Sekretaris Daerah Provinsi Jambi M Dianto mengatakan Provinsi Jambi memiliki wilayah potensial untuk pengembangan tanaman kopi yakni di Kabupaten Kerinci, Kota Sungaipenuh, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin dan Kabupaten Tanjungjabung Barat.

"Ini yang menjadi tantangan bagi masyarakat untuk terus mengembangkan, mempublikasikan dan melestarikannya. Ada jenis robusta, arabika dan jenis kopi liberika di lahan pasang surut atau lahan gambut yang sudah mendapat pengakuan nasional melalui pelepasan varietas dengan nama Kopi Liberika Tungkal Komposit," kata Sekda saat membuka Seminar Kopi Nusantara 2019 di Hotel Shang Ratu Jambi, Selasa.

Sekda mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk menyukseskan seminar kopi tersebut yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan dalam pengembangan komoditi kopi mulai dari pihak pemerintah, para peneliti, para pengusaha serta para pecinta kopi.

"Pengembangan komoditi kopi harus berpihak pada masyarakat petani dan pengolah komoditi kopi serta gaya hidup masyarakat dan para penikmat kopi yang diarahkan ke hal yang positif dan bermanfaat dalam memelihara kesehatan," kata Sekda.

Kopi kata Sekda merupakan kekayaan nusantara yang memerlukan peran para peneliti, penggiat dan para pecinta kopi untuk ikut serta dalam mengangkat citra kopi tingkat regional maupun internasional.

"Kebiasaan minum kopi sudah menjadi budaya masyarakat di Indonesia pada umumnya mulai dari kopi hitam, kopi luwak, kopi susu sampai kopi campuran lainnya. Ini menjadi peluang untuk lebih mengangkat perkopian berbagai daerah," katanya.

Sekda mengharapkan adanya upaya diversifikasi produk mulai bahan baku maupun dalam penyajiannya dapat berinovasi memproduksi kopi rasa kulit manis, kopi rasa vanila atau bahkan kopi Liberika Tungkal Komposit dalam kemasan menarik dengan ciri khas Jambi.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Supriadi mengatakan Indonesia adalah negara produsen biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia dengan produksi rata-rata sekitar 700.000 ton per tahun atau sekitar 9 persen dari produksi kopi dunia. Sedangkan biji kopi yang diolah dalam negeri baru sebesar 45 persen dari produksi nasional dalam beberapa tahun ini.

"Mengalami perkembangan yang luar biasa pesat hanya dalam waktu singkat, konsumsi kopi meningkat pesat diikuti oleh tumbuhnya pelaku usaha kopi seperti cafe, roastery, produsen kopi dan petani kopi usia muda diberbagai daerah di Indonesia," kata Supriadi.

Supriadi menegaskan perlunya identifikasi masalah sektor hulu sampai hilir terkait perkembangan kopi guna memprediksi gelombang atau trend kopi.

"Roaster dan barista termasuk penerapan teknologi 4.0 dalam pengembangan industri kopi, menjawab isu kesehatan pada kopi dan produk kopi," katanya menjelaskan.

Pengembangan komoditi kopi katanya membutuhkan kajian paripurna dari aspek budidaya dan produksi, hulu hingga hilir, industri pengolahan dan pemasaran. Tentunya hal tersebut membutuhkan sumbangan pemikiran dan gagasan dari berbagai pihak mulai dari masyarakat petani kopi, pemerintah, lembaga penelitian dan dunia usaha.

Pada sisi lain lanjutnya, para petani kopi masih dihadapkan pada permasalahan keterbatasan pengetahuan keterampilan, akses pemasaran dan akses permodalan. Hal itu yang menjadi perhatian bersama dalam membuka akses para pengusaha lokal pascapanen atau pengolahan kopi dengan harapan nilai tambah dari komoditi kopi bisa dinikmati oleh masyarakat lokal.

Seminar Kopi Nusantara 2019 di Jambi itu mengusung tema "Kopi Petani Gaya Hidup dan Kesehatan". Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan Peringatan Hari Kopi Internasional.***

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019