesar sebesar 1,0 milimeter per tahun dan magnitudo maksimum yang mencapai magnitudo 6,9.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan mendatar (strike slip).
Dugaan ini didasarakan pada alasan bahwa lokasi episenter terletak pada kelurusan Sesar Peleng yang menerus ke laut dan sumber gempa ini memiliki mekanisme pergerakan mendatar menganan (dextral).
Hingga pukul 23.50 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan terjadinya aktivitas gempa susulan (aftershock) sebanyak 43 kali dengan kekuatan paling besar magnitudo 5,6 dan terkecil magnitudo 3,4.
Sebelumnya BMKG juga mengeluarkan peringatan dini tsunami karena berdasarkan permodelan, gempa dimutakhirkan menjadi magnitudo 6,8 tersebut berpotensi tsunami dengan status ancaman waspada dengan estimasi tinggi tsunami kurang dari 50 cm.
Setelah dilakukan pemutakhiran magnitudo dan melakukan monitoring terhadap muka air laut melalui pengamatan tide gauge di lokasi Kendari (Sulawesi Tenggara) dan Taliabu (Maluku Utara), menunjukkan tidak ada kenaikan muka air laut yang signifikan.
Daryono menjelaskan, wilayah Kepulauan Banggai berada di kawasan rawan gempa dan tsunami. Secara tektonik di wilayah tersebut terdapat beberapa sesar aktif, seperti Sesar Naik Batui, Sesar Balantak, Sesar Ambelang, dan Sesar Peleng,
Berdasarkan catatan sejarah di Kepualauan Banggai sudah beberapa kali terjadi tsunami. Wilayah itu pernah dilanda tsunami pada 13 Desember 1858. Terjangan tsunami menyebabkan banyak desa-desa di pesisir pantai Kepulauan Banggai mengalami kerusakan yang parah.
Selanjutnya pada 29 Juli 1859 wilayah Kepulauan Pulau Banggai kembali dilanda tsunami yang menerjang dan merusak banyak bangunan rumah yang terletak di wilayah pesisir.
Terakhir adalah tsunami akibat gempa dengan magnitudo magnitudo 7,5 pada 4 Mei 2000. Gempa itu memicu tsunami yang kemudian melanda Luwuk, Banggai, dan Peleng.
Tsunami Banggai itu memiliki ketinggian yang diperkirakan mencapai hingga 3-6 meter di Kecamatan Totikum, Kayutanyo, dan Uwedikan dengan paparan gelombang tsunami sejauh 100 meter dari garis pantai.
Di dermaga Totikum air surut kurang lebih 200 meter. Kejadian gempa dan tsunami tahun 2000 ini mengakibatkan korban meninggal sebanyak 46 orang dan 264 orang luka-luka.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019