Badan Restorasi Gambut (BRG) menyosialisasikan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ke sejumlah petani Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel), Sabtu (20/7) dengan menggandeng Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdatul Ulama (LPPNU).
Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG Myrna Asnawati Safitri mengatakan sosialisasi ini digencarkan karena Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi kekeringan panjang bakal terjadi dari Juli hinga Oktober.
Dampak kekeringan tersebut sudah terlihat di Kalimantan dan Riau dengan munculnya sejumlah titik panas, sementara di Sumsel dalam dua pekan terakhir sudah terjadi beberapa kali karhutla.
“Seperti diketahui kerugian akibat karhutla hebat tahun 2015 mencapai Rp221 triliun. Tentunya kita tidak ingin bencana kabut asap itu terulang lagi,” ujar dia pada kegiatan yang bertajuk Doa Bersama Memasuki Kemarau dan Sosialisasi Pengelolaan Lahan Gambut Tanpa Bakar di Pondok Pesantren Al Ittihad Islamic Center KTM Desa Mulyasari, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin.
Ia mengemukakan Provinsi Sumsel merupakan daerah yang menjadi perhatian BRG karena terdapat sekitar 650.000 hektare lahan gambut yang rusak akibat kebakaran hebat tahun 2015 dari total 1,2 juta hektare lahan gambut di daerah tersebut.
Dari 650.000 hektare yang terbakar itu diketahui seluas 534.161 hektare berada di kawasan konsesi, yakni di area perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanam Industri.
Untuk itu, tugas BRG di Sumsel terbilang berat untuk menjalan proses restorasi yang terdiri dari tiga tahapan yakni rewetting (pembasahan), revegetasi (penanaman kembali) dan revitalization (pemberdayaan ekonomi masyarakat).
Ketua LPPNU Sumsel, Agus Muhaimin mengatakan sosialisasi untuk menjaga lahan dan hutan supaya tidak terbakar ini sangat dibutuhkan masyarakat.
“Selama ini, merambah hutan itu dianggap tindakan tidak baik, tapi setelah mendapatkan pencerahan dalam sosialisasi ini maka sebenarnya itu diperbolehkan asalkan pengggunaannya sesuai aturan,” jelas dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019
Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG Myrna Asnawati Safitri mengatakan sosialisasi ini digencarkan karena Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi kekeringan panjang bakal terjadi dari Juli hinga Oktober.
Dampak kekeringan tersebut sudah terlihat di Kalimantan dan Riau dengan munculnya sejumlah titik panas, sementara di Sumsel dalam dua pekan terakhir sudah terjadi beberapa kali karhutla.
“Seperti diketahui kerugian akibat karhutla hebat tahun 2015 mencapai Rp221 triliun. Tentunya kita tidak ingin bencana kabut asap itu terulang lagi,” ujar dia pada kegiatan yang bertajuk Doa Bersama Memasuki Kemarau dan Sosialisasi Pengelolaan Lahan Gambut Tanpa Bakar di Pondok Pesantren Al Ittihad Islamic Center KTM Desa Mulyasari, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin.
Ia mengemukakan Provinsi Sumsel merupakan daerah yang menjadi perhatian BRG karena terdapat sekitar 650.000 hektare lahan gambut yang rusak akibat kebakaran hebat tahun 2015 dari total 1,2 juta hektare lahan gambut di daerah tersebut.
Dari 650.000 hektare yang terbakar itu diketahui seluas 534.161 hektare berada di kawasan konsesi, yakni di area perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanam Industri.
Untuk itu, tugas BRG di Sumsel terbilang berat untuk menjalan proses restorasi yang terdiri dari tiga tahapan yakni rewetting (pembasahan), revegetasi (penanaman kembali) dan revitalization (pemberdayaan ekonomi masyarakat).
Ketua LPPNU Sumsel, Agus Muhaimin mengatakan sosialisasi untuk menjaga lahan dan hutan supaya tidak terbakar ini sangat dibutuhkan masyarakat.
“Selama ini, merambah hutan itu dianggap tindakan tidak baik, tapi setelah mendapatkan pencerahan dalam sosialisasi ini maka sebenarnya itu diperbolehkan asalkan pengggunaannya sesuai aturan,” jelas dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019