Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta warganet untuk tidak menyebarkan video kekerasan terhadap anak yang terjadi di salah satu SMP swasta di Purworejo, Jawa Tengah.
"KPAI juga mendorong para orang tua untuk ikut mengawasi media sosial anak-anaknya sambil melakukan edukasi kepada anak-anak bagaimana menggunakan media sosial secara aman dan sehat," kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam rilis pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.
Kekerasan fisik maupun kekerasan verbal di kalangan sesama pelajar antara pelaku dan korban anak, katanya, memang marak akhir-akhir ini, termasuk cyber bully. Hal tersebut juga dipicu oleh kemajuan era digital dan media sosial saat ini.
Anak-anak tersebut adalah generasi milenial yang merupakan pengguna internet dan media sosial secara aktif, sehingga perilaku mereka yang mengunggah video perundungan ke dunia maya dapat viral dan diketahui publik secara luas.
Oleh karena itu, KPAI meminta warganet untuk bijak membantu membatasi kasus perundungan tersebut dengan tidak menyebarluaskannya.
Aksi kekerasan yang diketahui dari video viral di media sosial pada Rabu (12/2) malam dan berdurasi 28 detik tersebut, memperlihatkan tiga orang siswa laki-laki merundung seorang siswi perempuan.
Mereka menendang dan bahkan memukul korban dengan gagang sapu. Korban yang tampak tidak berdaya hanya menundukkan kepala di mejanya sambil menangis. Korban diduga adalah anak berkebutuhan khusus (ABK).
Saat ini kasus tersebut sedang ditangani oleh Kepolisian Polres Purworejo.
Atas kejadian tersebut, KPAI menyampaikan keprihatinan atas peristiwa perundungan antara sesama siswa tersebut.
KPAI juga menyayangkan perundungan terjadi di lingkungan sekolah saat masih jam sekolah, di dalam kelas dan tidak ada pengawasan oleh pihak sekolah, misalnya guru piket.
"Mirisnya, anak lain di sekitar anak pelaku dan anak korban juga tidak ada yang melaporkan kepada guru piket atau guru wali kelas. Tidak ada juga CCTV di dalam kelas, sehingga tidak dapat dideteksi oleh pihak sekolah," katanya.
KPAI mendorong sekolah untuk memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak pelaku ketika mengadu.
Menurut dia, kekerasan di dunia pendidikan juga terus terjadi karena sekolah tidak memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak saksi.
Sistem pengaduan juga seharusnya tidak fisik berbentuk ruangan, tetapi seharusnya menggunakan daring, Sehingga anak nyaman mengadu dan fleksibel secara waktu untuk melakukan pengaduan.
Namun yang lebih penting sekolah menindaklanjuti setiap laporan dengan tetap melindungi pelapor, karena penanganan yang tidak melindungi korban akan berpotensi kuat mempeparah perundungan terhadap korban atau pelapor karena pelaku tidak terima perbuatannya dilaporkan kepada pihak sekolah, seperti yang terjadi dalam kasus perundungan di Purworejo tersebut.
Kemudian, KPAI juga mendorong orang dewasa di sekitar anak untuk juga memiliki kepekaan terhadap anak-anak yang mengalami perundungan.
"Jangan menganggap remeh dampak perundungan, karena dapat menganggu tumbuh kembang anak. Anak juga harus dididik berani bicara, berani menolak, speak up!," katanya.
KPAI akan segera bersurat kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo untuk meminta kronologi kejadian dan laporan penanganan kasus perundungan tersebut.
KPAI juga akan memastikan pemenuhan hak-hak anak korban untuk rehabilitasi medis dan rehabilitasi psikis oleh pemerintah daerah, termasuk pemenuhan hak-hak anak pelaku seperti hak atas pendidikan dan hak untuk mendapatkan rehabilitasi psikis.
Sementara itu, KPAI juga mengapresiasi Gubenur Jawa Tengah yang berempati memberikan santunan kepada anak korban dan memerintahkan jajarannya agar kasus perundungan di SMPS Purworejo ditangani sesuai peraturan perundangan yang berlaku, yaitu UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Bupati Purworejo juga sudah mengunjungi anak korban.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
"KPAI juga mendorong para orang tua untuk ikut mengawasi media sosial anak-anaknya sambil melakukan edukasi kepada anak-anak bagaimana menggunakan media sosial secara aman dan sehat," kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam rilis pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.
Kekerasan fisik maupun kekerasan verbal di kalangan sesama pelajar antara pelaku dan korban anak, katanya, memang marak akhir-akhir ini, termasuk cyber bully. Hal tersebut juga dipicu oleh kemajuan era digital dan media sosial saat ini.
Anak-anak tersebut adalah generasi milenial yang merupakan pengguna internet dan media sosial secara aktif, sehingga perilaku mereka yang mengunggah video perundungan ke dunia maya dapat viral dan diketahui publik secara luas.
Oleh karena itu, KPAI meminta warganet untuk bijak membantu membatasi kasus perundungan tersebut dengan tidak menyebarluaskannya.
Aksi kekerasan yang diketahui dari video viral di media sosial pada Rabu (12/2) malam dan berdurasi 28 detik tersebut, memperlihatkan tiga orang siswa laki-laki merundung seorang siswi perempuan.
Mereka menendang dan bahkan memukul korban dengan gagang sapu. Korban yang tampak tidak berdaya hanya menundukkan kepala di mejanya sambil menangis. Korban diduga adalah anak berkebutuhan khusus (ABK).
Saat ini kasus tersebut sedang ditangani oleh Kepolisian Polres Purworejo.
Atas kejadian tersebut, KPAI menyampaikan keprihatinan atas peristiwa perundungan antara sesama siswa tersebut.
KPAI juga menyayangkan perundungan terjadi di lingkungan sekolah saat masih jam sekolah, di dalam kelas dan tidak ada pengawasan oleh pihak sekolah, misalnya guru piket.
"Mirisnya, anak lain di sekitar anak pelaku dan anak korban juga tidak ada yang melaporkan kepada guru piket atau guru wali kelas. Tidak ada juga CCTV di dalam kelas, sehingga tidak dapat dideteksi oleh pihak sekolah," katanya.
KPAI mendorong sekolah untuk memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak pelaku ketika mengadu.
Menurut dia, kekerasan di dunia pendidikan juga terus terjadi karena sekolah tidak memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak saksi.
Sistem pengaduan juga seharusnya tidak fisik berbentuk ruangan, tetapi seharusnya menggunakan daring, Sehingga anak nyaman mengadu dan fleksibel secara waktu untuk melakukan pengaduan.
Namun yang lebih penting sekolah menindaklanjuti setiap laporan dengan tetap melindungi pelapor, karena penanganan yang tidak melindungi korban akan berpotensi kuat mempeparah perundungan terhadap korban atau pelapor karena pelaku tidak terima perbuatannya dilaporkan kepada pihak sekolah, seperti yang terjadi dalam kasus perundungan di Purworejo tersebut.
Kemudian, KPAI juga mendorong orang dewasa di sekitar anak untuk juga memiliki kepekaan terhadap anak-anak yang mengalami perundungan.
"Jangan menganggap remeh dampak perundungan, karena dapat menganggu tumbuh kembang anak. Anak juga harus dididik berani bicara, berani menolak, speak up!," katanya.
KPAI akan segera bersurat kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo untuk meminta kronologi kejadian dan laporan penanganan kasus perundungan tersebut.
KPAI juga akan memastikan pemenuhan hak-hak anak korban untuk rehabilitasi medis dan rehabilitasi psikis oleh pemerintah daerah, termasuk pemenuhan hak-hak anak pelaku seperti hak atas pendidikan dan hak untuk mendapatkan rehabilitasi psikis.
Sementara itu, KPAI juga mengapresiasi Gubenur Jawa Tengah yang berempati memberikan santunan kepada anak korban dan memerintahkan jajarannya agar kasus perundungan di SMPS Purworejo ditangani sesuai peraturan perundangan yang berlaku, yaitu UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Bupati Purworejo juga sudah mengunjungi anak korban.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020