Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bakal menambah jumlah perusahaan perkebunan sawit yang terlibat dalam penetapan harga tandan buah segar (TBS) yang dijual petani di provinsi itu.

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian di Palembang, Senin, mengatakan penambahan ini untuk meminimalkan persaingan tidak sehat di pasar minyak nabati tersebut dan menjaga stabilitas harga.

“Sekarang sudah banyak yang replanting sehingga perlu merekrut keanggotaan baru. Ada 10 perusahaan yang kami anggap layak masuk dalam tim penetapan harga,” kata dia.

Penetapan harga TBS yang selama ini ditentukan setiap dua minggu sekali oleh perusahaan, petani dan didampingi pemerintah daerah itu sehingga mendapatkan harga yang wajar bagi petani maupun pabrik kelapa sawit (PKS).

Jika semakin banyak perusahaan yang dilibatkan maka harga yang tercipta akan semakin wajar.

Saat ini terdapat 11 perusahaan kelapa sawit yang sudah ikut dalam rapat penetapan harga TBS.

Sepuluh 10 perusahaan baru yang dinyatakan layak dan akan diverifikasi oleh tim teknis dan tim kerja Disbun Sumsel, yakni PT Banyu Kahuripan Indonesia, PT Mahkota Andalan Sawit, PT Golden Blossom Sumatra dan PT Guthrie Peconina Indonesia.

Selanjutnya adalah PT Djuanda Sawit Lestari, PT Dendy Marker Indah Lestari, PT Transpasifik Agro Industri dan PT Pinago Utama. Adapula PT Perdana Sawit Mas dan PT Hamita Utama.

Ia menjelaskan penetapan harga TBS juga untuk menjaga stabilitas harga komoditas di daerah sentra produksi.

“Rapat bersama juga untuk menghindari adanya persaingan yang tidak sehat diantara pabrik pengolahan kelapa sawit,” kata Rudi.

Ia menjelaskan penetapan harga TBS ditentukan oleh data penjualan CPO, inti nilai indeks K perusahaan kemitraan inti-plasma.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumsel Slamet, mengatakan harga TBS berdasarkan penetapan cenderung lebih tinggi dibanding harga pasar.

“Harga Disbun berdasarkan penetapan bersama itu biasanya lebih tinggi dan ini dipakai oleh petani plasma kebanyakan,” kata dia.

Pemerintah harus selalu mengawal penetapan harga Tandan Buah Segar kelapa sawit di tingkat petani karena lemahnya posisi tawar jika dibandingkan pemilik pabrik pengolahan sawit.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Andy Mulyana mengatakan, meski pemerintah sebenarnya sudah mengatur mengenai penetapan harga sawit ini dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 01/PERMENTAN/KB.120/1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun, namun implimentasi di lapangan masih kurang pengawasan.

“Jangankan di tingkat petani rakyat (swadaya), penetapan harga antara petani yang bermitra dengan perusahaan saja sering terjadi konflik. Jadi pemerintah harus terus mengawasi perusahaan-perusahaan itu,” kata Andy.

Menurut Andy, hadirnya pembeli tunggal yang dikelilingi oleh banyak penjual (petani rakyat), jika tidak diintervensi oleh pemerintah maka secara teori membuat harga bisa ditentukan oleh pembeli yang berorientasi pada keuntungan mereka semata.

Belum lagi, ia melanjutkan dalam perkembangannya, banyak petani tidak memahami mengenai rendeman secara mendalam karena menilai uang didapat berdasarkan berat tandan saja.

“Akhirnya terjadi konflik, dan ini sering terjadi terutama pada kemitraan yang belum diawasi oleh pemerintah. Jika pemerintah tidak mengawasi mulai dari penetapan harga TBS ini maka bisa saja kemitraan berhenti di tengah jalan,” kata dia.
 

Pewarta: Dolly Rosana

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020