Warga di sekitar pabrik gawai ilegal di Jakarta Utara mengaku rumah toko (ruko) itu hanya sebagai pusat servis gawai rusak.

"Banyak yang bertanya alamat ruko itu untuk servis gawai," kata salah seorang pekerja di depan ruko, Senin.

Menurut dia, ruko itu tidak terlihat sebagai pabrik, karena tidak ada aktivitas seperti pabrik pada umumnya, tapi di waktu-waktu tertentu, ada aktivitas bongkar barang di depan ruko itu.

"Ruko itu tertutup, pagi ada karyawan yang masuk dan sore ada yang keluar," ujarnya.



Hal itu dibenarkan Kasubdit II Krimsus Polres Jakarta Utara, Ipda Nahal Rizaq jika ruko itu dilengkapi alat scan wajah dan jari serta kamera CCTV. Akses masuk ke ruko itu hanya dimiliki pemilik ruko dan keluarganya.

"Akses masuk ke dalam ruko sangat sulit, bahkan karyawan tidak bisa masuk kecuali dibuka dari dalam," jelas Nahal.

Ruko itu juga sebagai tempat tinggal pemilik dan keluarganya yang berada di lantai III dan IV. Sementara aktivitas produksi gawai ilegal di lantai II. Setiap lantai diletakan metal detector untuk karyawan sebelum dan sesudah bekerja.



"Gawai yang dimiliki karyawan juga disimpan di lantai I dan tidak boleh dibawa saat bekerja," kata Nahal.

Saat pengerebekan, sebanyak 29 karyawan berada di dalam ruko itu, delapan orang terlihat polisi dan 21 karyawan lainnya berada di dalam ruangan tersebunyi.
Pabrik gawai ilegal di Ruko Toho, Kelurahan Kamal, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (2/12/2019) (ANTARA/Fauzi Lamboka)

Polres Metro Jakarta Utara mengungkap pabrik gawai ilegal di Ruko Toho, Kelurahan Kamal, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Tersangka memanfaatkan ruko sebagai tempat tinggal keluarganya sekaligus tempat usaha perakitan gawai secara ilegal.

Pabrik gawai itu beroperasi sekitar dua tahun dan diperkirakan merugikan negara mencapai Rp12 miliar. Polisi telah menetapkan pelaku sekaligus pemilik usaha berinisial NG sebagai tersangka.



Tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dengan pidana paling lama lima tahun penjara. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan pidana paling lama satu tahun penjara serta denda Rp100 juta.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan pidana penjara paling lama empat tahun serta denda paling besar Rp400 juta. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling besar Rp2 miliar.
 

Pewarta: Fauzi

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019