Ratusan petani yang mengatasnamakan Forum Keluarga Besar Petani Tebo, Senin, melakukan aksi unjuk rasa di kantor Gubernur Jambi dan gedung DPRD Provinsi Jambi.

Pertama massa menggelar orasi di Simpang Empat Bank Indonesia kemudian menuju kantor Gubernur Jambi dan terakhir ke gedung DPRD. Dalam aksi unjuk rasa tersebut Koordinator Lapangan Abdullah dan Koordinator Umum, Fransdody menyuarakan tuntutan yakni menolak RUU Pertanahan dan mendesak pemerintah segera membentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria di Jambi yang melibatkan Forum Keluarga Besar Petani Tebo.

Kemudian mendesak pemerintah segera menerbitkan pelepasan kawasan hutan di lokasi prioritas reformasi agraria, hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap petani dan segera tertibkan Perda pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat di Kabupaten Tebo.

Menurut massa, penguasaan sektor agraria sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai sejarah kepemilikan hak atas tanah yang sebenarnya.

Eksploitasi lahan secara besar-besaran mengakibatkan banyaknya korban dari kalangan masyarakat. Ketika pemerintah memberi izin lokasi perkebunan untuk perusahan, kenapa selalu saja bersinggungan dengan perkebunan yang di miliki masyarakat. Sehingga menyebabkan konflik antara masyarakat dan perusahaan.

"Sebagaimana kita lihat ketimpangan penguasaan sektor agraria bukan lagi menjadi rahasia umum. Saat ini hanya sedikit orang yang memiliki jutaan hektare tanah dan terlalu banyak orang yang cuma memiliki sedikit tanah.

Perusahaan yang bergerak di bidang Perkebunan maupun HTI, telah menjadi penyumbang konflik terbesar di sektor agraria. Tak khayal ketika perusahaan ini masuk ke desa-desa, akan menyebabkan konflik yang mengakibatkan hilangnya lahan perkebunan masyarakat. Lagi-lagi selalu masyarakat yang jadi korban, anak-anak putus sekolah, para petani berganti menjadi buruh tani," kata Fransdody.

Belum lagi Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP), kata Fransdody yang saat ini sedang di bahas oleh DPR RI bersama Pemerintah, tanpa mempertimbangkan situasi sektor agraria yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dimana katanya DPR dan Pemerintah bersikukuh mengesahkan RUUP di akhir September tahun ini.

"Beberapa pasal yang ada di dalam RUUP sangat bertentangan dengan prinsip Reforma Agraria Sejati. Apabila RUUP ini di sahkan maka akan banyak letusan konflik yang terjadi, intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani akan di langgengkan melalui pengadilan pertanahan. Belum lagi perjuangan masyarakat adat terhadap tanah ulayatnya juga belum menemui kepastian hukum. Perda adat sebagai pengakuan wilayah masyarakat adat sampai hari ini masih mentok di meja pemerintahan," tegasnya.

Kedatangan massa ke DPRD disambut langsung Wakil Ketua Sementara DPRD Provinsi Jambi, Rocky Candra didampingi anggota dewan yakni Ahmad Fauzi Ansori, Musharuddin, Rusdi, Kamaluddin Havis, Mesra, Rudi Wijaya dan Wartono. Di sela-sela pertemuan itu juga tampak hadir Ketua Sementara DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto.

Dalam pertemuan tersebut, juga fokus membicarakan penerbitan Perda pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat Talak Mamak di Kabupaten Tebo. Dimana mereka terus berkonflik dengan perusahaan di wilayah mereka.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi Sementara, Rocky Candra memastikan DPRD akan menindaklanjuti pertemuan tersebut dan berkomitmen akan menyelesaikan konflik lahan yang ada di Jambi.

"Di periode ini kami DPRD Provinsi Jambi ingin menuntaskan problem yang ada di masyarakat termasuk persoalan konflik lahan yang tidak pernah selesai, termasuk mendorong pemerintah kabupaten dan provinsi mengeluarkan perda pengelolaan hutan adat di Talak Mamak tersebut," kata Rocky.

Dalam kesempatan itu DPRD juga menghadirkan Kepala Bappeda Provinsi Jambi, Kepala BPN dan Perwakilan Dinas Kehutanan. Sebagai upaya mencari titik temu atas persoalan petani Kabupaten Tebo tersebut.

Ketua Sementara DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto juga menegaskan bahwa selama lima tahun ke depan DPRD Provinsi Jambi periode 2019-2024 bertekad bahwa persoalan konflik lahan di Jambi harus diselesaikan.

"Kami di sini lima tahun ini bertekad, konflik lahan harus diselesaikan. Yakin dan percaya pertemuan ini bukan hanya sampai di sini saja, pasti DPRD akan menindaklanjutinya. Komitmen kami besar untuk itu," kata Edi.

Asisten III Setda Provinsi Jambi, Sudirman juga memastikan Pemprov Jambi terus mendorong upaya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat meski itu adalah ranah pemerintah pusat.***
 

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019